Roarrrrr!!!
Salah satu dari Gorilla itu berlari ke arah kami. Ia berlari dengan cepatnya. Aku berdiri sambil memegang sebilah pedang di tangan kananku. Aku berbalik dan menatap Naiya yang ada di belakangku.
"Naiya ... Aku berjanji akan membawamu pulang ke keluargamu!!" senyumku kepada Naiya.
"Iya!! Akan kepegang janjimu!!" ucap Naiya.
*******
Brukkk!!
Gorilla itu meloncat dan mendarat di depanku.
"Roarrrrrr!!!"
".... Ayolah!! Aku sudah bosan mendengar teriakanmu ini!! Kau tau?! Mulutmu itu bau, setidaknya sikat gigi dulu kek sebelum berburu!! Ihhhhh!" ejekku.
*********
Boom!!!
Gorilla itu menghantamkan tangannya ke arahku. Naiya seketika mengeluarkan sihirnya untuk menahan serangan yang Gorilla itu lancarkan.
"Majulah!! Wahai Sang Pelindung!!" ucap Naiya menatapku dengan lembut.
"Yaaa aku masih tak mengerti apa yang kau maksud 'Sang Pelindung' itu. Tapi baiklah, aku akan maju!!"
Aku berlari, keluar dari pelindung sihir yang Naiya ciptakan. Aura dari sihirku telah kembali ku aktifkan.
"Teknik Udara: Tebasan Badai."
Swoshhhhh!!!
Perut dari Gorilla itu tertebas dan terpental ketanah.
Brukkkk!!!
"Cih!! Hanya ini kemampuanmu, Huh!!! Tenang saja, aku akan mengakhiri semua ini dengan cepat. Sabar ya!" aku melangkah ke arah Gorilla yang tak berdaya ditanah. Wajahnya terlihat ketakutan melihatku.
Wingggg!!
Cerkkk!!!
Cerkk!!
Aku mengeluarkan dua pedang baru dan menancapkannya ke tangan kanan dan kiri Gorilla itu.
"Teknik Udara: Penggabungan Kedua Unsur. Teknik Halilintar: Kejutan Sang Dewa Petir."
Kedua unsur dari Angin yang digabungkan menjadi sihir yang lebih kuat dari sebelumnya.
Boommmm!!
Petir menyambar ke kedua pedangku yang telah tertancap. Energi yang dihasilkan saling terhubung dari satu bilah ke bilah yang lain.
Aku lagi-lagi mengeluarkan sebilah pedang yang kupegang di tangan kananku. Kedua pedang yang tertancap di tubuh Gorilla itu seketika memberikan energinya yang terkumpul ke pedang yang kupegang. Dan dalam sekejap, aku menebas kepala dari Gorilla itu dalam sekali serangan.
Swoshhhh!!!
Kepala tanpa tubuh itu melayang ke atas setelah tertebas. Seketika aku langsung menangkapnya dan menunjukkannya kepada kawanan Gorilla yang lain.
"Baiklah ... Siapa selanjutnya?!" ucapku sambil menunjukkan kepala Gorilla yang terpotong.
....
Gorilla itu lari terbirit-birit setelah melihat salah satu temannya terbunuh karena anak kecil yang mereka remehkan sebelumnya.
Tentu saja aku tak akan membiarkan mereka kabur begitu saja. Setelah semua yang mereka lakukan kepadaku, aku pasti tak akan membiarkan mereka lari dariku walaupun hanya sehelai bulu.
"Oi oi!! Mau pergi kemana kalian?! Kesenanganya baru dimulai sekarang loh." aku tersenyum sambil mengangkat kedua tanganku. Sebuah gerbang sihir kembali terbuka di kedua tanganku.
"Teknik Udara: Cakram Udara."
Wingggg!!!
Swoshhhh!!!
Kedua Cakram itu melayang dengan cepatnya, dan seketika kepala kedua Gorilla itu terpotong, melayang menjauh dari tubuh mereka.
Naiya terdiam melihatku menghabisi kumpulan Gorilla itu tanpa ampun. Sifat yang tentu saja berkebalikan dari anak-anak pada umumnya.
"...."
"... Kau melihatnya sendiri kan?! Ini adalah sifat asliku, sifat yang kusembunyikan selama ini dari orang-orang sepertimu. Jadi setelah ini bagaimana?! Apa kau tetap ingin kuantarkan pulang atau sudah berakhir sampai disini saja??" tanyaku.
"...." Naiya hanya terdiam, tak menjawab pertanyaanku sedikitpun. Terlihat jelas dari wajahnya sebenarnya saat ini ia sedang ketakutan, akan tetapi, didalam dirinya masih ada keinginan untuk memulai hubungan pertemanan denganku.
*****
Kami berjalan ke tempat dimana perlengkapan kami tertinggal. Sepanjang perjalanan Naiya hanya diam sambil menundukkan kepalanya kebawah.
....
"A-anu ... Sebenarnya ... Aku takut denganmu. T-tapi ...." ucap Naiya terbata-bata.
"Tapi??? ...." tanyaku.
"Aku ... A-aku ...." lanjut Naiya.
"Ayolah katakan saja, tak perlu malu ataupun merasa tak enak kepadaku," ucapku kepada Naiya.
"S-sebenarnya aku takut dekat denganmu, t-tapi aku juga tak mau menjauh darimu," lanjut Naiya.
"Maksudmu??"
"Di kota aku tak memiliki satupun seorang teman. Orang-orang selalu saja memperlakukanku dengan spesial, seolah-olah derajatku ini jauh lebih tinggi dibandingkan mereka, padahal aku ini cuma gadis kecil, bukan seorang ... Puteri," jelas Naiya.
"Yaaaa bukankah itu lebih baik. Maksudku, dari pada dianggap hina, lebih baik di anggap spesial, benar bukan?!"
"Ahhhh bodoh!! Kamu gak paham apa yang kumaksud!! Hmph!!" Entah kenapa Naiya marah kepadaku.
"Sebenarnya apa salahku??" gumamku.
**********
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya kami menemukan kembali perlengkapan kami, yaaaa walaupun sudah gak utuh lagi.
Kuda yang Naiya gunakan untuk transportasi juga telah mati terinjak kaki besar dari Gorilla yang mengejar kami sebelumnya.
"Huaaaaaaa!!! Noi!!! Noi!!!" Naiya menangis melihat jasad dari kudanya yang tak bernyawa lagi. Rupanya kuda itu bernama Noi. Ayah Naiya membelikannya tepat saat Naiya berusia 7 tahun.
"Yang sabar ya ... Nanti kalau udah punya uang banyak, nanti aku beliin," ucapku.
"... Kuda??" tanya Naiya.
"Iya!! Tapi yang kayu ya," sahutku.
Wajah Naiya seketika berubah menjadi marah. Air mata berhenti keluar, akan tetapi matanya masih berkaca-kaca. Wajah yang memerah disertai dengan pipi yang membesar menunjukkan kalau saat ini ia benar-benar marah. Tetapi bagiku, ia benar-benar terlihat begitu imut saat cemberut seperti ini.
"Hahahaha!!" aku tertawa dengan kencangnya melihat wajah Naiya yang begitu lucu.
"Kenapa ketawa!!!" Naiya dengan juteknya bertanya kepadaku.
"Dih!! Jutek banget sih!! Jadi cewe itu jangan jutek-jutek, nanti kalau gak ada cowo yang gak suka nanti nangis," ejekku.
"Berisik!! Berisik!!! Suka-suka aku lah!! Emangnya siapa kamu ngatur-ngatur hidupku?!!" sahut Naiya marah kepadaku.
"Lah!? Dibilangin malah ngeyel!! Yaudah kalau gak percaya," ucapku.
"Yaudah!!" Naiya membalikkan badannya sambil melipat tangannya didada.
*********
Malam pun tiba ....
Aku pergi mengumpulkan ranting dan kayu kering untuk dibakar sebagai penerangan. Setelah terkumpul lumayan banyak, akupun kembali menemui Naiya yang kutinggal sendirian. Ia terlihat ketakutan, dimalam yang gelap ini, didalam hutan yang lebat ini, duduk sendirian bukanlah pilihan yang tepat. Siapa tau, ternyata ada seseorang yang duduk disampingmu, menemanimu tanpa berbicara sedikitpun.
"..."
"BAAAA!!!" aku diam-diam bersembunyi dan dengan sengaja mengagetkan Naiya.
"Kyaaaaa!!!" Naiya kaget setengah mati.
"Hahaha!! Ternyata ... Ternyata kamu takut sama yang begituan!!" aku tertawa terbahak-bahak setelah menjahili Naiya.
"Ihhhh!! Bodoh!! Bisa-bisanya kamu main-main disaat yang seperti ini!!!" Naiya memukulku walaupun cuma pelan.
"Yaaa maaf!! Abisnya kamu terlihat lucu saat ketakutan seperti tadi hahaha," jelasku.
"Hmph!! Bodoh!!!" Naiya lagi-lagi menunjukkan wajah cemberutnya.
Setelah puas bersenda gurau, terdengarlah suara alam yang memanggil dari dalam perutku.
Krukk!! Krukk!!
"Kenapa?? Kamu lapar??" Naiya seketika bertanya setelah mendengar suara perutku.
"I-iya hehe," sahutku.
"Dasar!! Padahal tadi kamu yang makannya paling banyak." Naiya berjalan ke arah tasnya. Ia mengeluarkan beberapa bahan makanan dan peralatan untuk memasak.
"Ehhh?!! Apa yang ingin kau lakukan??" ucapku kebingungan.
"Yaaa memasak lah!!" sahut Naiya.
"Masak?!!" aku masih kebingungan.
Terlihat dengan hebatnya Naiya memasak dengan bahan-bahan yang ia bawa. Ia terlihat begitu lihai dengan peralatan dapur. Aroma yang lezat mulai tercium, aroma-aroma itu benar-benar menggoda perutku.
"Sudah siap!! Nasi goreng sederhana ala Naiya telah siap disantap!!" Naiya dengan senyumnya yang manis menunjukkan sepiring nasi goreng yang terlihat sangat lezat.
"Wahhh!! Enak nih!! Dari aromanya aja udah ketahuan kalau makanan ini benar-benar enak," ucapku.
Naiya memberikan sepiring penuh nasi goreng buatannya. Aroma yang begitu menggoda tercium dari nasi goreng yang masih panas. Aku mengambil sesendok nasi untuk kucicipi terlebih dahulu, dan benar saja ....
"Gileeeee!!! Ini aku gak bermimpi kan?!!" tanyaku kegirangan.
"Memangnya kenapa?" Naiya kembali bertanya kepadaku.
"Rasanya ... Rasanya seperti ingin ke syurga!!! Benar-benar enak!!"
"B-benarkah?? Terima kasih kalau begitu." Naiya tersipu malu setelah aku memujinya.
"Wahhh!! Jadi masakan yang kumakan tadi siang itu buatanmu!! Luar biasa!!!" lanjutku.
"Ihhh!! Apaan sih, biasa aja kali." Naiya tersenyum malu.
Aku hanya tersenyum melihatnya malu-malu. Setelah mengahabiskan sepiring nasi yang Naiya buat, akupun meminta tambahan sampai aku berhenti karena kekenyangan.
Kami berdua berbaring dibawah sinar rembulan, sambil menatap langit penuh bintang. Tapi semua itu terhenti setelah mendengar teriakan yang cukup kencang.
"Kyaaaaaa!!!"