"KELUAR KAU BAJINGAN!!!"
"NOAH KAMI TAHU KAU DIDALAM!! JIKA KAU MENCOBA BERSEMBUNYI DARI MASALAHMU, KAMI SEMUA DISINI AKAN MEMAKSA MASUK KE RUMAHMU DAN MEMBAKARNYA TANPA TERSISA SEDIKITPUN!!"
"KELUAR JIKA KAU TAK INGIN ADIKMU MENJADI KORBAN KEKEJAMANMU!!"
"KELUAR!!"
"KELUAR!!!!!!"
*************
Suara-suara itu tak henti-henti menghantui pikiran kami. Ancaman tak henti-henti dilemparkan warga-warga yang marah kepadaku. Apa yang harus ku lakukan??? Apa aku harus terus bersembunyi??? Bagaimana nasib Adikku kedepannya nanti jika ancaman yang di katakan warga itu benar terjadi??.... Entahlah.... Aku tak bisa berpikir jernih lagi.... Otakku telah dipenuhi penyelasan tiada henti.
"Tebus dengan jiwamu...."
"Tebus dengan jiwamu...."
"Tebus dengan jiwamu...."
Suara itu selalu terngiang-ngiang di dalam otakku. Tanpa sadar tubuhku berjalan ke luar rumah. Laura yang melihatku sontak langsung memegang tanganku.
"Kak jangan pergi... Jika Kakak keluar aku takut nanti mereka melakukan hal-hal keji kepada Kakak. Jika nanti Kakak gak kembali gimana?? Lalu siapa yang akan merawatku nanti??? Kakak tahu kan... Cuma Kakak satu-satunya keluargaku yang tersisa, setelah Ayah dan Ibu tiada. Aku tak ingin kehilangan seorang anggota keluarga lagi Kak!!" ucap Laura sambil menangis memohon dihadapanku.
Setelah mendengar permohonannya itu aku hanya tersenyum kepadanya. Aku kemudian memegang erat tangannya dan tanganku yang satunya mengusap-usap pipinya yang penuh dengan air mata.
"Laura.... Aku tahu ini berat akan tetapi jika aku terus bersembunyi dari masalah yang kubuat dan mencoba terus lari dari kenyataan maka cobaan ini tak akan ada habisnya. Aku bukan laki-laki yang selalu kabur dari masalah. Aku akan berusaha sekuat tenaga menyelesaikan masalahku, walaupun harus dibayar dengan nyawa sekalipun. Dan juga..... Jika aku terus bersembunyi aku takut kamu menjadi korban dari amukan warga. Kamu gak salah apa-apa, kamu memiliki hak untuk terus hidup. Tidak seperti diriku ini..... Iblis sepertiku jika terus dibiarkan hidup takutnya akan menjadi ancaman bagi warga yang masih hidup," sahutku menjelaskan semuanya kepada Laura.
"Jaga dirimu..... Terima kasih sudah menjadi Adik yang baik bagi Kakakmu yang payah ini...." lanjutku mengakhiri pembicaraan diantara kami.
Aku memberanikan diri melangkah keluar rumah. Membiarkanku menerima hukuman yang pantas untuk diterima. Barisan warga yang marah sudah menunggu diluar rumah. Mereka tak henti-henti menhina dan mengancamku. Jika ini akhir dari hidupku.... Kupikir..... Ini adalah akhir yang buruk bagiku.
"Kalian semua.... Maaf sudah membiarkan kalian menunggu. Maaf juga sudah merebut nyawa orang-orang terdekat kalian... Yahhh aku tahu maaf saja tidak cukup, maka dari itu, kalian bebas menghukumku. Lakukan semua yang ingin kalian lakukan kepadaku!!! Balaslah semua dendam orang-orang terdekat kalian yang sudah ku akhiri hidupnya!!! Walaupun harus dibayar dengan nyawa sekalipun, aku siap!! Akan tetapi setelah ini jangan jadikan Adikku menjadi korban amukan kalian yang selanjutnya," ucapku kepada warga-warga yang marah.
Tatapan penuh kebencian mereka semuanya mengarah kepadaku. Masing-masing dari mereka mengepalkan tangannya menandakan amarah yang bergejolak didalam diri mereka.
"Tak usah banyak omong kau bajingan!! Walaupun kau bersujud meminta maaf kepada kami, tetap saja, nyawa harus dibalas dengan nyawa," sahut salah satu dari mereka.
Setelah berkata demikian, ia kemudian memukulku sampai jatuh ketanah, diikuti pukulan dan tendangan dari warga yang lain.
BRUKKKK!!!
BRAKKK!!!!
BRAKKK!!
BRUKKKKKK!!!
Pukulan demi pukulan tertuju kearahku, bahkan, saking banyaknya pukulan yang ditujukan kepadaku aku sampai tak bisa bernapas dengan benar. Darah keluar dari hidungku, wajah penuh luka pukulan serta mata yang membengkak akibat pukulan yang keras.
"Aku tak bisa berbuat apa-apa...."
"Semua ini pantas kudapatkan...."
"Cih... Kau lumayan tangguh juga rupanya, anak sekecil dirimu biasanya langsung tewas setelah menerima pukulan sebanyak itu. Hehh biarlah... Dengan begini kami bisa terus-menerus memukuli-mu setiap hari sampai kau menyerah kemudian mati ditempat," ucap salah satu dari warga-warga itu.
Kepuasan mereka setelah memukuliku selama kurang lebih setengah jam serta perasaan tak bersalah tertampang jelas di wajah mereka setelah menyiksaku dengan pukulan serta tendangan yang tiada henti. Mereka meninggalkanku terbaring kaku ditanah setelah puas memukuliku. Tubuhku terasa hancur, aku tak bisa sedikitpun menggerakkan tubuhku. Dan pada akhirnya lagi-lagi aku berakhir pingsan.
Laura menghampiriku didepan rumah. Dia menangis, melihat Kakaknya tersiksa.
"Kakak!! Kakak!!! Bangun Kak.... Kenapa sih... Kenapa Kakak keras kepala banget. Kan aku udah bilang jangan keluar, tapi Kakak tetap aja ngeyel." suara Laura yang terdengar samar-samar sambil menangis melihatku terluka.
****************
Aku terbangun di kamarku. Sepertinya sudah seharian aku tak sadarkan diri. Aku melihat Adikku tertidur disampingku setelah lelah merawatku seharian. Suara-suara hinaan sudah tak terdengar lagi, akan tetapi masing terngiang-ngiang dikepala-ku.
SEHARUSNYA KAU MATI SAJA.....
MATI SAJA.....
MATI...
SAJA....
Aku berjalan ke dapur, mengambil pisau yang terletak di meja. Aku kemudian langsung mengarahkannya ke leherku, berniat mengakhiri hidupku.... Untuk selamanya
"Jika aku tetap hidup, Laura akan terus menderita, warga-warga juga pastinya merasa terancam akan kehadiranku. Jika ada yang harus pergi, itu aku...." gumamku didalam hati.
Air mata jatuh perlahan dari mataku, sambil mengingat kenangan indah didunia walaupun hanya sementara.
"Terima kasih..... Sudah mau berbagi kebahagiaan denganku..... Aku pergi..... Jaga dirimu..."
Tiba-tiba....
Laura terbangun dan melihat Kakaknya tak ada di kamar. Ia kemudian berlari keluar kamar mencariku, Dan saat melihat Kakaknya yang sudah siap untuk mengakhiri hidupnya sendiri, Laura berlari dan mendorongku sampai terhempas ke dinding.
BRUKKKK!!!
"Laura.... Apa yang kau.....!!!!" aku terkejut melihat tangan kanan Laura yang sudah dipenuhi dengan darah.
Ternyata pisau yang ku pegang tadi terlempar dan melukai tangan Adikku sendiri. Terlihat jelas wajah Laura yang sedang menahan sakit akibat kecerobohanku. Air mata berjatuhan dari kelopak matanya.
"KAKAK BODOH!!! Apa yang ingin Kakak lakukan tadi Hah!?! Bunuh diri??! Apa Kakak pikir jika Kakak mengakhiri hidup Kakak saat ini kehidupanku menjadi lebih baik Hah!!! Enggak Kak... Enggak!!! Justru aku lebih ingin Kakak tetap hidup, tetap bersamaku, menjagaku, melindungiku Kak..... Aku gak mau Kakak tiada... Aku gak mau..." amarah Laura seketika berubah menjadi air mata.
HUG!!
"Hah....." Laura terkejut karena aku tiba-tiba memeluknya.
"Maafkan aku.... Maaf sudah bersikap egois terhadapmu... Jujur saja, aku juga tak ingin memiliki akhir hidup yang buruk seperti ini. Aku juga ingin berjuang mencapai kebahagiaanku lagi, menemukan senyumku lagi. Maka dari itu.... Kamu mau kan menemani Kakakmu yang bodoh ini sampai akhir hayatnya??....." ucapku menenangkan Laura.
Tangis Laura pecah dipelukanku. Walaupun ia selalu bersikap tegar sebelumnya, akan tetapi kali ini ia hanya terlihat seperti Adik kecil yang sedang merengek di hadapan Kakak Laki-lakinya.
"Aku harap.... Aku harap kehidupan kami kedepannya akan berjalan lebih baik dari sekarang ini..." ucapku.