Udara mendadak mendingin. Padahal di dekat panel kaca pecah itu yang terasa hanyalah panasnya pertempuran. Ingin sekali kedua tangan ini memeluk diri sendiri. Bahkan nafasku mulai membentuk embun di udara.
Tubuh Tamkin pun tak kalah menggigil ingin mencari kehangatan. Kakinya bergetar, namun tetap harus menjaga ancang-ancang. Entah mungkin karena ia lebih kurus, jadi pembakaran tubuhnya lebih sebentar dariku. Tangan yang dipakai untuk menggenggam senjata sudah benar-benar tremor.
Aku langsung menyalakan 'Pedang Api' hanya untuk mencari kehangatan. Sesuatu mengejutkanku setelah ruangan kuterangi oleh Screen api. Bongkahan es mulai terbentuk dari lantai menyatu dengan tembok. Salah satunya mulai terbentuk di bawah sepatuku. Ruangan ini telah mencapai titik beku. Ini kekuatan ... orang itu?