Kakiku berjalan lebih jauh ke dalam bagian utara kompleks, menghindari nyala api yang terlihat dari belakang ruko di depanku. Seakan-akan langkah yang kulakukan menuju kegelapan menghilangkan segala rasa rinduku terhadap kompleks dan teman-teman.
Aku menengok dari pojok bangunan tepat di seberang ruko tua kemarin. Sesosok orang berdiri di hadapan pintu bangunan. Ia memakai sebuah hoodie gelap. Seluruh kepalanya ditudung. Aku mengikutinya menuju suatu bangunan kosong yang hampir tidak ada bedanya dengan bangunan terlantar lainnya.
Besarnya keyakinanku terhadap bangunan itu mulai sirna. Bagaimana kalau itu bangunan yang salah? Atau bisa saja ada perkumpulan terlarang lainnya yang bisa saja aku tertangkap dan harus mengalami proses gila seperti malam kemarin. Sial tidak ada indikator atau tanda selamat datang bagi pengkhianat baru ini.
Pintu tanpa gagang tersebut kudorong perlahan tanpa menghasilkan suara sedikit pun.Tangga menyeramkan yang mengarah ke kegelapan total menatapku hampa. "Halo, apakah ada orang?", tanyaku sambil mengetuk pintu masuk.
Mendadak sebuah cahaya menyala tepat menusuk mataku. Orang itu duduk di kursi pojok ruangan sebelah pintu masuk. Cahaya senter yang tidak langsung mengenai seluruh ruangan memperlihatkan apa di balik tudung orang tersebut, sebuah wajah wanita yang lonjong dengan rambut pendek hitam yang sangat bergelombang sampai belakang leher.
Saat kulihat lagi, ia ternyata memakai sweater yang membuatku mengira kalau ia adalah seorang pria. Namun aku tidak pernah melihatnya sebelumnya, apakah ia pasukan malam?
"Siapa kamu?" tanyanya lantang. "Anu saya orang yang berniat kabur," ujarku semakin takut ketika ia mulai mendekatiku dengan langkah yang tenang.
"Yah kau bisa saja mendengar ucapan kami suatu malam atau lebih buruk, kau mungkin saja seseorang dari Gugus Pembasmi Benalu," ujarnya dengan suara yang anehnya begitu tenang dan lambat.
"Gugus Pembasmi Benalu?" tanyaku bingung.
"Tenang, wajar saja kau tidak tahu. Mereka adalah sub divisi peleburan dari anggota siang dan malam. Tergantung waktunya, pada malam hari anggota dari divisi malam yang bergerak, pada siang hari, anggota dari divisi siang mulai beraksi. Hanya para petinggi dan kami yang tahu tentang keberadaan mereka", jelas wanita itu.
"Apa jobdesc mereka?"
"Membasmi parasit dan benalu yang berada di bawah organisasi ini," ia mengacungkan jari telunjuk ke arahku lalu ke arah diri sendiri, "Kami adalah perkumpulan yang sudah berada di bawah radar mereka."
Asam lambungku mulai memuncak. "Kalo gitu apa benar bisa lolos dari mereka?"
"Tentu saja," ujarnya mengeluarkan sesuatu dari dalam sweaternya. "Tapi apa anda bisa lolos dari rasa curiga saya?" Sebuah pistol mengarah pada dada ku.
"Ap-apa yang bisa meyakinkanmu?" tanyaku berkeringat.
"Anda banyak sekali bertanya ya, saya nggak akan ragu menembak anda."
Apa masalahnya padaku? Pandangannya berfokus tajam padaku sementara jarinya berada di depan pelatuk. Tanganku perlahan diturunkan. Ia tak tampak bereaksi dengan itu. Tidak terasa apa-apa di kantongku setelah kuraba sekilas. Tunggu, pantas tidak terasa apa-apa saat kuraba.
Tanganku menggapai salah satu kantong lalu memperlihatkannya pada wanita di hadapanku. Ia seketika menurunkan pistolnya dan tersenyum ketika membaca catatan yang kuterima di pos itu.
"Ikut aku!" sosoknya menuju tangga. Ia menggenggam senter kecil tersebut dengan tangan kanan yang diangkat sejajar bahu. Debu-debu beterbangan saling berdansa di depan sorotan cahaya senter, lapisan debu sudah menggerogoti perabotan-perabotan yang masih tertata rapi di dalam.
Tegel pecah terus berdenyit di bawah sepatu kami. Ia mengarahkanku pada sebuah tangga pada pojok ruangan. Pemandangan yang hampir sama kami lalui pada tangga selanjutnya. Sampailah pada suatu koridor gelap dengan jalan buntu. Salah satu ruangannya bersinar terang dari balik ruangan di koridor ujung.
Ini ruangan yang sama seperti kemarin. 5 orang berkumpul dan berbicara di dekat sebuah meja. Diriku menerima tatapan bermacam-macam namun mereka semua melompat sedikit saat melihatku tiba-tiba muncul. Aku tidak mengenal mereka satupun kecuali Fuad.
Wanita di sebelahku mendadak menghilang. Sementara 3 orang pria berada pada divisi lain sedangkan satu orang lagi yaitu seorang wanita berambut panjang coklat sampai di bawah leher, memakai jaket dan sepatu bots kulit serba hitam berbeda dengan pakaian yang selalu dikenakannya sehari-hari.
Tentu saja ia merupakan salah satu anggota berpengaruh di dalam divisiku. Namanya Ratna, jujur saja ia adalah orang terakhir yang kupikir berada dalam komplotan ini.
"Yah sambil menunggu Leo kita mulai perkenalan dulu ya. Perkenalkan ini klien baru kita, namanya Amir, beberapa dari kalian mungkin mengenalinya!" Tapi mereka semua menggeleng. Apa aku sebegitunya tidak populer di kompleks ini?
Aku tahu persis situasi yang kualami selama ini. Tidak kusangka orang seperti Ratna terbelit dalam konspirasi kotor ini. Sebuah pemikiran datang yang membuatku ingin menepuk jidatku sendiri, orang-orang yang hilang sebelumnya adalah orang-orang yang didekati oleh Ratna.
Ia dikenal dengan beberapa kepribadian, sesuai orang yang ingin ia dekati. Setelah beberapa hari menjalani kedekatan, dan orang itu hilang entah kemana. Entah apa yang dikatakan Ratna namun itu membuat orang-orang keluar dari kompleks beberapa minggu kemudian.
Tapi itu pendekatan itu masih lebih baik daripada harus dipukul oleh orang kerdil dan temannya yang sok pintar. Tetap saja, Melihat sosok orang-orang ini membuatku ingin mengepalkan tinju.
"Hmmm ... Apakah Leo sudah memperkenalkan kami?" tanya Ratna memandang ekspresi wajahku yang hampir tidak percaya akan pemandangan ini.
"Tentu saja, aku hanya tidak menyangka orang sepertimu ada di tempat seperti ini," balasku basa-basi.
"Oh kalau begitu kau belum melihat semuanya," jawabnya tersenyum. Aku hanya menelan ludah mendengar ucapannya. Jumlah kami benar-benar digerogoti dari dalam. Mudah-mudahan kalian orang-orang baik di luar sana masih bisa melawan organisasi ini saat aku tiada nanti, tidak, jika nasib memungkinkan, aku akan membawa Melodi ke tempat ini dan mengekspos kalian.
Ketukan pintu berbunyi di belakangku.
"Ayo berkumpul semuanya cepat, cepat, cepat!" teriak Leo yang tiba-tiba menyerobot masuk ke meja tengah dari belakangku. "Kau juga Mir, jangan pikir kau bisa diam saja di belakang."
Kepalaku sedikit memanas sambil mengeluarkan nafas dari hidungku. Mendadak salah satu orang dari divisi lain tersebut keluar melalui pintu lalu tidak sampai 1 menit membawa kardus besar dengan berbagai macam pernak-pernik di dalamnya.
Lantas saja mereka langsung meletakkan sebuah kertas besar yang hampir menutupi satu meja. Kertas itu mempunyai goretan teratur yang berisi berbagai bentuk geometri yang enak dipandang, lalu terdapat angka-angka yang menyertai goretan-goretan tersebut.
Selain itu terdapat beberapa garis yang mempunyai sebuah v yang menyerupai tanda panah. Garis-garis panah itu bergabung dengan garis panah lainnya menuju satu garis yang mengarah pada satu garis batas. Semua ciri tersebut sepertinya menggambarkan kompleks ini dari tampak atas. Tapi kenapa tanda panah ini melewati jalan utama?
"Fuad, bagaimana situasi di saluran sekarang?" tanya Leo memperhatikan denah drainase tersebut
"Baiklah." Fuad mendekatkan kursinya ke meja. "Di sini adalah tempat untuk kita mengantarkan klien". Ia melingkarkan sebuah lokasi di atas garis panah, tepatnya di atas sebuah gambar kotak yang di gambar tepat di atas garis-garis panah tersebut, dengan lingkaran di dalamnya, lalu di dalam lingkaran tersebut terdapat tanda silang. Setelah dilihat lebih lanjut, ini adalah gambar jaringan drainase kompleks kami.
"Sejauh ini belum ada yang mengetahui jalur itu, aku sudah mendatanginya beberapa hari yang lalu."
"Kita akan melewati saluran drainase?" tanyaku memastikan.
"Tentu saja tidak, meloloskan diri sepatutnya dengan cara yang bersih," jawab Ratna nyengir.
"Bagian ujung lain drainase selalu mempunyai penjagaan yang ketat, divisi malam tidak bisa diremehkan dalam menjaga tempat-tempat vital di kompleks ini," jelas Fuad.
"Jadi bagaimana caraku keluar dari sini?"
"Tenang, kami mempunyai jalur alternatif yang lebih aman. Kau perhatikan dulu denahnya selagi kami bersiap-siap," jawab Fuad.
Kelima orang kemudian beranjak dari tempat duduk mereka. Mereka mondar-mandir di tengah ruangan yang tidak begitu terang ini, membawa berbagai macam perlengkapan logistik, kira-kira bahaya apa yang akan kami hadapi untuk lolos. Sebaiknya aku tidak mengganggu mereka dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Mataku kemudian tertuju pada gambar denah tersebut. Meskipun tidak hafal betul, aku cukup yakin bahwa posisi kita berada di utara. Lalu pada lingkaran pertama di dekat posisi kami di peta yang merupakan sumber dari anak panah, sepertinya aku kenal area ini, tapi tidak begitu yakin. Mungkinkah ini?
"Perhatian! Semuanya mohon kembali ke meja," ujar Ratna lantang.
"Ini adalah perlengkapan untuk membantu klien kita Amir keluar dari sini, kuharap kalian menggunakan semua ini dengan sebaik mungkin," ujar Leo sambil membawa sebuah karung besar dan mengeluarkan isinya. Berbagai perlengkapan meluncur deras dari dasar karung.
"Giliranmu pertama mir, ambil yang menurutmu perlu!" lanjutnya melipat kedua tangannya. Tas selempang dengan kapasitas penyimpanan yang besar, sebuah senter, makanan kalengan, sebuah penyimpan minuman, perban, alkohol dan alat pertolongan pertama lainnya, benda-benda itu yang menarik perhatianku.
Tidak tahu berapa lama aku akan mengarungi daratan tak terjamak di luar sana, sekalian saja ambil banyak. Mataku terutama tertuju pada senjata pistol kaliber 9mm yang tampak baru dan mengkilap. Sensasi aman terasa di tanganku saat menggenggamnya. Seolah diriku mempunyai kekuatan untuk melalui rintangan apa saja.
Setelah aku, mereka pun memilih perlengkapan mereka masing-masing sampai barang-barang di meja sudah tidak terlihat lagi. Leo yang mengarahkan kami berada paling depan, di belakangnya Fuad kemudian aku lalu Ratna dan 2 orang divisi lain paling belakang.