-Moirai Valentine-
Seperti ikan yang sudah terlilit dalam jaring, tidak ada tempat untuk kabur selain mengikuti arus nasib. Jika umurmu panjang kau akan kembali merasakan kebebasan, jika tidak maka kau akan berakhir di penggorengan.
------------------------------------
"Sejak kapan mereka dekat?" Erlang membuka suara setelah Sella dan Bintang menghilang di ujung koredor.
"Hah? Siapa? Bintang sama Sella? Atau Maura dengan pria itu?" tanya Gilang terlihat sedikit bingung.
"Ck, lupakan."
"Maura ya?"
Erlang mengeram kesal. Tanpa menjawab pertanyaan Gilang, pria itu langsung memasuki kafeteria dengan tampang sulit ditebak.
Gilang mengangkat bahunya, salahnya apa coba? Setelah itu mengikuti langkah Erlang sampai pria itu berhenti tiba-tiba.
"Kenapa berhenti?"
Gilang mengikuti kemana arah pandangan Erlang. Irisnya berhenti saat menatap penghuni kafeteria yang sedikit heboh. Kasak-kusuk yang menjadi-jadi di setiap meja yang dihuni sebagian besar dari asrama Libra.
Pertanyaan demi pertanyaan mulai merambat ke segala arah. Erlang menaikkan alisnya saat nama asramanya disebut-sebut.
Dari pembicaraan tidak jelas itu Erlang menangkap beberapa hal, pertama mereka sedang membicarakan perihal hubungan rahasia antara dia dan si gadis Libra.
Kedua pandangan permusuhan dan tanda tanya besar yang tertuju pada meja paling tengah yang diisi beberapa gadis yang salah satunya ia kenali.
Maura.. gadis itu sedang membantah mati-matian.
"Please, ini salah paham, ok." serunya. Sedangkan teman semejanya sama sakali tidak mengubrisnya.
"Benar juga. Tadi malam lo kan gak di asrama sampai lewat tengah malam, jadi semua benar, kalian pacaran ya!" teriak salah satu gadis yang berada tepat di samping Maura.
"Apa kalian tidur bersama?"
"HAI!!" teriak satu-satunya pria yang duduk di hadapan Maura. Matanya melotot, penuh penghakiman.
"Maura jawab dengan jujur, atau kuadukan sama tante," bentaknya.
Erlang menatap tidak suka. Ia merasa jika pria itu terlalu posisif sebagai teman. Atau dia memiliki perasaan pada gadisnya.
'Gadisnya?'
Damn it!!
Erlang mendecak pelan, sejak kapan ia mengklim Maura sebagai gadisnya? Ini tidak benar. Di dalam hatinya hanya ada Sella dan maura hanya salah satu bentuk taruhan tidak lebih.
Tepukan pelan dari Gilang langsung menyadarkannya. Pria itu menoleh dan mendapati Gilang yang terkekeh pelan.
"Jangan cemburu, dia itu sepupunya Maura. Namanya Gio," bisik Gilang pelan. Pria itu seolah tau apa yang sedang dirasakan oleh temannya.
Erlang mengerutkan alisnya, ia tidak tau gadis itu mempunyai saudara sepupu. Ia juga sedikit kesal saat merasa jika hanya dirinya yang tidak mengetahui seluk-beluk tentang Maura, sementara Bintang dan Gilang jauh lebih tau.
"Lo gak usah cemburu, harusnya lo cemburunya sama cowo yang di peluk Maura tadi bukan sama sepupunya."
"Siapa yang cemburu! Matamu buta apa!"
Erlang membentah kasar, kemudian melangkah mendekati meja tengah yang di huni oleh Maura dan teman-temannya. Bibirnya tersunjing tipis saat melihat Maura yang frustasi.
Ia menikmati semuanya.
"Kan aku sudah bilang, tadi malam aku cari file, itu doang gak lebih, astaga.."
Maura menelungkupkan kepalanya di atas meja sambil mendesah kesal. Padahal ia sudah menjelasakannya berulang kali.
"Maura.." panggil Erlang. Ia sengaja membuat kegaduhan. Sontak saja semua mata langsung tertuju padanya, tanpa terkecuali. Bahkan Gilang memutar matanya bosan melihat tingkah sahabatnya itu.
Maura bangkit dari posisinya dengan mata melotot tidak percaya kearahnya.
Erlang tersenyum tipis dan menarik pelan kursi kosong tepat di samping Maura. "Boleh bergabung?" tanyanya.
Tidak ada satupun yang membuka suara, diam mematung dengan posisinya sama.
Erlang jelas tau yang dia lakukan saat ini akan berdampak besar nantinya. Karena selama tiga tahun ia sekolah di sini tidak ada satupun wanita yang ia dekati secara terang-terangan seperti saat ini. Tidak juga dengan Sella.
Hanya Maura Otkavia Magen..
"Sial.." Maura berguman rendah sambil mengusap wajahnya kasar.
--------Moirai Valentine--------
Erlang memasuki asrama phoniex dengan napas terenggah-enggah setelah berlari kencang. Kelas sudah berakhir dan sialnya hujan turun saat ia berada di tengah perjalanan menuju asrama.
Erlang melepaskan seragamnya tepat di ruang santai asrama. Ia tidak peduli dengan pandangan anak-anak gadis yang terpesona dengan bentuk tubuh bagian atasnya yang terekspos sempurna.
Helaian rambutnya basah, tetesan air itu mengalir di ujung-ujungnya, membuat kesan panas dicuaca dingin ini. Erlang mendesah beberapa kali sebelum melirik keadaan sekitarnya yang tampak canggung.
"Apa ini?" tanyanya setelah sadar jika dia tidak sendirian di sini.
Hampir semua anak-anak Phoniex berkumpul di ruang depan dengan kegiatan masing-masing, molotot kearahnya dengan pandangan berbeda-beda. Sella mengerutkan alisnya sebelum kembali menatap buku di pangkuannya.
Gilang menjatuhkan tubuhnya di kursi kosong sendirian sambil menghirup secangkir coklat panas yang asapnya masih mengepul keluar.
Tak jauh dari tempat Gilang, Bintang bangkit dan melemparkan hoodie-nya ke arah Erlang.
"Pakai baju! Lo gak liat cewe-cewe sudah hampir mimisan," serunya. Setelah mengatakan itu ia kembali duduk di tempatnya.
Sontak semua anak gadis di sana langsung memalingkan muka, malu.
"Shitt!!" Erlang mengumpat kasar, ia memakai hoodiie itu dengan cepat, kemudian ikut bergambung bersama teman-teman se-asaramanya.
"Kencan dengan gadis Libra eh, Erlang? Apa itu gak salah?" tanya salah satu anak kelas tiga yang seangkatan dengannya. Dia sedikit lebih tua dengan jabatan ketua murid yang membuatnya sedikit angkuh.
Erlang mendongkrak dan meliriknya sekilas. Jelas ada nada penghinaan yang terselip di sana. Bukan rahasia umum lagi jika kedudukan antar asrama saling di perdebatkan dalam satu hubungan.
Selama beberapa tahun, dan turun-temurun tidak ada anak asrama phoenix. yang tertarik untuk berkencan dengan anak dari asrama lain, terlebih lagi dengan asrama Libra yang notaben posisinya paling bawah.
Mereka cenderong lebih memilih berhubungan dengan sesama asrama yang kedudukannya sama, sederajat.
Erlang adalah satu-satunya yang memecah rekor ini. Ditambah lagi dia anak mentri yang paling dihormati. Kabar hubungannya dengan Maura sudah persis seperti kabar seorang calon raja yang mempersunting anak budak untuk menjadi pendampingnya.
"Ayolah.. kita sudah membahasnya tadi." Gilang angkat suara. "Gak ada salahnya dengan Maura bukan?" lanjutnya.
"Gadis itu berasal dari asrama Libra, ini pelecehan namanya. Apa gadis itu memaksamu untuk berkencan dengannya?"
"Hentikan!! Tidak ada yang salah dengan Maura, jadi berhenti menghinanya." Bintang angkat suara dia melotot setengah kesal dan ikut bergabung bersama Gilang untuk menggkonfirmasi segalanya.
"Bagaimana jika orangtua Erlang mengetahuinya?"
"Tidak ada namanya pelecehan, astaga. Ayolah teman-teman, Erlang hanya berkencan tidak lebih. Sikap kalian seolah mengatakan jika Erlang mau menikahinya saja."
Benar.. ada apa dengan teman-teman asramanya ini.
"Erlang.."
"Kalian berisik!!" seru Erlang.
Pria itu berjalan lurus melewati anak-anak yang sudah ingin mengintrogasinya. Menaiki undakan tangga dengan perlahan menuju kamarnya. Ia berhenti di tangga ke tiga, menoleh sebentar.
"Aku hanya mengajaknya kencan satu kali di hari valentine hanya itu. kalian terlalu berlebihan," serunya, kemudian melanjutkan langkahnya disusul oleh Bintang dan Gilang yang berlari mengikutinya.
"Bubar-bubar, kalian sudah dengarkan, Erlang hanya main-main. Jadi tidak ada yang perlu kita takutkan."
Sayup-sayup Erlang masih bisa mendengar suara ketua kelas, sontak itu membuatnya kesal entah kenapa.
Bersambung…