Chereads / First Love and Revenge / Chapter 8 - Kepergian Ken

Chapter 8 - Kepergian Ken

"Maaf," ucap seorang dokter dengan membenarkan bingkai kacamatanya. Seperti tercekik, bukan tak paham atas perkataan Dokter dihadapanya, Olivia hanya ingin memastikan kebenarannya. Menggoyang kedua tangan dokter pemberi kabar tidak baik itu

"Apa maksudnya?" tanyanya dengan Isak tangis.

"Dasar wanita ini, pintar sekali dia berakting sedih!" Key menggerutu dalam hati.

"Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi Tuhan berkehendak lain," ucapnya kembali dengan menepuk punggung tangan Olivia seraya  berpamitan meninggalkan tempat itu.

Bak disambar petir di siang bolong, kabar itu mengguncang hatinya. Baru saja, Ken bermain dengannya, berpelukan dengannya dan sekarang? Key tidak ingin mempercayai kabar ini, ia tidak mau terima, tangisnya pecah.

Tatapannya tajam menatap gadis kecil yang tengah duduk dibarengi deraian air mata, entah apa yang ada di pikiran Olivia.

Bukan hanya sedih akan kehilangan saudara kembarnya. Tapi, ia benar- benar takut atas apa yang akan menantinya setelah kepergian adiknya. 

Ibunya pasti akan menyiksanya, nyalinya seketika menciut. Tubuhnya lemah mendengar kenyataan ini, hatinya sakit, kehilangan kembarannya dan tubuhnya bergetar hebat rasa takut melebihi kesedihannya. Ketika menatap mata ibunya yang memerah. 

Entah kenapa, ibunya selalu membenci mereka berdua. Key yakin alasan ini akan dijadikan senjatanya untuk menyiksa dirinya.

Olivia berjalan mendekati putrinya, Ia mencengkram kuat tangan anak berumur lima tahun itu, matanya memerah. Kesedihan dan kebencian telah menyatu tersirat dari tatapan matanya. Key menangis merasakan sakit di hatinya dan tangannya yang tengah memerah. 

"Sakit …," ucapnya lirih. Bukan melepaskan Olivia semakin mengencangkan cengkramannya. 

"Pembunuh!" tuduhnya dengan tangan satunya mencengkram rahang gadis itu.

"Ampun, Bu."

Tangisan gadis itu pecah sangat deras. Rasa sakit kehilangan dan rasa perih tuduhan yang dilayangkan padanya.

Semakin deras tangisan gadis kecil itu, ia benar- benar takut membayangkan apa yang akan dilakukan ibunya setelah kejadian ini. 

Seorang perawat keluar dari UGD. Ia melihat perlakuan Olivia kepada putrinya. Ia tengah menjambak rambut gadis kecil yang tidak berdosa itu.

"Kenapa bukan kau, yang mati!" geramnya, dengan mengeratkan gigi- giginya, "kau anak pembawa sial!" Olivia semakin menarik rambut anaknya seperti kesetanan. 

"Akting apa lagi wanita ini, bilang saja kalau kau menginginkan kematian kami berdua!" geram Key dalam hati yang sudah tahu siapa ibu mereka.

"Astaga, Nyonya! Apa kau sudah gila?!" Seorang perawat menghampiri dan mengambil paksa tangan Keysha menjauh dari ibunya. 

"Jangan ikut campur!" bentaknya.

"Tentu saja ini menjadi urusanku!" pangkasnya. Olivia memutar bola matanya dan membuang muka sebelum pergi ia sempat memberi peringatan kepada anaknya. 

"Awas, Kau!" ancamnya, dengan kembali mendorong tubuh putrinya. Ia berlalu memasuki ruangan yang menegangkan itu untuk menemui  putranya.

Masuk kedalam ruangan, tadi wajahnya menangis dan seperti sedang marah menyalahkan putrinya atas kematian saudara kembarnya. Di ruangan yang sepi ini tanpa ada siapapun ia tersenyum, entah apa yang ada di pikiran wanita ini.

Perawat itu menatap iba, melihat nasib anak kecil yang mendapat perlakuan tidak baik ini. Ia menggelengkan kepalanya dan   mengusap pucuk kepala gadis malang di sisinya.

"Kau baik- baik saja kan, dek?" tanyanya dengan berjongkok menatap lekat gadis kecil yang tengah menangis tersedu. "Kau pasti takut?" Seketika perawat itu memeluk gadis kecil di hadapannya. Tidak ada respon namun, Isak tangis masih terdengar. 

"Mana yang sakit? Kaka obati, yah?" tanya perawat itu terdengar sangat lembut, Key terbiasa dengan bentakan dari ibunya, mendengar kelembutan membuatnya merasa tenang.

"Ayo!" ajaknya kembali, bukan tidak mau tapi, jika Ibunya tahu dia bisa kena hukuman yang lebih parah dari ini. 

"Apa dia sering memperlakukanmu seperti ini?" tanyanya kembali. Key hanya menggelengkan kepalanya pelan. Baginya, Bagaimanapun, akan sangat bahaya jika orang lain tahu kehidupan merkea, ia tidak ingin orang tahu tentang kekejaman ibunya.

"Baiklah, Oh iya. Nih kakak punya permen dan coklat untukmu." Seorang perawat yang baik hati itu menyodorkan satu kotak permen dan dua batang coklat.

"Aku mau bertanya," ucapnya dengan nada lemah, "apakah adikku akan kembali bersamaku lagi?" tanyanya dengan nada sendu. Anak kecil ini masih belum benar mengerti maksud dokter dan tuduhan ibunya itu yang membuatnya sedikit paham, tapi ia hanya ingin memastikan.

Perawat itu bingung harus menceritakan pada anak yang masih sangat kecil ini, apa dia akan mengerti.

"Kakak, Tenang saja, aku akan menerima kenyataanya," cicitnya dengan tatapan yang sayu. 

"Kau tahu tidak?" tanyanya, seketika Key menggelengkan kepalanya. "Kau percaya pada kasih Tuhan?" tanyanya kembali, key hanya diam. "Tuhan itu sangat baik, Tuhan tidak pernah ingin melihat orang yang di sayanginya merasakan kesakitan," Keysya menatap dalam, Ia tak mengerti maksud ucapan wanita yang jauh lebih tua darinya ini.

Terlalu dini untuk dia memahami semua kata- kata ini. 

"Ken memang sering sakit." Nampak gurat kesedihan yang mendalam dari mata gadis kecil ini. 

"Nah, Tuhan tidak mau melihat saudaramu merasakan kesakitan. Maka dari itu, Tuhan mengajaknya tinggal bersamaNya." Seorang perawat mengulas senyuman yang sangat hangat. 

"Apa di sana dia bahagia dan tidak sakit lagi?" tanyanya polos.

"Tentu saja! Saudaramu sangat bahagia dia juga disana dilayani dengan baik," jelasnya dengan tersenyum bangga. 

"Benarkah? Kalau begitu aku ingin ikut dengannya, aku ingin bermain lagi dengannya!" Tampak gurat kebahagian dari wajah gadis kecil yang tengah bersedih itu.

"Tidak bisa!" sahutnya.

"Kenapa? Apa Tuhan juga tidak menyayangiku?" tanyanya dengan menatap sendu. Seketika perawat itu terkekeh pelan  gadis kecil di hadapannya begitu sangat menggemaskan.

"Tuhan menyayangi kita semua. Hanya saja, Tuhan memiliki kerentuan, kita tidak bisa meminta kapan waktunya kita tinggal bersamaNya, kau paham! Mungkin kau di takdirkan menjadi orang yang besar, tapi ingat! Jika sudah besar, kau harus melakukan sesuatu dengan selalu bertanya pada hati kecilmu," jelasnya. 

"Kenapa? Aku tidak mengerti maksud kakak." Ia bertanya dengan penuh rasa penasaran.

"Karena terkadang pikiran sering kali mengelabui kita, terdapat emosi didalamnya. Tapi, jika kita selalu bertanya pada hati nurani kita. Maka disanalah Tuhan berada, hati kecil kita, akan selalu berkata jujur! Tuhan akan menunjukan jalan kepada kita melalui hati yang suci bukan melalui pikiran, kau paham!" tuturnya.

"Tidak!" Key menggelengkan kepalanya. Wanita bermata bulat itu, terkekeh pelan mendengar jawaban gadis kecil di hadapannya.

"Adek kecil," ucapnya dengan nada yang sangat lembut. Sekarang mungkin kau belum mengerti, tapi kalau kau sudah besar. Nanti, kamu akan mengerti maksud dari ucapan kaka!" jelasnya. "Jadilah wanita yang tangguh dan kuat, seberapa banyak  orang yang membencimu, kau harus bisa bertahan dan doakan adikmu!" 

"Tentu aku akan berdoa agar dia mengajakku hidup bahagia di sisi Tuhan!" ucpanya penuh semangat.

Wanita bermata bulat dan berkulit eksotis itu terkekeh, "Tidak bisa berdoa seperti itu!" serkahnya.

"Kenapa? Salah lagi!" Gadis kecil itu mengerucutkan bibirnya. Baru saja akan menimpali ucapan anak kecil di hadapnya, teriakan seorang wanita paru baya menghentikan niatnya.

"Keysha!" teriakannya memecah keheningan ruang sakit.