Pagi ini begitu indah, embun pagi juga sudah membasahi rumput dan dedaunan. Seperti aktifitas biasanya, Hayati sarapan terlebih dahulu.
"Hayati, sarapan dulu!" seru mamanya dari ruang makan.
"Iya, Ma." Hayati berjalan menuju ke ruang tamu.
Sarapan di meja makan sudah tersedia, mama dan papanya juga ada di sana.
"Sepertinya sarapan kali ini, lezat nih," ucap Hayati sembari membenarkan posisi duduknya.
Hayati melahap makanannya dengan hati yang begitu senang.
"Pelan-pelan makannya, Hayati," ucap mamanya.
Dengan keadaan mulut penuh dengan nasi, Hayati berkata,
"Iya, Ma. Masakan mama kali ini enak banget."
Lantas papanya tersenyum dengan tingkah laku Hayati, Hayati yang semakin hari tumbuh menjadi gadis yang cantik.
"Nanti berangkat sekolahnya bareng papa saja ya," kata papanya sembari meminum segelas air putih yang sudah di sediakan oleh mama.
"Iya, Pa." Hayati tetap saja fokus mengunyah.
Setelah semua lauk pauk dan nasi yang berada di piring Hayati telah habis, akhirnya Hayati berangkat ke sekolah bersama papanya.
"Bagaimana hubungan kamu sama Akbar sekarang?" tanya papanya sembari menyetir mobil kesayangannya, karena mobil itu adalah mobil hasil dari kerja kerasnya.
"Iya, gitu pa." Hayati menjawab dengan ketus.
"Gitu? Maksudnya?" Papanya kebingungan dengan jawaban Hayati.
'Sudah tahu, aku gak suka sama Akbar.' Hayati bergumam kesal.
"Loh kok diam, gak jawab." Hayati masih tetap saja cemberut, dia masih merasa kesal.
"Kamu harus belajar, agar kamu bisa menyukai Akbar," ucap papanya dengan penuh harap.
"Baik, Pa." Hayati menjawab dengan begitu singkat.
Di sepanjang perjalanan, Hayati dan papanya terdiam.
Papanya bekerja di salah satu perusahaan sebagai manajer, sedangkan mamanya hanya ibu rumah tangga biasa.
Sekitar lima belas menit kemudian, Hayati sampai.
"Pa, aku masuk dulu ya." Hayati bersalaman dengan papanya.
"Iya, belajar yang rajin ya."
Setelah itu, papanya melajukan mobilnya kembali ke arah kantor tempat papanya bekerja.
Hayati berjalan melewati taman sekolah yang begitu indah. Begitu banyak tanaman yang ada di sana. Ada bunga-bunga yang sudah bermekaran seperti bunga mawar, bunga anggrek dan lain sebagainya. Selain itu, di samping taman sekolah ada lapangan basket.
Hayati melangkahkan kakinya begitu pelan, dia asik menikmati setiap keindahan yang ada di sekolah.
"Doorrrr.." Sofia mengagetkan Hayati dari belakang.
"Apaan sih.." ujar Hayati dengan perasaan kagetnya.
"Seru tahu.. Kalau godain kamu." Marwah menjawab ucapan Hayati.
Sofia dan Marwah sering seperti itu kepada Hayati,
Mereka memang sering sekongkol.
Hayati yang suka kaget, menjadi bahan usil sahabat-sahabatnya.
"Gak lucu ya." Hayati cemberut dan berlalu dari sahabat-sahabatnya.
Hayati melangkahkan kakinya begitu cepat.
"Hayati...Tungguin kita," kata Marwah. akan tetapi, Hayati tidak menghiraukan.
"Hayati.. Maafkan kita dong." Hayati semakin cepat langkahnya saat Sofia juga berupaya meminta maaf.
Hayati yang masih kesal dengan mereka berdua, justru tidak melihat arah jalan. Tiba-tiba....
Gubrakkkkksssssss....
Hayati menabrak Akbar.
"Hati-hati kalau jalan," ujar Akbar kesal.
"Kamu tuh, kalau jalan lihat-lihat." Hayati juga merasa kesal.
Ketika Marwah dan Sofia datang, mereka berdua melerai Hayati dan Akbar yang saling menyalahkan.
"Ada apa ini? Sudah jangan ribut lagi," ucap Sofia.
"Gak penting juga meladeni Akbar." Hayati berlalu dari mereka bertiga.
"Kasih tahu tuh sama Hayati, untuk minta maaf," ucap Akbar kepada Sofia dan Marwah, kemudian Akbar menyusul Hayati.
"Hayati, kamu harus bertanggung jawab," ucap Akbar mengikuti Hayati dari belakang.
"Tanggung jawab apa? Kamu tidak apa-apa ini." Hayati masih terus melangkahkan kakinya.
"Tangan ku sedikit ter kilir ini."
Mendengar ucapan Akbar, langkah kaki Hayati terhenti.
"Mana coba, aku lihat?" tanya Hayati.
Belum sempat Hayati melihat pergelangan tangan Akbar, bel pun berbunyi.
_Krrrrrrrrringggggg_
Spontan Akbar dan Hayati masuk ke kelas.
Hayati duduk sebangku dengan Reva, Reva adalah teman dekatnya Akbar. Sedangkan Marwah duduk sebangku dengan Sofia, Akbar sebangku dengan Arya.
Pelajaran demi pelajaran sudah di mulai, Hayati masih kepikiran tangan Akbar.
'Gimana ya? Apakah tangannya sudah baik-baik saja.' Hayati melihat ke arah Akbar sembari bergumam.
"Lagi memperhatikan siapa?" tanya Reva.
"Tidak ada." Hayati memberikan senyuman.
"Kamu lagi lihatin Akbar?" tanya Reva.
"Memang kenapa, kalau aku lihatin Akbar?" Hayati memancing emosi Reva.
Reva seorang gadis yang pencemburu, dia sering kali cemburu jika banyak fansnya Akbar mendekati.
"Kamu tahu kan? Kalau aku sama Akbar saling menyukai?"
Dengan ekspresi masa bodoh, Hayati menjawab.
"Percuma saling menyukai, tapi hubungan kalian tanpa status."
Kali ini, Reva pun semakin kesal.
"Kata siapa? Nanti setelah lulus sekolah, Akbar pasti ke rumah dan melamarku."
Reva bersuara lantang dengan begitu pedenya berbicara kepada Hayati.
"Hahaha... Apa aku gak salah dengar? Bukannya setelah lulus, Akbar kuliah?" tanya Hayati meledek.
"Iya, Apa salahnya kuliah bertunangan!" Suara Reva semakin tinggi, sehingga guru yang mengajar saat ini menyuruh mereka berdua maju ke depan kelas.
"Coba Reva dan Hayati, maju ke depan kelas."
Dengan perasaan malu, mereka berdua maju ke depan.
"Kenapa kalian malah mengobrol berdua saat pelajaran di mulai?" Pak Darto bertanya dengan nada tinggi dan kesal.
Pak Darto adalah guru killer di sekolah.
"Hayati duluan pak, yang mulai," Reva justru menyalahkan Hayati.
"Reva tuh pak, suka mengganggu ku." Hayati juga membela diri.
"Sudah.. Sudah.. Kalian berdua memang sama, sekarang keliling di halaman sekolah," ucap pak Darto.
"Sekarang pak?" tanya Reva meyakinkan.
"Iya sekarang, masak tahun depan," jawab pak Darto.
"Iya, Pak." Hayati menurut saja.
kemudian pak Darto berkata kembali.
"Jangan lupa ya, lima kali putaran."
"Hah.... Lima kali putaran, Pak?" Reva kaget.
"Iya, apa kurang?" tanya pak Darto.
"Sudah, Pak. Sudah cukup." Hayati langsung menuju ke arah halaman sekolah.
"Gara-gara kamu sih." terus saja menyalahkan Hayati. Akan tetapi, Hayati tidak merespon apa yang di katakan oleh Reva.
'Salah sendiri aku merhatiin Akbar malah di tanyain aneh-aneh.' Gumam Hayati sembari berlari ke arah halaman sekolah.
"Tunggu aku, Hayati...." Reva mengejar Hayati sembari berteriak.
Tidak lama kemudian, Reva akhirnya bisa menyusul Hayati.
"Aku belum menerima jawaban, kenapa kamu diam-diam memperhatikan Akbar?" Reva begitu ngotot bertanya kepada Hayati.
"Mau tahu aja apa banget?" Hayati kembali bertanya.
"Aku tanya baik-baik juga, jawabannya malah ngeselin." Reva kembali kesal.
"Iya, aku jawab." Hayati masih ingin membuat Reva kesal.
"Iya, Apa?"
"Aku tidak sedang memperhatikan Akbar, cuma tadi aku kepikiran sama pergelangan tangan Akbar yang sakit gara gara aku." Hayati menjelaskan panjang lebar.
'Tidak mungkin juga kan, aku menceritakan soal perjodohan antara aku dan Akbar.' Pikir Hayati.
"kenapa bisa tangannya Akbar sakit?" Reva masih saja mencari kebenarannya.
"Iya, ketika masuk kelas tadi. Tidak sengaja aku menabraknya," jawab Hayati.
"Jadi cuma begitu." Reva akhirnya percaya.
Mereka berdua melanjutkan hukuman yang di berikan oleh pak Darto dengan saling berdiam diri.
Satu putaran sudah mereka lalui, masih kurang empat putaran lagi.