Chereads / My Senior is My Husband / Chapter 9 - Pembalasan Pertama

Chapter 9 - Pembalasan Pertama

"Aleena!" ucap Mikael spontan ketika mendengar penuturan temannya. Langkahnya dengan cepat membawanya berada ditengah- tengah kerumunan yang ada disana.

"Ada apa?" tanya Mikael saat dirinya sudah berada ditengah kerumunan sana. Namun seketika matanya membelalak ketika melihat pemandangan tak biasa tepat dihadapannya.

Dilihatnya Audrey yang sedang merintih kesakitan karena tangannya dicengkeram erat oleh Aleena. Mata gadis itu memerah menahan sakit yang luar biasa. Namun beda halnya dengan ekspresi Aleena, ia hanya memandang seolah tak memiliki empati pada Audrey didepannya.

"Lepasin Audrey!" pinta Mikael dengan menatap dengan mata elangnya. Suaranya pun sangatlah dingin seolah tak ada siapapun yang bisa mengusiknya.

"Siapa kamu?" ucap Aleena dengan menaikkan salah satu alisnya. Dagunya terangkat seolah meremehkan lelaki dihadapannya. Memang apa hubungan Mikael dengan gadis didepannya.

"Lepasin, Aleena!" bentak Mikael langsung meninggikan suaranya. Emosinya memuncak seketika. Baru kali ini ada yang berani menolak ucapannya. Apalagi itu adalah seorang gadis yang baru sehari kemarin ditemuinya. Ekspresi Aleena benar- benar membuat Mikael jengah dengannya.

Sedangkan Aleena terkejut karena bentakan yang baru saja diterimanya. Tangannya pun spontan untuk melepaskan cekalannya pada Audrey disana. Mata merahnya membola seakan tak percaya pada orang asing yang baru kali ini membentaknya.

Audrey yang baru saja lepas dari cekalan Aleena pun langsung berlari ke Mikael seolah meminta perlindungan. Tangannya pun langsung bergelayut manja dilengan sang lelaki tampan.

"Lihat dia, El! Tangan aku benar- benar sakit gara-gara dia!" ucap Audrey dengan nada mendayu- dayunya. Semua siswa yang berkerumunun disana pun kompak memasang wajah malas mereka. Lagi- lagi Audrey memasang muka keduanya.

"Yaelah, gatel banget sih!"

"Nggak tau tuh! Urat malunya putus kali!"

"Nggak tau diri banget sih, Cabe!"

Beberapa hardikan tajam langsung terdengar di telinga Audrey yang saat itu masih setia dengan posisinya. Pelukan Audrey di tangan Mikael pun kian mengerat seolah hanya miliknya semata.

"Iri bilang dong! Iya kan, Sayang?" ucap Audrey membalas nyinyiran para siswa di belakangnya. Tak lupa dengan panggilan Sayang yang sengaja diucapkannya pada Mikael seolah mengumumkan ia adalah kekasihnya.

Namun bukannya menanggapi, tatapan Mikael malah fokus tertuju pada manik Aleena. Kedua saling tatap hingga waktu yang lama. Mikael dan Aleena seolah berdebat hanya dalam pandangan mata.

Sedetik berikutnya, Mikael langsung menghempaskan tangan Audrey kasar dari lengannya. Kakinya pun bergerak mendekat pada Aleena menariknya keluar dari kerumunan sana.

Semua siswa menatap cengo kearah keduanya. Karena untuk kedua kalinya, Mikael menggenggam tangan gadis yang sama. Sungguh mereka sangat iri dengan posisi Aleena.

"Lepasin!" ucap Aleena sambil meronta- ronta. Namun bukannya terlepas, cekalan Mikael malah semakin mengerat disana. Langkah Mikael memimpinnya untuk sampai di rooftop sekolah yang merupakan tempat berkumpulnya Mikael dan kawan- kawannya.

Mikael membanting pintu rooftop lalu segera menguncinya. Tangannya pun langsung menghempaskan tangan Aleena dengan kasarnya. Manik Mikael menatap Aleena dengan tatapan marahnya.

"Lo ngapain Audrey, hah?!" tanya Mikael dengan nada tinggi diseluruh kata- katanya. Tangannya pun terkepal erat seakan bersiap menghabisi siapapun yang mengusiknya. Mukanya memerah menahan amarah.

"Dia duluan yang mau tampar aku! Emang salah kalau aku memberontak?" ucap Aleena tak kalah keras pada Mikael yang kian menatap nyalang padanya.

"Kalau dia emang mau ngebully elo, kenapa lo nggak minta bantuan aja?" hardik Mikael semakin menjadi di sana. Ia tak habis pikir dengan gadis kecil dihadapannya. Jangan sampai ia membuat ulah lagi dengan Audrey karenanya.

"Apa menurut kamu ada yang mau bantu? Kamu tuh kenapa, sih? Dia pacar kamu, kan? Seharusnya kamu lebih banyak buat kasih didikan etika buat permaisuri cabe kamu itu!" ucap Aleena penuh tanda tanya. Ia hanya bisa ingin terus menghardik seorang lelaki dihadapannya.

"Gue bahkan nggak sudi jadiin dia sebagai pembantu, apalagi jadi permaisuri!" elak Mikael langsung membuang muka.

"Terus kenapa kamu nyeret aku buat dateng ke tempat ini?" tanya Aleena mencondongkan sedikit tubuhnya untuk menatap Mikael yang berpaling darinya.

"Atau jangan- jangan.." lanjut Aleena sambil menerka- nerka. Matanya pun kini menatap intens kearah Mikael yang sedang membuang muka.

"Jangan- jangan apa?" tanya Mikael pada Aleena. Tatapan intens miliknya membuat Mikael merasa tak nyaman hingga tak ingin memandangnya.

"Jangan- jangan kamu yang udah nyebarin foto keluargaku di mading sekolah tadi?" ujar Aleena dengan keyakinan penuh dari sorot matanya.

"Bukan!" hanya satu kata yang lolos dari bibir Mikael. Namun ternyata jawabannya malah membuat Aleena semakin naik pitam disana.

"Kamu!" hardik Aleena dengan telunjuk mengarah tepat ke muka Mikael. Langkah besar pun diambil Aleena kian mendekat padanya.

"Apa?" tanya Mikael masih dengan nada santainya. Seolah tidak ada apapun yang terjadi diantara mereka.

"Apa kamu tau, perbuatan kamu itu udah ngehancurin martabat keluargaku! Aku tau kamu punya banyak uang, sampai dengan mudahnya kamu sebarin gosip murahan!" teriak Aleena mengutarakan segala penyebab kemarahannya hari ini. Matanya pun memerah menahan amarah serta air mata akibat ulah oknum dihadapnnya.

"Maksud lo apa?" tanya Mikael menaikkan salah satu alisnya. Ia benar- benar tak mengerti dengan apa yang dilontarkan Aleena. Rencana balas dendam belum sama sekali dijalankannya.

"Pura- pura bego, ya? Ini apa?" ucap Aleena sambil membuka selebaran yang sedari tadi digenggamnya erat dari koridor sana. Selembar kertas putih yang tercetak foto aib keluarganya.

Mikael pun tercengang dibuatnya. Tangannya secepat kilat merampas kertas itu dari tangan Aleena. Bagaimana bisa ada yang memotret dirinya?

"Jawab! Itu apa?!" Hardik Aleena masih dalam posisi yang sama. Matanya pun kini berair mengeluarkan butiran air mata.

"Aku benci kamu!" hardik Aleena semakin kencangnya. Tangannya pun terkepal kuat karena tak terbayang seberapa brengsek kakak kelasnya.

Mendengar kata- kata Aleena pun Mikael langsung naik pitam disana. Kaki Mikael membawa Aleena untuk terus mundur hingga punggungnya terhantuk dinding disana. Tangannya terangkat mencengkeram kedua tangan Aleena dengan kasarnya.

"Sakit!" ringis Aleena menahan rasa sakitnya. Sehebat- hebatnya Aleena, ia pasti juga akan kalah dengan kekuatan yang dimiliki Mikael.

"Lo pikir harga diri gue nggak hancur waktu bokap lo rendahin gue?! Lo pikir gue nggak malu terus dihina bokap lo hina- hina gue?! Jawab Aleena!" hardik Mikael semakin menjadi disana.

"Ini baru permulaan, pembalasan gue selanjutnya pasti bakal buat lo malu datang lagi ke sekolah! Camkan itu!" ucap Mikael dengan nada dingin khasnya. Matanya pun menatap tajam kearah Aleena yang sudah menangis tersedu- sedu karenanya.

Tangan Mikael menghempaskan tangan Aleena dengan kasarnya. Kakinya pun melangkah keluar dari rooftop sana.

Brakk!

Suara terbantingnya pintu kian menandakan kepergian Mikael dari sana. Sebenci apa dia sampai mau melakukan pembalasan lagi terhadap Aleena setelah tragedi mading disana.

Aleena menangis tersedu- sedu disana.

"Motorku!"