Chereads / I Hate You, Because I Love You! / Chapter 2 - Two. Benci

Chapter 2 - Two. Benci

"Reszha, maaf, kayaknya impian kamu masuk SMA Negeri gabisa."

Fareszha menatap bingung pada guru TUnya, Bagaimana mungkin? Bukankah, jika menggunakan jalur prestasi, sudah pasti bisa masuk? Prestasi yang ia punyapun bukan satu dua, melainkan belasan.

"Kok bisa Bu? Bukannya pihak sekolah sudah memastikan bahwa saya seratus persen masuk ke SMAN itu?" Tanya Fareszha dengan nada yang sedikit gemetar.

"Ibu juga gatau, Zha. Tiba tiba pihak sekolah bilang gitu."

Fareszha hanya bisa menghela nafasnya berat. Impiannya, hancur begitu saja. Padahal ia sengaja mendaftar ke Negeri agar biayanya terjangkau. Jika harus masuk swasta, bisa bisa tabungan yang ia simpan selama ini akan jebol.

Waktu kelulusan tinggal 2 bulan lagi, kemana lagi ia harus mendaftarkan dirinya? Dari awal semester dua, dia sudah sangat tenang, karena tidak pernah memikirkan akan masuk kemana nantinya.

Namun sepertinya sekarang ia harus membuang pikiran itu mentah mentah.

"Bu...saya harus mendaftar kemana lagi?"

"Kamu tenang ya, Anak berbakat seperti kamu pasti banyak yang nyari!"

"Tapi Bu, Reszha kan gak terlalu pintar juga. Selama ini cuma ngandalin Prestasi non Akademik."

Fareszha dan Sarah hanya bisa menghela nafasnya, Fareszha memang tidak terlalu pintar dalam bidang Akademiknya. Namun, Fareszha berbakat dalam segala bidang.

"Kamu masuk swasta aja, ya?"

Fareszha memijat keningnya, pertanyaan inilah yang paling ia tak suka. Selama ini dia berjuang agar tidak terjerumus ke sekolah Swasta, yah..mengingat Swasta diJakarta tidaklah murah.

Ia mengambil satu persatu bukunya, dan mulai memasukannya kedalam tas, hari ini ia harus menghadiri ekstrakulikuler membidik, dan mendatangi sebuah toko yang akan menjadi tempatnya bekerja.

'Jam setengah dua belas.' Gumannya saat melihat jam ditangannya. Fareszha sudah mengemas semua barangnya, dan bersiap untuk pergi dan berpamitan pada guru yang selama ini selalu membantunya.

"Bu, Fareszha pamit dulu, ya."

Setelah menyalaminya dan mengucapkan salam, Fareszha berjalan kearah pintu, pandangannya yang sayu, sudah sangat menunjukkan bahwa gadis ini sedang berada dalam masalah.

Kini ia hanya bisa mengumpati pihak sekolah yang memberinya harapan Palsu. Sudah dekat kelulusan, bisa bisanya mereka baru menolak Fareszha. Jika memang tidak mau menerima, setidaknya beritahu ia dari awal, bukan hanya diberi harapan palsu.

Belum lagi, tahun ini Ocean harus masuk sekolah dasar, dan biaya untuk pengobatan Maura-pun harus tetap ia bayar. Tentu karena Fareszha tidak mau kakaknya dibuang begitu saja oleh pihak RSJ.

Memang, peluang kesembuhan mental Maura sangatlah tipis, tapi mau bagaimana lagi? Fareszha juga tidak mau kakaknya seperti itu. Mungkin, jika Fareszha tidak menguatkan dirinya, ia akan menjadi seperti kakanya juga.

"Eszha!"

Fareszha menoleh kearah gadis yang tadi menyerukan namanya, rasanya bosan sekali ia melihat wajah sahabatnya ini. Namun, ketika tidak bertemu akan saling rindu.

"Kenapa? Mau bareng lagi, Tan?"

Intan menggeleng, dari raut wajahnya, Fareszha bisa menebak, ada sesuatu baik yang terjadi pada sahabatnya ini. Dan tentunya itu membuat Fareszha sangat penasaran.

"Gue keterima 100 persen di SMA Negeri 08!"

Fareszha ikut bahagia atas keberhasilan Sahabatnya, Sma yang Intan sebut itu adalah salah satu Sma Favorit di Jakarta selatan. Tapi ada rasa sedih juga dihatinya, karena dia tidak bisa masuk ke SMA Negeri 28 Jakarta Selatan.

"Kalaupun nanti gue kesingkir, gue udah mendaftar dan memamtaskan diri di-Sman 108." Ujarnya masih dengan senyuman.

"Kalo lo? Gimana?"

Fareszha lagi lagi menghela nafasnya, kini kepalanya menggeleng kecil, dengan tatapan sendu yang menatap jalan, Intan sudah tahu, ada hal buruk yang terjadi padanya.

Intan memilih diam, ia tahu, bahwa Fareszha akan segera mengatakan hal yang mengganggunya. Ia mengusap punggung Fareszha, agar sang gadis bisa dengan leluasa bercerita.

"Berkas gue, dibalikin pihak sekolah."

Intan menatap Sahabatnya dengan tetapan tidak percayanya. Awal tahun ini, sangat jelas, Fareszha sudah diundang langsung ke SMA favorit itu. Bahkan pihak sekolah sana sudah sangat antusias menunggu kedatangan Fareszha.

"Engga mungkin, Zha. Mereka udah antusias banget nerima lo." Balas Intan masih tak percaya.

Fareszha hanya bisa menaikkan kedua pundaknya, dengan kedua alis yang terangkat, dan bibir yang sedikit digulum. Fareszha juga awalnya tidak percaya, tapi mau bagaimana lagi, mungkin ini sudah takdirnya.

"Engga bisa gitu, lo sama Bu Sarah harus pergi kesana lagi."

Jika dipikir pikir, yang dikatakan Intan ada benarnya, namun...untuk saat ini sepertinya ia tidak bisa melakukan hal itu. Fareszha masih banyak urusan, salah satunya lomba yang harus ia tangani sekarang ini.

Bukan hanya menjadi peserta, ia juga harus menjadi panitia untuk adik didiknya. Belum lagi, urusan dirumahnya juga belum selesai. Malam ini juga ia harus menghadiri acara keluarga besar, mewakili Almarhum orangtuanya.

"Besok aja, gue kan masih ada urusan."

"Yaudah, hati hati ya! selamat sampai tujuan!"

Setelah saling melambaikan tangan, dua sahabat itu berjalan kearah yang saling berlawanan. Sama seperti pola pikir mereka, namun itu tidak membuat mereka berpisah seperti sahabat pada umumnya.

Dengan rok biru, dan blazer abu abu, Fareszha menaikki bus yang tadi ia hentikan. Diumurnya yang kini genap 15 tahun, parasnya memang terlalu mencolok.

Darah blasteran memang tidak pernah berbohong, paras cantik nan manisnya terkadang membuat orang ingin berniat jahat padanya. Untungnya, Fareszha pintar dalam hal melindungi diri, istilahnya, jika orang itu maju selangkah, maka Fareszha akan berlari seribu langkah.

Mengingat tentang lomba, ini adalah lomba memanah dan membidiknya yang ke-tiga. Mustahil bukan jika ia harus ditolak karena prestasinya?

"Pak saya turun disini."

Bus berhenti setelah Fareszha mengucapkannya. Fareszha membayarnya, kemudian mulai melangkahkan kakinya, untuk mulai menuruni tangga yang disediakan.

Dari bawah sini, Fareszha menatap gedung tempatnya berlatih. Ruangan ruangan digedung ini memang sengaja disewakan untuk kegiatan kegiatan diluar sekolah.

"Harus ketemu simulut silet lagi nih." Ujarnya sembari mengelus dada.

*******

Nicho POV on.

Malam ini, keluarga besar akan melakukan kumpul keluarga. Aku sudah bersiap disini, duduk ditempatku sebagai tuan muda dari keluarga William.

Namun ada yang kurang, beberapa tahun ini, aku harus menghadiri acara perjamuan keluarga sendiri, tanpa ditemani sosok yang dulu sering berada disisiku.

Walaupun sudah berlalu enam tahun lalu, aku tetap tidak bisa melupakan Ema, putri dari anak sepupu kakeku, Tuan Hendrick Putra. Kami sudah berencana untuk menikah ketika umur kami genap 20 tahun. Namun sayangnya, karena anak itu, Ema harus merenggutnya nyawanya.

Aku tahu, kematian itu takdir, namun...jika anak itu tidak memaksa untuk pergi, aku yakin, Ema akan tetap berada disisiku sampai sekarang. Jika ditanya, apakah aku membencinya atau tidak, aku jawab, aku sangat membencinya.

Aku tahu, dia adik dari Ema, dan, dia penyebab kematian Ema. Aku sangat membencinya, walaupun dulu aku juga menyayanginya, layaknya adikku sendiri.

"Fareszha Hendrick Putri" Gumanku, saat melihatnya datang bersama pria kecilnya.

Jujur saja, jika dibandingkan dengan Ema dan Maura, Fareszha lebih cantik dan menawan, namun, itu hanya ia gunakan untuk menutupi hatinya yang busuk.

Jangan salah mengira, diumurnya yang 15 tahun, bukan berarti Fareszha hanyalah gadis polos dan lugu. Selama satu tahun ini, aku sering melihatnya pulang malam, dan terkadang bersama seorang pria, yang bisa dikatakan lebih tua darinya.

Aku selalu penasaran, apa yang sebenarnya gadis itu lakukan? Aku sangat yakin, hal yang ia lakukan bukanlah hal yang positif. Memang, dia adalah parasit dikeluarga ini, selalu membuat nama keluarga besar tercoreng.

"Ocean, jangan tarik tarik kerudung kakak dong!"

Aku hanya tersenyum miris, pasalnya, pashmina yang ia gunakan hanya untuk menutipi semua dosanya. Anak gadis ini, tidak sepolos yang orang orang pikirkan.

"Ups, maaf."

Ternyata, bukan hanya aku yang membenci gadis ini. Mike Orlando, aku tahu siapa dia. Pria itu dengan sengaja menumpahkan segelas wine ke rok Fareszha.

Kasian sekali dia. Di tambah, ia sekarang menjadi tontonan saudara saudara yang lain. Aku mungkin benci padanya, namun aku akan lebih senang jika melihatnya di bully di depan banyak orang.

"Mike!" Runtuk Kak Chika.

"Aku tidak sengaja, kak." Balasnya dengan smirk.

Sepertinya, ini akan sangat menarik.

Aku melangkahkan kaki kearah kerumunan itu, siapa yang mau melewatkan keributan ini? Jujur saja, aku tidak mau. Berapa banyak orang yang membencinya? Semoga semakin banyak.

"Bantu Fareszha membersihkan diri, cepat!"

"Tidak perlu, bu." Balasnya dengan tatapan yang masih menunduk.

"Bagaimana jika aku antar, hm?"

Semua orang disini menoleh kearah ku, ada apa? Ada yang salah dengan ucapanku? Tidak ada kan?

"Tidak perlu, biar aku yang bantu dia."

Aku mengambil alih tangan Fareszha, yang di genggam oleh kak Chika. Aih, kakakku ini terlalu keras kepala. Dari ekor mataku, aku lihat Ibu menahan Kak Chika yang hendak menyusulku.

Aku memberi kode pada Mike, agar segera menyusul dengan alasan yang berbeda. Aku tahu, gadis yang sedang aku genggam tangannya ini sedang ketakutan sekarang.

Tenang saja, dia tahu bahwa aku sangat membecinya.

"Paman, aku bisa sendiri." Ujarnya, seraya mundur beberapa langkah dariku.

"Masuklah!"

Aku mendorongnya kedalam bilik kamar mandi, dan mengunci pintunya dari luar. Ia ingin membersihkannya sendiri bukan? Aku sudah menyetujuinya loh.

"Paman! Buka pintunya!"

"Apa? Aku tidak mendengar mu, gadis!"

Aku tersenyum tipis diluar sini, alih alih membuka pintunya, aku berjalan kearah stop kontak. Semua orang seharusnya tahu apa yang akan aku lakukan.

"Dimana anak pembawa sial itu, kak?" Tanya Mike, dengan sebotol wine di tangannya.

Aku menunjukkan keberadaan Fareszha dengan sorot mataku. Aku tidak suka bermain fisik, biarlah Mike yang melakukannya, dan aku menonton dengan tenang.

Mike membuka pintunya, dan menarik paksa Fareszha. Fareszha tahu, Mike tidak pernah menyukainya, maka dari itu, ia langsung mundur ketika tahu, Mike lah yang membuka pintu.

"Sepertinya, kau sangat senang bermain, Fareszha."

Tanpa aba aba, Mike menumpahkan se botol wine itu. Bukannya bersih, Fareszha semakin di kotori dengan minuman berwarna merah itu. Orang yang kotor, akan tetap kotor.

"Apa yang kau lakukan!"

"Paman tolong aku!"

Menolongnya? Mimpi saja.

Aku hanya tersenyum simpul dan menggeleng kecil. Fareszha hanya menatapku dengan tatapan tidak percayanya. Ada apa? Seharusnya dia tahu responku bukan?

"Apa salahku pada kalian?!"

~~~~~