Chapter 4 - Chapter 4: Gadis Berambut Biru

Nyam... Nyam....

"Awdikyu mwemang hem.... Nyam Nyam."

Meneguk...

"Ahhh... Adikku memang hebat memasak sesuatu yang kusukai. Padahal baru beberapa jam aku meninggalkan rumah, tapi rasanya sudah kangen aja sama wajah manis Adikku. Yahh kuharap dia baik-baik saja dirumah," ucapku bersandar di balik pohon besar sambil memakan bekal dari Laura.

"Aku pernah mendengar kabar buruk tentang hutan ini. Orang-orang bilang kalau banyak monster kelas atas yang berkeliaran disini, akan tetapi..... KOK KOSONG BEGINI SIH HAH!!! DARI TADI GUA JALAN DISINI GAK NEMU APA-APA!! LIAT KANAN POHON, LIHAT KIRI POHON!! DIMANA-MANA POHON!! TERUS DIMANA MONSTERNYA BUJANG!?!" teriakku dengan kencang.

Brusshhh....

Berbaring di tanah penuh rumput yang lembut....

"Hehhhhhhh..... Sepertinya nasibmu sama sepertiku, hutan. Kita sama-sama di fitnah, sama-sama berakhir di kucilkan karena keburukan yang belum tentu bukan karena kesalahan kita. Yahh beginilah hidup, kadang diatas, kadang dibawah. Terkadang sesuatu yang kita anggap remeh, ternyata suatu saat menjadi penyebab dari masalah besar yang mampu menghancurkan hidup kita," curhatku kepada hutan.

Aku kembali berdiri, merapikan perlengkapan yang berhamburan di dekat pohon bekas aku beristirahat. Setelah itu, aku melanjutkan perjalananku, masuk lebih dalam ke hutan. Semakin kedalam, cahaya dari sinar matahari tak mampu menembus dedaunan dari pohon yang lebat. Tak ada sumber cahaya sedikitpun, yang kugunakan hanyalah sebuah obor yang kunyalakan sebagai penerangan.

Suasana semakin mencekam, kurangnya pencahayaan menambah kengerian dari hutan ini. Mungkin inilah alasan orang-orang tak berani memasuki hutan ini. Bukan karena monster, akan tetapi karena kurangnya jarak pandang dari pencahayaan yang terbatas.

"Ehhhh!!? Apa... apa yang kuinjak barusan!?" aku terkejut karena menginjak sesuatu.

"Grrrrrr!!"

"Eh!?.... A-apa itu...." ucapku ketakutan.

"Roarrrrr!!!"

"Wehhh!!" kagetku terjatuh ke tanah.

Suara-suara aneh mulai bermunculan disekitarku. Suara itu semakin lama, semakin terdengar jelas. Aku merasakan sesuatu sedang berjalan mendekatiku.

Brush... Brush..

Suara dari rumput yang telah diinjak semakin terdengar jelas, dan tak lama terdengar suara ayunan pedang diikuti teriakan banyak monster yang sepertinya telah terbunuh.

...

"Kamu gak apa-apa..." ucap seseorang perempuan misterius dari balik bayangan.

"S-s-siapa?!" ucapku kebingungan.

Seseorang gadis seumuran denganku keluar dari balik bayangan. Rambut serta matanya berwarna biru lautan. Ia mengibaskan rambut panjangnya. Dirinya seolah-olah bersinar meskipun saat itu tak ada cahaya sedikitpun.

"Namaku Naiya Ayu, kamu boleh memanggilku Naiya," ucap gadis itu mengenalkan dirinya.

"N-Naiya??" sahutku masih kebingungan sebenarnya apa yang telah terjadi.

"Iya!! Kamu juga boleh kok memanggilku Ayu," sahut Naiya, ia mengulurkan tangannya kearahku berniat menolongku yang sedang terduduk ketakutan.

Aku kembali berdiri. Naiya membersihkan pedang yang dilumuri darah kemudian ia masukkan kedalam sarungnya.

"Ayu?? Itu nama aslimu atau cuma julukan yang diberikan orang-orang untukmu?" ucapku.

"Yaaa dua-duanya lah! Kamu tau sendiri kan, wajahku ini 'Ayu'. Bukan hanya itu, orang tuaku juga akan tau anak perempuannya yang baru lahir akan tumbuh menjadi gadis yang cantik, makanya mereka memberi namaku 'Ayu'. Hehe," puji Naiya.

"Yiii dii-diinyi lih.... Hehhhh dasar bodoh!!" bisikku mengejek gadis tadi.

"Apa kamu mengatakan sesuatu??" tanya gadis itu.

"Ahhh tidak-tidak, aku gak ngomong apa-apa kok," Sahutku dengan gugup.

"Hmmmmm.... Baiklah. Ngomong-ngomong siapa namamu? Dan untuk apa kamu ke hutan ini?" tanya gadis itu.

"Namaku Noah Cromwell. Aku sebenarnya ingin pergi ke ibu kota, akan tetapi terlalu jauh jika aku pergi melalui jalur pedagang," sahutku.

"Hah!? Memangnya gak ada yang ngasih kamu tumpangan apa?! Walaupun rute melalui hutan ini cukup dekat, akan tetapi tetap saja melelahkan jika hanya berjalan," sahut gadis itu.

"Yaaa aku tau itu. Lagipula banyak hal yang masih belum kau ketahui tentangku, jadi diamlah!!" ucapku berjalan melewati gadis itu.

"Ehhhh tunggu!! Kamu mau kemana?!" ucap gadis itu.

"Yahhhh terima kasih sudah menolongku. Aku pergi dulu, dahhh," ucapku sambil melambaikan tangan kebelakang.

"Ehhhh padahal aku mau menawarkan tumpangan. Yasudahlah," ucap Naiya.

*****************

Beberapa jam telah berlalu, dan aku masih tak menemukan jalan keluar dari hutan ini. Aku berlari kesana-kemari mencari arah keluar, akan tetapi, sepertinya aku hanya berputar-putar saja.

"Huhhh-Huhh... Sebenarnya.... Dimana jalan keluarnya.... Sih...." ucapku kelelahan setelah berlarian kesana kemari mencari jalan keluar. Akupun berbaring di tanah untuk beristirahat.

Tak lama...

Terdengar suara seseorang yang tak asing di telingaku. Ia memanggil namaku berulang kali.

"Hai!! Noah!!! Halo!!" ucapnya.

Aku membuka mataku dan melihatnya. Ternyata orang yang memanggilku selama ini, itu Naiya. Dia sepertinya telah selesai berburu karena terlihat dari bajunya yang lusuh dan sedikit sobek, ia juga menunggangi seekor kuda sambil membawa perbekalannya yang ia masukkan di tas punggung

"Wah-wah.... Kamu masih dihutan ini ternyata," ucap Naiya.

"Yahhh begitulah... Ngomong-ngomong kenapa bajumu berantakan seperti itu, yaaaa kau tau kan aku ini laki-laki jadi...." sahutku sambil memalingkan wajahku karena malu melihatnya dengan pakaian yang sedikit terbuka.

"Ehhh!! A-apa maksudmu bodoh!! T-tutup matamu sekarang!!" Naiya yang tersipu malu. Ia kemudian mengambil sehelai kain di tasnya untuk menutupi tubuhnya.

Setelah itu...

Kami duduk bersantai dibawah pepohonan yang rimbun. Naiya mengeluarkan perbekalannya, makanan yang ia bawa terlihat lezat, tetapi aku hanya bisa melihatnya makan karena perbekalanku sudah habis kumakan.

"Nih..." Naiya memberiku sepiring kosong

"Hah?! A-apa ini??" ucapku bingung karena diberi piring kosong.

"A-ambil yang kamu mau!" sahut Naiya memalingkan wajahnya.

"Maksudmu??" tanyaku.

"Masa gitu aja gak paham sih!! Itu ambil makanan yang kamu mau!! Dimakan! Kan aku sudah ngasih piringnya, masa mau di ambilin sih!! Bodoh!!!" marah Naiya kepadaku.

"Ahhh iya... Terima kasih," ucapku.

Aku mengambil lauk yang Naiya bawa. Semua makanan yang ia bawa sangat lezat, aku bahkan sampai nambah beberapa kali saking enaknya makanan yang Naiya bawa.

"Wahhhh!! Aku tak menyangka ada makanan selezat ini. Aku kagum dengan siapapun yang membuat masakan ini. Andai ia seumuran denganku, pastinya aku akan menikahinya dimasa depan nanti," ucapku terkagum-kagum.

Seketika...

Centong nasi terbang mengarah ke kepalaku.

Plukkkkk!!

"NOAH BODOHHHHHH!!!!" teriak Naiya setelah melempar centong ke kepalaku.

Aku melihat wajah Naiya yang memerah. Entah mengapa ia terlihat tak ingin memandangku, ia selalu memalingkan wajahnya dariku.

"Kenapa?? Sejelek itukah wajahku sampai-sampai kamu selalu memalingkan wajahmu seperti sekarang ini??" ucapku mengelus-elus benjolan di kepalaku akibat centong terbang tadi.

"B-bodoh!! NOAH BODOH!! NOAH BODOH!!!!" ejek Naiya.

"Kau ini kenapa?! Apa kau sedang sakit??" ucapku sambil menempelkan punggung tanganku ke dahi Naiya berniat mengecek suhu tubuhnya.

Wajah Naiya seketika memerah, tubuhnya gemetar, ia terlihat menggigil dan tak bisa menggerakkan tubuhnya.

"L-L-L-L-L-L..." Naiya berusaha mengatakan sesuatu.

"Kenapa?! Kau terlihat tidak sehat!?" tanyaku.

Tak lama...

ROARRRRRRR!!!

Terdengar sebuah raungan yang besar didekat kami, dan tiba-tiba, seekor gorilla raksasa melompat dari dalam hutan ke arah kami. Matanya melirik ke arah Naiya, seketika tangan besarnya ia angkat dan berniat menghabisi Naiya dalam satu pukulan.

Dengan sigap, aku langsung mendorong Naiya dan mengeluarkan pedangku untuk menangkis serangan dari gorilla besar itu. Sayangnya kulitnya terlalu keras, sehingga pedangku tak mampu melukainya.

Ia memukulku dengan tangan yang satunya dan menghempaskanku ke pohon.

Brukkk!!

"Aghhhhhh!.. Na-iya.... P-p-per-gi....."