Malam semakin larut, semua orang yang telah mendirikan tenda menengadahkan wajahnya ke langit. Cahaya bertaburan di langit itu, kelap-kelipnya begitu menawan. Sebuah sumber cahaya yang alami dari alam, tanpa sedikit buatan. Sungguh semua mata memandanginya dengan wajah terkagum-kagum, seolah-olah melihat orang yang pernah singgah dalam hatinya. Setelah semua mata sudah lelah memandang, mereka semua kembali pada aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya. Mereka satu persatu menumpukkan kayu bakar dan siap membakarnya, membuat api unggun sebab hawa malam yang kian menjelma.
"Hayati, aku sudah kedinginan." ujar Marwah melipatkan tangannya.
"Iya, aku juga. Ayok, kita segera di depan api unggun itu!" ajak Hayati.
"Iya." jawab Sofia yang juga ikut serta merasakan angin malam.
Mereka berkumpul di depan api unggun, setidaknya dengan api unggun yang tidak terlalu panas itu, cukup membuat badan mereka sedikit hangat. Angin yang sedikit kencang membuat api unggun tidak terlalu membara, namun membuat seluruh siswa-siswi senang. Jam masih menunjukkan pukul 19.00 WIB, namun cuacanya semakin dingin. Setiap siswa-siswi mengadakan kuis untuk memalingkan dinginnya malam, satu persatu siswa-siswi maju ke depan ketika kalah kuis. Ada yang dihukum bernyanyi, menari dan lain sebagainya. Semuanya terhibur dan senang, setelah itu, Akbar melanjutkan untuk memainkan gitar dan bernyanyi. Suara Akbar ternyata bagus, suaranya mampu membuat para fansnya semakin mengaguminya. Begitu juga dengan Sofia, dia mulai terbuai akan lamunannya.
"Sofia, kamu kenapa?" tanya Marwah.
"Aku lagi berkhayal, bisa bersanding dengan Akbar," jawab Sofia tersenyum.
"Memang sih! Suaranya bagus, tapi ya gak harus sampai menghayal seperti itu!" kata Hayati.
"Kamu belum tahu rasanya cinta, nanti juga kalau sudah tahu pasti juga begini," ujar Sofia.
"Iya mungkin nanti aku tahu, terlebih semoga aku tidak pernah tahu," jawab Hayati.
"Iya, semoga saja begitu. Tidak enak juga jatuh cinta, terlebih bertepuk sebelah tangan," kata Marwah.
"Bahasa mu, seperti pernah mengalaminya saja. Ha.." ujar Sofia tertawa. Mendengar akan hal itu membuat Hayati dan Marwah tertawa. Dari arah kejauhan, Brian tengah memperhatikan mereka semua. Brian yang juga ikut bersama para kumpulan SMA itu, diam-diam tersenyum kecil saat Hayati mulai menyadari.
"Hayati, kak Brian, tampaknya aneh ya? Dari tadi melihat ke arah kita," kata Marwah.
"Mungkin naksir Hayati," jawab Sofia. Hayati tidak menggubris ucapan ke dua sahabatnya, Hayati berpikir, mungkin alasan Brian memperhatikan mereka, karena piring yang dipinjamkannya belum juga dikembalikan. Hayati tetap saja fokus melihat dan memperhatikan Akbar yang sedari tadi memainkan musiknya. Jika dilihat dari cara Akbar bernyanyi, sepertinya dia menyanyikan lagu itu memang murni dari hatinya. Entah untuk siapa lagu itu, yang Hayati tahu. Akbar dan Reva semakin dekat layaknya sepasang kekasih yang dilanda asmara. Hayati memandang Akbar sedikit lama, dia tertegun saat Akbar tengah menyadari bahwa Hayati memperhatikan. Akbar tersenyum, Hayati membalas senyum. Hayati tidak mengerti apa yang dirasakan oleh Akbar, namun terkadang Akbar bersikap aneh dan tidak mudah ditebak. Terkadang, Hayati bisa begitu kesal padanya. Terkadang juga, Hayati merasa dia adalah laki-laki yang baik. Kisah perjodohan mereka belum juga menemukan titik terang, yang jelas Hayati masih bersikeras agar perjodohan itu harus dibatalkan, agar Hayati juga tidak tertekan. Dia tidak ingin berhubungan lagi dengan Akbar sebab sifat dan perilakunya yang tidak menentu.
Alunan demi alunan lagu sudah disenandungkan oleh Akbar, dia berhasil membuat semua mata terpana dan terpukau akan indahnya. Akbar tambah menawan malam ini, auranya semakin terlihat berseri-seri.
"Kalau seperti ini, aku tidak bisa move on." Ujar Sofia dengan wajah memerah.
"Lebay banget sih!" kata Marwah.
"Ngiri ya?" kata Sofia. Mereka berdua kembali beradu pendapat. Sedangkan Hayati tetap terdiam, menikmati alunan musik dan desiran angin malam. Cahaya bintang dan cahaya bulan juga masih setia menemani, menambahkan hal istimewa yang tak mampu dia lupakan. Bahkan Brian juga masih terpaku memandangi Hayati, sehingga Hayati risih. Perlahan, Brian mendekati Hayati yang duduk di barisan paling depan. Brian menghampiri dengan tersenyum kepada setiap siswa-siswi yang ada di sana.
"Kamu kedinginan?" tanya Brian pada Hayati.
"Tidak," jawab Hayati singkat, meski sebenarnya tubuhnya sebentar lagi akan membeku.
"Tapi aku lihat, wajahmu sudah pucat," ucap Brian.
Hayati tertunduk dan berkata. "Iya, sedikit dingin," Mendengar jawaban Hayati, Brian langsung berlalu pergi ke arah tendanya dan segera kembali membawa jaket tebal di tangannya.
"Ini kamu pakai dulu, kamu tenang saja. Jaket ini masih baru," kata Brian memberikan jaketnya.
"Terimakasih." Ucap Hayati mengambil jaket yang telah diberikan oleh Brian. Hayati mengenakan jaket itu, dan sedikit demi sedikit dia merasakan kehangatan. Setelah itu, Brian kembali bersama dengan teman-teman camping nya.
"Hayati, Brian itu perhatian banget ya? Mana romantis, coba Akbar juga seperti itu kepadaku," kata Sofia.
"Iya, kalian berdua seperti layaknya pasangan," kata Marwah.
"Enggak, ah! Bukan seperti itu, mungkin Brian sudah menganggap ku adiknya." kata Hayati. Hayati sedikit pun tidak menaruh curiga, dia berpikir bahwa Brian hanya menganggap Hayati selayaknya adik. Hayati masih tetap ingin fokus pada cita-citanya, dia tidak ingin cita-citanya terganggu hanya karena asmara. Masih banyak hal yang ingin dia raih, bahkan kuliah di tempat yang memang dia inginkan sejak dulu. Semua itu harus dia raih dengan rasa kesungguhan dan penuh semangat. Malam ini semakin larut saja, api unggun juga sudah akan berakhir. Semua mata juga telah capek dan ingin beristirahat, alunan musik dari Akbar juga sudah selesai. Waktunya istirahat juga sudah tiba, semuanya beristirahat dan merangkai mimpinya, sekaligus memulihkan tenaga untuk nanti pagi menelusuri kawah gunung Bromo. Serta bersiap-siap untuk membereskan hal-hal yang ingin dibawa saat melihat sunrise. Sebelum Hayati dan kedua sahabatnya beranjak ke tendanya mereka, lagi-lagi Brian datang dan berkata.
"Nanti berangkat jam berapa?"
"Sekitar jam 2 pagi," jawab Sofia.
"Nanti berangkatnya bareng saja, soalnya aku dan teman-temanku juga mau melihat sunrise," ucap Brian.
"Boleh juga tuh!" jawab Marwah. Padahal, Brian ingin Hayati yang menjawab pertanyaan Brian. Namun Hayati hanya tetap saja memperhatikan mereka.
"Kamu setuju, Hayati?" tanya Brian.
"Boleh," jawab Hayati. Hayati menjawab singkat dan tersenyum. Brian membalas senyum Hayati.
"Besok kalian jangan lupa bawa air putih dan makan terlebih dahulu, bawa roti kan?" tanya Brian.
"Iya, Bawa dong!" jawab Sofia dan Marwah.
"Bagus, Kalau gitu aku kembali ke tendaku dulu," kata Brian.
"Oke!" jawab Hayati dan sahabat-sahabatnya.
Brian berlalu, Hayati dan sahabat-sahabatnya masuk ke dalam tenda dan mencoba memejamkan mata. Mereka sudah tidak sabar menunggu jam 2 pagi, mereka berharap waktu itu adalah waktu momen yang tidak akan pernah bisa terlupakan, sepanjang masa.