Chereads / First Love and Revenge / Chapter 4 - Pertemuan Martien dan Adam

Chapter 4 - Pertemuan Martien dan Adam

Rumah tiga lantai yang luas dan mewah, gaya arsitektur ala  bangsawan nampak  dari kemewahannya. Pohon Cemara tumbuh rapi berbaris di sisi  tembok pembatas, indah dan terawat.

Turun dari mobil mewah, ia disuguhi bunga yang bermekaran indah menghiasi jalan setapak menuju daun pintu rumah yang berdiri kokoh. Aroma bunga terhirup memanjakan Indra penciumannya. Keceriaan penghuni rumah nampak dari warna warni bunga yang tumbuh dengan sempurna.

Masuk ke dalam rumah ia kembali dibuat kagum dengan kemewahannya. Nuansa klasik tradisional yang elegan juga muncul lewat penggunaan karpet, model tirai dramatis, dan detail interior yang berwarna keemasan.

Seorang pelayan datang menghampiri majikannya ia membungkukkan badannya, menyambut kedatangan Tuan dan Nyonya nya.

Senyuman kembali terukir dari wajah Marisa, ia meminta pelayannya menyiapkan kamar untuk Martien. Marisa menuntun anak laki- laki itu untuk duduk di sebuah sofa mewah dan mengajaknya berbicara. Ia berbicara banyak tentang anak kesayangannya Adam. Sedang suaminya kembali ke ruang kerja melakukan tugasnya.

Marisa berpamitan ini waktunya ia bisa menghubungi anaknya, dalam pengobatan kali ini Adam ditemani kakek dan neneknya karena pekerjaan ayahnya yang kemarin mengharuskannya pergi ke islandia sampai akhirnya bertemu Martien.

Ia berjalan dengan penuh semangat memegang gagang telpon, terdengar suara manja dari anak kesayangannya. Ia juga mengatakan ada kejutan besar yang menantinya saat pulang ke rumahnya. Anak kecil itu sangat bersemangat terdengar teriakan yang membuat hati Marisa sangat bahagia.

Martien memperhatikan seisi rumah kediaman ayah dan ibu angkatnya. Jauh sekali dengan rumahnya yang dulu. Tinggal di rumah seperti istana seperti mimpi baginya. Bertemu dengan kedua malaikat adalah anugrah terindah baginya.

Beberapa hari berlalu, nampak semua pelayan berbaris rapi menyambut tuan muda kecil yang akan kembali pulang. Martien masih terheran seperti apa rupa anak yang disambut sebegitu hebohnya. 

Ia pun terkaget, saat semua pelayan menyiapkan pesta  kedatangannya. Jamuan makan siang begitu lengkap seperti  akan menyambut ratusan tamu, Martien berpikir Adam anak yang suka sekali makan dan bertubuh gendut.

Tebakannya salah besar, saat pengawal yang bertubuh tinggi besar membuka pintu mobil, yang menampakkan seorang anak bertubuh kecil, berparas tampan berambut pirang mata yang biru dan senyum ceria menghiasi wajahnya. Martin berpikir, apakah anak sekecil ini bisa menghabiskan makanan sebanyak itu.

Marisa mendekat dan berjongkok dengan merentangkan kedua tangannya, anak kecil itu berlari menghampiri ibunya, teriakan seorang wanita parubaya memecah keheningan ia berceloteh agar cucu kesayangannya tidak berlari atau kelelahan.

Pelukan hangat dan air mata bahagia tumpah membasahi pipinya, saat tubuhnya tengah memeluk anak kecil di hadapannya. Seperti tidak sabar, Adam bertanya  kejutan apa yang disiapkan ibunya. Maria mengusap ujung matanya yang haru bahagia melihat anaknya kembali. 

"Kau selalu saja, cengeng!" ucapan seorang wanita parubaya membungkam tangisnya seketika, wanita parubaya itu berjalan acuh tak acuh melewatinya. Ia menatap tajam ke arah Martien seketika anak yang baru bergabung dalam keluarga ini pun menundukan kepalanya, wanita parubaya itu menggelengkan kepala dan berlalu pergi.

"Mana kajutannya?" tanya Adam dengan tak sabar.

"Sebentar, sayang," Marisa memanggil Martien, seketika anak yang tengah tertunduk itu menghampiri Marisa, "ini kejutanya!" Adam menatap anak yang tampak lebih tua darinya dengan tatapan yang sulit diartikan. Martien sudah siap jika anak yang sangat terhormat itu tidak menyukai dia yang hanya dari desa pesisir.

Matanya terbuka lebar saat tiba- tiba Adam memeluknya, senyuman hangat terukir dari wajah anak kecil di hadapannya sangat menyejukkan pandangan, senyum tulus yang tak pernah ia temui sebelumnya. Dia tidak menyangka akan diterima baik oleh seorang putra mahkota kesayangan di rumah ini.

"Kakak!" panggilan itu seperti menggetarkan hatinya, ia mencoba mengerjapkan matanya menahan air mata haru yang akan bedah dari kelopak matanya, untuk pertama kalinya ada yang memanggilnya kakak, ia tak pernah menyangka akan dipetemukaan dengan malaikat kecil ini.

"Aku Adam!" ucapnya dengan melepas pelukannya dan mengulurkan tangannya senyuman terlukis dari bibir pucatnya. Martien menjabat tangan anak kecil yang sangat ceria di hadapannya dengan tatapan harunya. Ini seperti mimpi dan jika mimpi ia tak pernah ingin terbangun untuk selamanya. Selama ini, ia dan ibunya dibuang. Baik oleh keluarga ibunya dan juga oleh ayahnya. Di sini dia benar- benar diterima dengan baik 

Merasakan kehangatan kuluarga, kasih sayang, cinta dan ketulusan. Ia masih bertanya, kenapa anak seceria ini tampak pucat, dan apa yang menyebabkannya tidak sempurna. Ia melihat semua fisiknya sangat sempurna dia juga anak yang baik dan periang, beribu pertanyaan mengisi pikirannya.

"Kakak …," panggilannya sangat lembut, "Kenapa Kaka nampak muram, apa Kaka sedih? Ini!" Adam memberikan coklat yang masih terbungkus rapi, Martien masih menatap dengan harunya. "Ambilah! Kau tahu? Kata Dokter, coklat bisa mengurangi rasa sakit dan kesedihan, ayo makanlah!" pintanya lagi. Martien tak kuasa menahan air matanya ia memeluk anak yang baik hati itu dengan tangisan yang membasahi pipinya. Ia sudah tak kuat membendung rasa haru atas kebaikan keluarga ini. Tuhan mengujinya dengan rasa sakit yang bertubi dan saat ini Tuhan sedang mencurahkan kebahagiaan yang begitu melimpah.

"Kalau kakak sedih, kakak boleh peluk Adam!" ucapanya masih tampak terdengar cadel. Martien melepas pelukannya dan menggeleng pelan. "Jangan sedih! Kan ada aku, sekarang kita bersaudara!" jelasnya dengan tersenyum lebar. "Kau tahu? Aku sangat bahagia Mamy memberiku kado yang sangat istimewa dan berharga! Kakak akan menjadi sahabat dan kakakku selamanaya, janji!" pintanya dengan mengacungkan jari kelingkingnya. Hingga mereka pun menyatukan jari kelingkingnya untuk berjanji. Lalu Adam mengalihkan pandangannya pada ibunya.

"Mamy! Terimakasih, Adam sangat bahagia, jika pun Adam telah tiada, aku tidak pernah penasaran bagaimana rasanya memiliki saudara!" ucapnya dengan tersenyum lebar. 

Marisa mendengar itu menggelengkan kepalanya, dan memeluk anak kesayangannya itu. "Mamy akan lakukan apapun untuk kesembuhanmu, jangan pernah berkata demikian, Mamy tidak suka!" pintanya dengan tetap memeluk putra kesayangannya dan tangisan masih menemaninya. 

"Hey! Kenapa kalian menangis? Aku baik- baik saja! Aku kan anak yang kuat!" ucapnya dengan terkekeh, dan mengusap mata ibunya yang basah, "Aku mohon, jangan pernah menangis apapun yang terjadi, Mom!" Pintanya dengan tersenyum. Marisa hanya menganggukan kepalanya.

Martien merasa sesak saat Adam mengatakan hal itu, meski baru bertemu ia sudah memiliki rasa kasih sayang terhadap anak kecil berwajah pucat ini, senyuman hangat yang membuat semua orang rindu dan kebaikan hatinya meluluhkan hati- hati yang keras melebihi batu. Martien berjanji pada dirinya untuk tidak membiarkan Adam bersedih.

Panggilan seseorang menghentikan haru biru yang tercipta di teras depan rumah mewah itu.

"Adam! Sayang!" panggilan yang memecah keheningan itu membuat semua yang tengah bersedih  melirik ke sumber suara. 

TBC