Chereads / First Love and Revenge / Chapter 5 - Malaikat Tak Bersayap

Chapter 5 - Malaikat Tak Bersayap

"Daddy!" teriaknya, nampak senyum bahagia dari bibir anak kecil berhati malaikat ini, ia berlari menghampiri Daddy-Nya yang baru saja keluar dari mobil mewah dengan ditemani kedua pengawal yang berdiri tegap tepat di belakangnya.

Sang Daddy memangku putra mahkota kesayangannya itu. "Dad, kenapa sudah pulang? Bukankah ini masih pagi?" tanyanya dengan tersenyum manis dan menghangatkan itu.

"Karena anak kesayangan Daddy pulang!" jawabnya dengan mencium gemas pipi kiri dan kanan anaknya.

"Jangan menciumiku! Aku sudah dewasa!" protesnya dengan nada cadel khas anak kecil.

"Wah, benarkah? Berarti kau sudah tidak mengompol, kah?" Seketika anak kecil yang menggemaskan itu mencubit perut Daddynya. "Aduh! Sakit!" rengeknya dengan berakting kesakitan. 

"Jangan bilang- bilang! Ini rahasia!" bisiknya dengan sangat pelan dengan menempelkan satu jari pada mulut mungilnya.

"Rahasia apa? Bahwa anak kesayangan Daddy suka mengompol?!" godanya dengan mengeraskan suaranya. Sehingga membuat sang Mamy yang mendengar percakapan mereka pun terkekeh.

"Daddy! Aku marah! Anak kecil yang menggemaskan itu membuang muka dan mengerucutkan bibirnya.

"Baiklah, Padahal Daddy membelikanmu mainan keluaran terbaru! Karena marah, yah Daddy buang saja!" ucapnya dengan berakting akan melemparkan gundam keluaran terbaru itu.

"Jangan!" teriaknya, "Adam tidak marah, tadi hanya berpura- pura saja!" Ia merampas mainan di tangan ayahnya. Seketika pria yang masih setia memangku anak kesayangannya pun terkekeh pelan.

Martien melihat kebahagiaan yang sempurna di sini, tidak ada rasa iri di hatinya, Ia juga tidak meminta lebih. Baginya, bisa melihat dan merasakan kebahagian dari keluarga ini sudah cukup membuatnya bersyukur.

Selama ini, ia tidak pernah merasakan di peluk sosok ayah dalam hidupnya, jangankan diberikan mainan sekedar menyapa saja tak pernah ayahnya lakukan. Kadang Tuhan, memang adil dia memiliki kesehatan tapi terlahir dari keluarga yang tak bahagia. Sedang Adam terlahir dari keluarga bangsawan dan bahagia tapi tubuhnya sangat lemah.

Tatapannya sendu, ia teringat ibunya yang tengah tiada. Betapa malang hidupnya saat tinggal di pesisir pantai.

Aldrict sang Daddy menatap anak asuhnya itu, ia memahami kesedihan yang dialami Martien. Tidak memiliki orang tua dan berjuang sendiri untuk menyambung hidupnya sangatlah tidak mudah. 

Martien terlonjak, saat Daddy angkatnya memanggil dan melambaikan tangannya. Ia melirik Marisa, wanita cantik yang kini telah menjadi ibunya pun menganggukan kepalanya.

Dengan sedikit malu, Martien menghampiri ayah dan anak yang tengah melepas kerinduan itu. Sampai di hadapannya ia berdiri kaku.

"Hey, Nak, apakah tidak ingin memeluk Daddy?" tanyanya dengan membuka lebar kedua tangan yang kokoh. Namun, tetap memangku putra mahkotanya.

"Bolehkah?" tanyanya dengan sedikit malu, namun ia tersenyum bahagia.

"Tentu saja! Kemarilah, Kau juga kan anak Daddy!" ucapnya dengan mengelus pucuk kepala anak asuhnya itu. Seketika senyuman dan haru dirasakan anak yang tegar ini, seumur hidupnya baru kali ini dia merasakan pelukan seorang ayah, begitu hangat dan nyaman.

Dia merasakan kebahagian yang tak pernah ia rasakan, tangispun pecah membasahi kemeja sang Daddy. "Jangan menangis, ingusmu mengenai kemeja Daddy!" godanya dengan terkekeh.

Seketika, Martien melepas pelukannya, "Maaf!" ucapnya lirih.

"Haha, kau ini! Tidak perlu minta maaf! Keluarga itu harus saling melengkapi, saat ada yang bersedih kita harus bisa menghiburnya, kau mengerti?! Dan satu lagi, harus saling melindungi dan menjaga satu sama lain! Kalian anak pintar pasti mengerti maksud Daddy!" jelasnya dengan mencium pipi anak- anaknya secara bergantian.

"Ini!" Pria yang baru saja menggodanya memberikan mainan yang sama dengan Adam.

"Buat aku?" tanyanya tidak percaya.

"Ambil! Jangan di lihatin terus!" ucapnya dengan mendekatkan mainannya ke tangan Martien.

"Terimakasih, baru kali ini aku memiliki mainan," ucapnya dengan terisak.

" Kau tenang saja, setiap hari Daddy akan memberikan mainan untuk kita!" Adam menimpali, kemudian melanjutkan kalimatnya, "Iyah, kan, Dad?" tanyanya dengan memaksa, mengedipkan sebelah matanya yang membuat semua yang berada di sana gemas dengan tingkah anak berumur lima tahun ini.

"Anak Daddy sudah pintar merayu, yah!" timpalnya dengan kembali mencium putra kesayangannya itu.

"Asalkan anak kesayangan ayah rajin minum obat, Daddy belikan yang kamu mau!" Seketika, Adam mengerucutkan bibirnya.

"Aku sudah bosan! Nampak kemarahan

dari wajah anak kecil berwajah pucat itu. "Kakak juga akan minum obat! Nanti kita minum obatnya sama- sama, cuma obat kita beda!" Martien menimpali dengan tersenyum manis.

"Benarkah, Kak?" Martien mengangguk pelan Tampak kebahagiaan dari wajah Adam ia berlari menghampiri Momynya ia bercerita dengan girang bahwa kakaknya akan menemaninya minum obat.

Marisa mengusap ujung matanya, ia merasa terharu melihat anaknya bersemangat kembali dan mau meminum obatnya. Itu suatu kebahagiaan baginya, Karena kesehatan anaknya masih tergantung resep Dokter.

"Terimakasih," ucap Albert kepada Martien. "Aku selalu takut kehilangan anak kesayangan kami, Adam adalah anak yang periang dan baik hati, tapi kenapa nasibnya tidak beruntung seperti anak- anak yang lain," ucapnya dengan menahan airmatanya.

"Aku berjanji! Akan selalu membuat Adam tersenyum, dan aku akan menjadikan Adam sumber dari kebahagiaanku!" ucapnya dengan mantap.

"Itu akan membuatmu lemah!" tukasnya dengan menatap sendu anak asuhnya.

"Aku tahu, Adam akan menjadi kelemahanku. Biar begitu, aku akan tetap menjadikannya prioritas dalam hidupku." Martien, berjanji karena ia sangat beruntung bisa bertemu anak sebaik Adam, yang mau menerimanya.

Albert merasa seperti memiliki teman untuk berbagi. Selama ini ia memendam kegelisahannya sendiri.

Kemudian ia mengelus pucuk kepala anak asuhnya seraya berkata, "jadilah pria yang sukses, buatlah dirimu bahagia bukan hanya untuk Adam tapi untuk dirimu juga."

"Ayo, masuk! Sebentar lagi ada acara!" ajak Pria yang masih tampak gagah itu kepada anak kecil yang memiliki pemikiran dewasa.

Masuk kedalam rumah,  ia dikejutkan ketika sampai di ruang keluarga. Nampak, beberapa box pakaian dan mainan yang begitu banyak. Adam duduk bersila memasukan mainan pakaian dan beberapa jenis makanan ke dalam sebuah kantong dengan tersenyum lebar.

Belum lama ia dikejutkan dengan banyaknya masakan yang terjejer rapi, seperti akan ada pesta besar. Ia bertanya dalam hati apakah Adam hari ini berualang tahun, tapi kenapa tidak ada kue disini. Selagi ia sibuk dengan pikirannya. Tanapa disadari, sedari tadi Adam menggoyangkan tangan kakaknya.

Ia mengajak Martien untuk memasukan mainan, pakaian dan bahan makanan pokok kedalam satu kantung besar. Ia ingin bertanya, tapi ia urungkan karena Adam begitu sangat bersemangat melakukan kegiatannya.

Terdengar suara ramai diambang pintu ruamah mewah kediaman keluarga bahagia ini, Adam segera beranjak dari duduknya. Ia menarik tangan kakaknya untuk mengikutinya. 

Martien berjalan beriringan dengan adiknya  yang tingginya sebahu dari tubuhnya, Adam berjalan dengan berdendang dan tersenyum lebar. "Ayo, kak! ucapnya tak sabar karena Martin berjalan dengan santainya.

"Akan aku kenalkan kakak pada teman- temanku!" ajaknya. Sang kakak hanya tersenyum dan menggandeng tangan adiknya seraya berkata, "Jangan berlari! Mereka tidak akan pergi!" ucapnya dengan tersenyum.

"Mereka memang tidak akan pergi, tapi mereka datang dari jauh kita juga tidak baik membiarkan seseorang menunggu kita!" ucapnya dengan berlari meninggalkan sang kakak. 

"Astaga, dia sampai berpikir seperti itu," gumamnya dalam hati.

Rumah yang luas, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menuju ke salah satu ruangan. Martien tersenyum, " Betapa lembut dan halusnya hatimu, dek. Kau seperti malaikat, aku selalu barharap kau selalu sehat dan panjang umur," gumamnya penuh kekaguman. 

Martien sampai lebih lambat, selang beberapa waktu dari Adam, ia kembali dikejutkan. Adam adalah anak seorang bangsawan dan kekayaan keluarganya masuk dalam daftar sepuluh besar di dunia dan semua orang tahu itu. 

Dia berpikir bahwa, tamannya dari kalangan yang berkelas tapi tidak. Adam benar- benar anak kecil yang memiliki kepribadian yang luar biasa. 

TBC