"Kenapa nggak punya daya untuk menolak sebelumnya? Apa yang kamu mau dari saya?"
Gadis itu kian sangar saja, membuat pemuda di sebelahnya jadi bergidik sendiri. Bagaimana mungkin akan menikah dengan gadis seperti ini? sama sekali jauh dari kriteria idealnya.
Alan mengusap tengkuk. Ia berada dalam kebimbangan.
"Begini, Nad. Sebagai laki-laki yang telah menerima pinangan Ayahmu, saya tidak mungkin menarik kembali ucapan yang telah saya lontarkan tersebut, terlebih ini antara saya dengan Pak Abdul. Tetapi, jika kamu memang sangat keberatan untuk menikah dengan saya, silahkan sampaikan saja kepada orangtuamu, tentunya setelah kami pulang."
Alan akhirnya mengembalikan semua keputusan pada Nada. Jika memang Nada tidak menginginkan pernikahan ini, tidak mengapa, asalkan bukan dirinya yang membatalkan.
Nada tampak gusar, ia terus berpikir dengan keras. Jika dibatalkan, ia akan memiliki banyak waktu dengan Aldo, untuk mempersiapkan kembali proses bertemu dengan Pak Abdul. Tetapi, apakah tindakannya ini tepat? Sementara, menurut ayahnya, Alan ini adalah pria yang sangat pas untuk menjadi pendamping hidupnya.
Gadis ini mulai meragu. Jika ia tetap melakukan pernikahan ini, bisakah dirinya bahagia. Sementara, belum ada cinta yang tumbuh di hatinya. Mana mungkin ia mampu menepis bayang-bayang Aldo di pikiran, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Ah, ini sangat tidak mungkin.
Empat tahun menjalin kasih, kesetiaan satu sama lain saling diuji. Belum lagi pengorbanan, terlebih perhatian dan kelembutan Aldo padanya.
Nada melirik Alan, dia memang tampan, tapi, tak terlalu mampu memikat, sebab, image pertama yang lekat di ingatan Nada adalah, sosok kasar dan tidak bertanggung jawab.
Giliran gadis ini yang dilanda kebimbangan.
"Begini aja. Saya punya permintaan, sebut aja ini perjanjian pranikah, hanya kita berdua yang tau."
Tiba-tiba saja ide itu muncul di kepala Nada. Rasanya langkah ini tepat untuk dilakukan.
"Perjanjian pranikah?" tanya Alan terdengar bingung.
"Ya, dengan ini, baik kamu atau pun saya, akan sama-sama berada di posisi yang aman."
Entahlah, hanya saja, Alan merasa ini bukanlah solusi yang tepat. Tetapi, kembali lagi, bahwa di sini, ia hanya akan mengikuti apa yang diinginkan oleh Nada. Terserah saja mau melakukan apa, akan diterima dengan hati lapang.
"Akan saya pikirkan semalaman ini. Mungkin sebaiknya kita keluar dan masuk ke dalam rumah. Nggak enak, ditungguin lama-lama."
Ya, Alan mengangguk. Ia telah melewatkan beberapa menit dari waktu yang ditakarnya sendiri.
Mereka pun kembali masuk ke dalam rumah, disambut wajah semringah dari kedua belah keluarga. Agaknya, para calon besan, sudah mulai merasa akrab. Mereka terlihat sudah seperti keluarga besar. Canda tawa yang dilontarkan masing-masing pihak, benar-benar membuat suasana sangat mencair.
Nada takkan mungkin tega menyudahi kebahagiaan ini. Dan, hatinya kembali berkata, bahwa perjanjian pranikah itu adalah solusi tepat.
Menit kemudian, Alan dan keluarga sudah berpamitan. Wajah-wajah berseri terpancar jelas dari semua, terkecuali, Nada dan Alan. Hanya saja, tak ada yang memperhatikan.
Alan mengemudikan kendaraan dengan kecepatan sedang. Di sampingnya bapak duduk dengan senyum yang masih tersisa.
"Bapak suka dengan keluarga Pak Abdul. Mereka memang calon besan yang luar biasa."
Alan tersentak, ia mengemudi dengan fokus. Detik kemudian tersenyum, sambil menoleh sebentar ke arah bapaknya.
"Iya, Bu Jaenab juga ramah pisan. Ambu rasanya tidak sabar segera resmi berbesanan dengan beliau."
Alan melirik dari spion. Dan ia pun hanya membalas dengan senyuman.
"Rena juga suka Kak Nada. Berasa punya Kakak cewek, lagian, memurut terawang Rena, Aa' sama Kak Rena, cocok, jodoh. Aamiinkan dong Pak, Ambu, A'."
Giliran Rena yang berpendapat, memaksa keluarganya mengaminkan, lantas tertawa bersama. Dan, di balik ini semua, ada beban yang tersemat di batin Alan. Ia sangat menyayangi kelurganya, ingin sekali memberikan yang terbaik untuk mereka.
Bapak, Ambu, dan Rena, terlihat begitu nyaman dengan keluarga Pak Abdul. Terlebih sikap Nada pada Rena tampaknya juga sangat tulus menyayangi. Sepertinya, gadis itu memang penyayang, sayang sekali tidak pada dirinya.
Alan, mengambil keputusan untuk menerima pinangan Pak Abdul, karena memang sudah beberapa kali melakukan sholat di sepertiga malam, ia tak punya pilihan lain sebagai perbandingan, sebab, tak ada gadis yang saat ini memikat hatinya. Tidak pula Nada sebenarnya. Hanya saja, sosok Pak Abdul lah, yang memberikan ia sedikit pencerahan, akan gadis itu.
Melihat latar keluarganya, Nada pastilah gadis baik sebetulnya. Ia hanya sedang terlena saja akan buaian laki-laki itu. Pak Abdul tahu, sehingga ia meminta tolong pada Alan agar mau menyelamatkan anaknya dari lembah dosa.
Mereka sudah sampai di rumah. Alan pun telah memarkir kendaraan di carport rumahnya.
"Lan, kapan-kapan bawa Nada ke rumah ya. Ambu mau kasih coba dia rasa masakan Sunda ala Ambu. Kamu mau 'kan?"
Alan terkejut, bagaimana bisa membawa Nada ke rumah sementara hubungan mereka saja, masih berada di tahap terbawah.
"Insya Allah Ambu."
Setidaknya, jawaban demikian sudah cukup membuat Ambu senang.
------------
Malamnya, Alan menerima sebuah chat dari Nada. Mereka sudah bertukar nomor ponsel saat bicara empat mata tadi siang.
Saat membuka isi chat tersebut, mata Alan menjadi sakit karena Nada mengirimkan gambar sebuah kertas, yang berisi perjanjian yang telah ia buat sendiri. Isinya ada sepuluh poin. Kemudian pada bagian bawah, Nada telah membubuhi tanda tangannya, dengan keterangan, calon istri. Di sisi sebelahnya, juga sudah ada tempat untuk tanda tangan, dengan keterangan, calon suami.
Alan menghela nafas beberapa kali. Lalu, ia mulai memperbesar gambar tersebut, dan membaca satu per satu.
Isinya seperti ini.
[Perjanjian Pranikah Alan dan Nada.
Perjanjian ini dibuat, agar kedua belah sama-sama merasa nyaman sehingga tidak perlu saling merasa terikat, sebab, pernikahan ini dilakukan atas unsur paksaan.]
Baru membaca pembukanya saja, Alan sudah menghela nafas berat. Kenapa kalimat yang dituliskan Nada terkesan sangat brutal. Paksaan? Kasihan sekali Pak Abdul, dianggap telah memaksa Putrinya untuk menikah.
Alan kemudian melanjutkan membaca.
[Ada pun beberapa poin yang disebutkan dalam perjanjian ini, harus dipatuhi dengan sebenar-benarnya oleh kedua belah pihak.
Satu, Tidak perlu adanya aktifitas ranjang.]
Kenapa poin satunya langsung menjurus kepada hal ini? Tampaknya Nada sangat ketakutan, ia akan disentuh oleh Alan.
[Dua, Tidak perlu saling memperhatikan, memedulikan satu sama lain.
Tiga, Tidak ada kekangan, antara kedua belah pihak boleh melakukan apa pun yang diinginkan.
Empat, Menjurus pada poin satu, kamar tidur harus terpisah, atau jika terpaksa harus berada dalam satu kamar, tidak dibenarkan tidur di ranjang yang sama. Dan, dalam hal ini, jika berada di rumah calon istri, sang istri lah yang harus tidur di ranjang, calon suami di lantai, begitu sebaliknya. Jika berada di rumah calon suami, maka, calon istrilah yang akan tidur di lantai.]
Alan menggelengkan kepala, poin ke empat ini juga terlalu berlebihan. Apa yang ada dipikiran Nada? Jika pun memang tidak ingin satu ranjang, sebagai lelaki, ia takkan pernah membiarkan Nada tidur di lantai.
[Lima, Kedua belah pihak tidak perlu merasa memiliki tanggung jawab, hak, dan kewajiban.
Enam, Selama hubungan rumah tangga masih belum menemukan kecocokkan, dalam waktu tiga bulan, salah satu pihak boleh mengajukan perpisahan, dengan alasan ketidakcocokkan.]
Perpisahan?
Bagaimana mungkin, menikah untuk berpisah? Alan tak pernah terniat akan hal ini. Ia sampai memejamkan mata, karena terlalu tidak percaya.
[Tujuh, Kedua belah pihak tidak boleh saling mencampuri urusan masing-masing.
Delapan, Di depan semua orang, hendaknya bersikap manis layaknya suami istri harmonis, setelahnya, harus kembali menjaga jarak.
Sembilan, Tidak ada bantahan untuk setiap poin yang telah dibuat.
Sepuluh, Tambahan poin bisa saja terjadi, seiring berjalannya waktu.
Demikianlah, perjanjian pranikah ini dibuat, agar bisa digunakan sebagai mana mestinya.]
Alan tidak percaya ini. Ia kemudian segera mengetikkan balasan.
[Apa kamu sudah berpikir matang dengan semua poin-poin yang kamu buat ini?]
Jantung Alan seolah bergemuruh setelah mengirimkan balasan pesan tersebut. Bisa-bisanya Nada membuat sebuah perjanjian pranikah teraneh yang pernah ia baca.
------------