Andini memesan dua Cheese Quiches hangat, cake keju salah satu makanan kesukaan Andini di tempat itu, segelas Hot Coffee berukuran tall dan segelas Hazelnut Chocolate ukuran reguler. Andini mengeluarkan debit card dari dompetnya diberikan ke kasir, setelah menggesek debit card di mesin pembayaran, tak lama kemudian pesanan sudah siap tersaji di hadapannya.
Andini kembali ke tempat duduk dengan membawa pesanannya itu. Ketika ia berjalan, Michele memberi isyarat dengan kedua matanya dan gerakan bibirnya "Arah jam Sembilan," Andini mengernyitkan dahi, bingung tapi menuruti aba-aba dari Michele. Dan ketika Andini menoleh, pria berambut merah itu tersenyum ke arahnya. Andini berjalan dengan cepat menghampiri Michele.
Andini meletakkan semua pesanannya di atas meja.
"Hot Coffee.. and…. Hot Hazelnut Chocolate," Michele memandangi hidangan itu dan kemudian menatap Andini.
"Kamu benar-benar nggak pernah berubah, Hot Hazelnut Chocolate?" Michele menekan tatapannya, Andini hanya mengangkat bahu. Meraih gelas minuman dan menyesapnya dengan lembut. Kemudian mencomot Cheese Quiches yang masih hangat dan menggigitnya. Michele tak mau ketinggalan, ia memasukkan sedikit gula dan cream kedalam minumannya. Dan ikut melahap Cheese Quiches dengan menambahkan saos sambal di atas permukaannya.
"Andin, kamu harus mencoba minuman lain. Hot Coffee misalnya?" Michele mengangkat gelasnya dengan mulut penuh makanan.
"Aku tak bisa meminumnya, kamu tahu kan, aku nggak bisa bersahabat dengan Coffee." Jawab Andini.
"Oke, gimana kabarmu, Miss Andin?" Michele mengerling genit menggoda Andini.
"Seperti yang kamu lihat." Andini duduk dengan tegap agak sedikit membusungkan dada. Michele tersenyum meraih gelas minuman setelah menghabiskan potongan Cheese Quiches terakhirnya.
"Kamu sendiri gimana?" Andini balik bertanya.
Michele terdiam sesaat, kini wajahnya berubah, ia meletakkan minumannya menarik nafas dan kemudian menatap keluar kaca. Ia mendesah kembali menatap Andini dengan tersenyum namun kali ini berbeda dengan senyuman yang tadi. Andini menatap Michele dengan seksama.
"Itulah mengapa aku ingin bertemu denganmu, Andini." Michele meraih tasnya yang ia letakkan di belakang tubuhnya. Membuka resleting bagian depan tas bermerk terkenal itu bisa dilihat dari logo yang tertempel di bagian depan tas berbahan kulit warna coklat muda itu "Hermes" Michele mengambil sesuatu, amplop coklat dan diberikan ke Andini, "Ini bacalah" Andini mengambilnya dan membuka amplop coklat itu mengeluarkan isinya. Andini membuka map berwarna putih dan dengan serius lembar demi lembar ia baca. Ekspresi wajah Andini datar, sesekali alis kanannya terangkat ke atas dan ia melirik ke Michele kembali membaca dokumen itu dan menarik nafas.
"Hmmm …" hanya itu yang kini keluar dari mulut Andini masih membaca.
Michele duduk bersandar memandang Andini menunggu dengan sabar, mendekap kedua tangannya dan sesekali menyentuh kedua pipinya, dingin. Ia kemudian menyeruput kembali minumannya.
"Chele, aku nggak tahu kalau kamu tengah mengalami hal ini," Andini menatap Michele, tapi kali ini tatapannya berubah, merasa kasihan dan berjuta pertanyaan ada dibenaknya. Andini kembali membaca dokumen itu.
"Din, kamu bisa kan bantuin aku?" Michele menaruh minumannya dan mencodongkan tubuhnya dekat dengan Andini, meraih lengan Andini, wajah Michele memelas saat ini. Andini merasakan sentuhan tangan Michele dingin, dingin sekali.
"Chele, sudah berapa lama kamu bisnis ini?" tanya Andini menaruh dokumen itu di atas meja, menggeser gelas minumannya.
"Kurang lebih setahun." jawab Michele.
"Papa kamu apa kabarnya?"
"Kamu tahu kan Din, setelah aku nikah sama Mas Danang, aku nggak pernah lagi berhubungan dengan keluarga besarku," Michele tertunduk, Andini meraih tangan Michele menggenggamnya erat.
"Aku akan coba bantu kamu sebisa mungkin. Berapa kira-kira keuntungan dari usaha ini." Andini meraih gelasnya lagi, menyesapnya.
"Aku menghitungnya dengan detail dan yakin ratusan juta dalam sebulan, pasti!" dengan yakin Michele menjawab.
"Kamu tahu kan Andin, proyek ini pastinya sangat menjanjikan. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang konsumtif dan mereka lagi demam sama style fashion Asia khususnya ala Korea, aku yakin akan sangat menguntungkan." Lanjut Michele kali ini antusias. Andini tersenyum melihat sahabatnya itu, yah Andini sangat mengenal Michele sejak duduk dibangku SMA.
Mereka satu sekolah dan bertemu kembali di Universitas yang sama di Bandung. Michele terlahir dari keluarga pengusaha, Prabowo Sutedja. Siapa yang tak mengenal nama itu, pemilik perusahaan retail terbesar di Indonesia bahkan di hampir setiap kota Supermarket milik keluarganya ada, dan salah satunya di dekat restoran ini. Dan jika saat ini Michele meminta bantuannya kepadanya, itu berarti sahabatnya memang tengah dalam masa yang menyulitkan.
Bersambung ...