Chereads / SEIN KIRI, BELOK KANAN / Chapter 32 - KETIKA PARA MANTAN MULAI BERAKSI (1)

Chapter 32 - KETIKA PARA MANTAN MULAI BERAKSI (1)

Saat di mobil, Alan diam saja seribu bahasa. Kulirik sedikit, hanya untuk memastikan, apakah terjadi sesuatu di wajahnya, seperti ketegangan atau kekekian, atau malah kecemasan. Namun, tidak sama sekali, ia terlihat tetap cool seperti sedia kala. 

"Hmm, kalo Aa' nggak dateng tepat waktu, entah bagaimana nasib aku tadi di sana." Kumulai saja untuk membuka percakapan, sambil terus mengarahkan pandangan ke dia. 

Barulah Alan menoleh, sebentar saja, kemudian beralih lagi ke arah jalan. 

"Saya 'kan sudah bilang, jangan bertemu dengan dia lagi, kamunya masih ngeyel. Begitulah jadinya, kalau nggak mau dengar apa kata suami." 

Dia bicara biasa saja sih, tapi nyelekit. Apa salahnya, tanya dulu gitu, kok bertemu di sana dengan Aldo, 'kan bisa kuceritakan duduk persoalannya bagaimana. Ini tidak, asal 'tembak' saja, gondok aku jadinya. 

"Eh, kenapa itu bibir monyong lima senti, dahi kerutnya nggak terhitung? Apa saya salah bicara?" Dia malah bertanya, sungguh terlalu. 

"Aa' tu kesannya nyalahin aku, nggak bisa gitu tanya-tanya dulu? Akunya juga nggak mau ketemu sama dia. Ini asal Aa' tau, ya, kemarin itu yang pas aku ketiduran, paginya aku ketemu Aldo, dia tinggal dekat rumah kita lho. Aa' nyari rumah kok nggak lihat-lihat kondisi tetangga, malah main ambil saja, mentang-mentang banyak duit." Aku tidak bisa menahan diri, untuk tidak 'ngomel'.

"MasyaAllah, gara-gara pagi ketemu sama mantan, kamu sampai ketiduran, gitu?" 

Alan ini kok makin ke sini, bikin 'bete' aja cara bicaranya. Tujuanku memberitahu dia apa, yang dia tanggapi malah lain. 

"Bukan begitu, aku mau ngasih tau Aa' ini lho, gara-gara ketemu Aldo pagi itu, aku sampai ngunci pagar dan matiin telepon, biar nggak diganggu sama dia. Aa' nggak tahu aja, gimana gilanya dia sama aku." Bukan bermaksud membanggakan diri, hanya saja supaya Alan bisa tahu, kalau istrinya ini, digila-gilai oleh lelaki lho. Meskipun, hanya satu itu yang jelas-jelas memperlihatkan kegilaannya. 

Mendengar penuturanku itu, Alan malah tertawa meledek. 

"Ya, baiklah. Kamu memang patut kok untuk digila-gilai, karena itu, kamu harus ekstra jaga diri, ya," ucapnya terdengar serius. 

Kali ini, kutanggapi saja dengan anggukan kepala berkali-kali. Pengakuan darinya yang terpenting, bahwa aku memang layak untuk digila-gilai. Secara tidak langsung, ia ingin mengatakan, betapa beruntungnya dia, memiliki aku, yang cantik jelita.

*

Malamnya, kudengar Alan mengangkat telepon dari seseorang. Semula posisinya di dalam kamar, lalu kemudian berpindah keluar. Aku terbangun, karena mendengar dia bicara setengah berbisik di telepon. Perasaan jadi semakin tidak tenang, terlebih saat kulihat jam di ponsel sudah menunjukkan pukul sebelas malam. 

Siapa ya? Jiwa kepoku kembali meronta. Aku pun memilih keluar kamar dengan hati-hati. Ingin tahu, apa sih yang dibicarakan? Kenapa sampai keluar kamar segala?

Kulihat Alan berdiri di beranda depan. Pintu sedikit terbuka. Dengan berjalan mengendap-endap seperti maling, akhirnya sampai juga di sisi pintu. Ia sama sekali tidak menyadari kehadiranku di sana. 

"Iya, saya nggak bisa. Maaf Yani, tapi saya sudah beristri, mohon maaf. Tolong jangan seperti ini. Tidak, saya harus menjaga perasaan istri saya."

Nah, poin ini yang terpenting, katakan seperti itu terus dong, apa pun yang dia mau, tolak terus. He he he.

"Oke, baiklah, kali ini saja, saya tidak ingin kamu begini lagi, lain kali tolong hubungilah teman-teman atau kerabatmu yang lain."

Apa? Dadaku seketika memanas. Mau apa wanita itu? Senjata pamungkas apa yang dia gunakan? Hingga berhasil membuat Alan mengatakan, oke.

"Iya, tunggu, ya. Waalaikumsalam."

Telepon sudah dimatikan. Duh, bagaimana ini kalau aku ketahuan sengaja menguping pembicaraan itu?

Aku harus bergegas kembali ke dalam kamar. 

"Nada."

Alamak, ketahuan. Belum lagi selangkah, kaki juga masih mengambang di udara. Terpaksa berbalik dan nyengir seperti kuda. 

"Iya, A'."

"Kebetulan, saya baru mau membangunkan kamu. Ayo temani saya sebentar," titahnya sembari berlalu menuju kamar. 

"Mau ke mana, A'?" tanyaku mengikuti langkahnya.

"Kok masih nanya? 'kan tadi nguping." 

***