"Kau tidurlah kembali, jika butuh sesuatu katakan saja." Ucap Nicho lalu Reszha membalas. "Baik, paman." Katanya, kemudian Nicho berdecak.
"Akan lebih baik jika kau memanggilku tuan." Lanjutnya, yang membuat Reszha terdiam sejenak, dan mengangguk pelan.
Setelah mengucapkan kalimat yang terdengar sarkas itu, Nicho meinggalkan Fareszha yang kini diam seribu bahasa. Baru saja tadi ia diperlakukan layaknya seorang adik oleh Nicho, dan sekarang pria tak punya hati itu kembali menjadi iblis dengan waktu yang sangat singkat.
Ia terkadang berpikir, Nicho itu sebenarnya manusia atau bukan? Atau Nicho itu seorang yang memiliki kepribadian ganda? Haish, bahkan otaknya menolak untuk berhenti berpikir sekarang.
"Jangan banyak berpikir, dan cepat tidur."
"Tapi aku baru bangun, tuan."
Nicho menatap Fareszha, sedikit aneh ketika gadis itu memamggilnya dengan sebutan tuan. Tapi ia harus membiasakannya, bukan? Panggilan itu jugakan dia yang meminta, jadi mau apa lagi?
"Aku tidak peduli, cepat tidur atau aku lempar!"
Tatapan heran sekaligus terkejut tepancar jelas di wajah Fareszha. Kenapa lagi Nicho sekarang? Sudahlah, daripada ia tidak sembuh lebih baik Reszha menuruti perintah Nicho. Toh mau bagaimanapun, sekarang memamg jamnya orang tertidur. Tapi bukan Fareszha namanya yang bisa langsung tertidur pulas begitu saja.
"Tuan, kenapa kau tidak tidur di sofa saja? Disana lebih nyaman." Ucap Fareszha, seraya menunjuk Sofa yang ada didekat jendela.
Bukan Nicho tidak mau, akan tetapi jika ia meninggalkan gadis ini, pasti Fareszha akan melakukan segala sesuatunya sendiri, tanpa sepengetahuan dirinya. Jika dalam keadaan sehat ya masa bodoh, tapi Fareszha dalam keadaan sakit, bisa jadi nanti malah Nicho yang kena imbasnya.
"Aku tarik saja sofanya kemari." Putus Nicho. Jujur saja, Fareszha sangat terkejut dengan perubahan sikap Nicho sekarang, aish, lebih tepatnya sifat Nicho berubah–ubah dalah satu waktu yang sama. Labil? Entahlah.
Tidak mau ambil pusing lagi, Fareszha lebih memilih untuk menonton serial malam di televisi yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Aishh, rasanya ia seperti kelelawar, yang aktif dimalam hari, dan tertidur pulas di siang hari. Tapi tidak untuk ke depannya, sikslua ini hanya akan berlangsung selama beberapa hari saja, tidak akan sampai selamanya.
Fareszha kembali menoleh kearah Nicho, dan pria itu sudah terlelap dalam mimpi indahnya sekarang. Jika melihat wajah Nicho yang sedang tertidur seperti ini, jujur saja membuat suasana hati Reszha tenang. Karena wajah Nicho yang sedang tertidur, tidak mencerminkan sisi iblis dari dalam dirinya. Dan ia, tidak semenyeramkan ketika terbangun.
"Once gimana ya? Seharian ini aku gak dapet kabar tentang dia." Lirih Reszha, sembari mencari keberadaan ponselnya.
Sial sekali, ponsel milik Reszha kini ada dalam genggaman Nicho, pria itu benar–benar tidak mengijinkan dirinya untuk melakukan sesuati dimalam hari, walaupun hanya untuk mengabari adiknya. Jika Nicho seorang Ayah, pasti ia akan sangat keras kepada anak–anaknya, buktinya Reszha yang ia tidak suka saja dibatasi seperti ini.
"Tidur. Besok pagi Ocean datang kesini." Ucap Nicho, seolah tahu apa isi pikiran Fareszha.
Fareszha hanya bisa menghela nafasnya dalam, ia baru bangun, dan harus tidur kembali. Yang jadi pertanyaannya adalah, apakah ia bisa tidur lagi? Mungkin jika ada obat Reszha akan tertidur. Mungkin tapi ya. Dan sekarang, Fareszha mencoba untuk menutup kedua bola matanya, berusaha untuk kembali ke dunia mimpinya.
***
Adzan subuh sudah berkumandang, dan itu membuat Fareszha terbangun dari tidurnya. Ah iya, gadis itu benar–benar tertidur tadi. Ia menatap jam yang ada di dinding rumah sakit, dan melihat angka berapa yang ditunjukan oleh jam itu. Pukul 04.30 pagi. Dan rumah sakit masih sepi, hanya ada orang–orang yang pulang pergi ke dan dari musholla rumah sakit.
Ia sekarang menoleh kearah sofa yang Nicho tempati untuk tidur semalam, namun gadis itu tidak menemukan siapapun disana. Tidak tidak, mana mungkin Nicho akan tega meninggalkan orang sakit sendirian? Belum lagi gadis itu masih dibawah umur. Tapi... Nicho kan memang membenci Reszha? Jadi mungkin saja ia memang meninggalkan Reszha sendiri.
'Cletek.'
Mendengar suara pintu terbuka, Reszha kembali menutup kedua bola matanya. Namun, ia tidak menutupnya secara full, hanya sebagian, agar bisa melihat siapa orang yang masuk ke dalam kamarnya. Dan tebak siapa dia? Orang itu adalah Nicho. Nicho bukan masuk ke ruang inap Reszha, pria itu baru keluar dari kamar mandi, dan.... dia wudhu?
Eitsss! Jangan salah, Nicho memang seorang muslim, dan ini adalah kewajibannya untuk melakukan ibadah kepada sang pencipta. "Aku kira orang kasar kayak dia gak akan shalat." Batin Reszha, sembari diam–diam memperhatikan Nicho yang sedang memakai sarung.
Dan sekarang, lima menit sudah berlalu, Reszha bangun dari tidurnya—ekhem, sebenarnya kan sudah bangun—dan ia mengubah posisinya menjadi duduk. Fareszha juga ingin shalat tahu, bukan karena sakit, ia jadi tidak boleh melakukan kewajibannya sebagai seorang muslimah.
"Kapan kamu bangun?" Tanya Nicho, dengan nada datarnya.
"Barusan. Tuan, boleh gak tolongin aku buat ambil wudhu?" Jawab Reszha, dengan kalimat tanya diakhir. Nicho tidak menjawab, ia kemudian kembali masuk ke dalam kamar mandi, lalu keluar lagi dengan membawa gayung dan ember berisi air ditangannya. Hey, Nicho benar–benar mau menolong Fareszha? Waw, sebuah perubahan yang sangat signifikan.
Melihat Nicho yang membawakan air untunya, Reszha segera mengubah posisinya, kini gadis itu duduk di pinggir ranjang tempat tidur, dan menggulung lengan bajunya sampai ke sikut. "Aku akan membilasnya sedikit demi sedikit. Akan repot jika kau kebahasan nantinya." Ucap Nicho, yang mulai menuangkan air ke telapak tangan Fareszha. Ahh, sepertinya pemandangan seperti ini jarang sekali terjadi, ya?—Iya, gegara Author—. "Aku keluar, kau Shalat sekarang." Ucapnya dingin, dan hanya Fareszha balas dengan anggukan.
Aish, akhir–akhir ini Nicho merasa dirinya labil, kadang ia baik pada Reszhaz kadang juga ia jahat pada Reszha. Ia sadar, jika sikapnya pada Reszha itu buruk, bahkan sangat buruk. Tapi mau bagaimana lagi? Nicho teramat benci pada gadis itu, ia selalu puas ketika melihat Reszha tersakiti, apalagi ketika gadis itu menangis, rasanya sangat puas, seolah semua penderintaanya hilang karena melihatnya.
Tapi disisi lain, Nicho kadang kala merasa bersalah atas semua yang ia perbuat pada Reszha, pria itu kadang berpikir, jika semua penderitaan Reszha terjadi karena dirinya. Yeah, walaupun tidak seratus persen, tapu itu benar adanya, Nicho selalu jadi pengacau ketenangan hidup Fareszha selama lima tahun ini. Tidak ada belas kasih memang, padahal Reszha belum cukup umur untuk semua ini.
"Aku ada urusan, semua yang kau butuhkan akan Ardian penuhi. Jangan berbuat onar, jika aku sampai mendengar dirimu merepotkan orang lain, aku tidak akan segan–segan menyiksa mu nanti." Ucap Nicho, dengan ancaman yang ia tuduhkan di akhir kalimat.
Mendengar hal itu, Reszha hanya bisa menghela nafas kecil, kepala gadis itu menggeleng, ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Nicho. Terkadang pria itu baik, tapi selebihnya sifat dan sikap pria itu seperti iblis, tidak memiliki belas kasih.
"Dasar labil."
~~~~~