Bab 8 Bisakah Kita Berteman
Drrrt drttt
Ponsel Aya terus berbunyi membuat sang empunya yang sedang berjalan kaki terpaksa menepi mengambil benda pipih menggeser tombol hijau untuk mengangkat sebuah panggilan. Aya memutar bola matanya malas melihat nama "Kinan" pada layar teleponya. Ia tahu pasti sang sahabat pasti akan panik dan lebay nanti.
"Iya Nan ada apa?" ucap Aya malas.
"Lo lagi dimana sih? gue cariin di kamar kok engga ada?" tanya Kinan dari seberang sana.
Aya menjauhkan ponselnya dari telinga karena omelan Kinan dengan suara setengah berteriak membuat telinga Aya berdegung.
"Gak usah teriak teriak kali Nan. Gue lagi keluar bentar cari angin... sorry gak pamit habis gue lihat lo pules banget tidurnya"
"Oh ya sudah kalau gitu... jangan pulang terlalu malam" sahut Kinan kemudian.
"Hemm" ucap Aya sembari mematikan sambungan teleponnya.
Aya memasukkan kembali ponselnya ke dalam handbag-nya, ia lantas berjalan masuk ke dalam mini market hendak membeli camilan.
Pun dengan seorang Pria, Gilang menepikan mobilnya hendak membeli minuman karena tenggorokannya terasa sangatlah kering. Ia ke luar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam sebuah bermini market berplakat "Mi Mart". Ia mendorong pintu mini market dan berjalan menuju lorong minuman. Namun matanya tertuju pada sebuah coklat mete yang tertata rapi dalam rak.Gilang lantas berbelokarah menuju rak coklat hendak mengambil beberapa coklat mete. Bertepatan dengan itu ia meraasa ada seseorang yang menubruk tubuhnya dari belakang.
"Awww shhh" aduh Aya ketika ia tanpa sengaja menubruk seseorang yang berjalan di depannya.
Aya mendongakkan kepalanya bersmaan dengan sebuah kepala yang menoleh ke belakang. Tatapan mereka saling beradu mengunci satu sama lain. sedetik dua detik tiga detik hingga sepuluh detik mereka saling bertatapan. Mata keduanya saling memancarkan kerinduan kepada satu sama lain. namun pada detik selanjutnya Aya memutuskan pandangan. Ia lantas meminta maaf hendak berlalu pergi namun sebuah lengan dengan cepat menahannya.
"Ay tunggu..." cegah Gilang.
Aya tak ingin menoleh ke belakang ia takut jika benteng pertahanannya akan hancur karena melihat wajah sendu Gilang.
"Ada apa lagi? cepat katakan!" ucap Aya dingin.
"Kita bicara di luar..." ucap Gilang menarik pergelangan Aya keluar mini market usai membayar belanjaan mereka.
Gilang menarik paksa Aya masuk ke dalam mobil mengabaikan Aya yang terusa saja memaki Gilang. Ia melajukan mobil kencang tanpa tujuan.
"Lang bukain pintunya.." seru Aya sembari mencoba membuka pintu.
"Aku akan keras jika kau terus saja memberontak" Ancam Gilang yang membuat Aya diam.
Mobil Gilang melaju kencang ke arah puncak, Ia memarkirkan mobilnya di depan sebuah Villa.
"Lang kita mau ngapain ke sini... please anterin aku pulang Lang" ucap Aya memohon.
Gilang hanya diam dan tak menjawab ucapan Aya, Ia menggandeng Aya masuk ke dalam Vila dan mendorongnya masuk ke dalam sebuah kamar. Lalu mengunci kamar tersebut dan menyimpan kuncinya di dalam saku celana.
Aya yang takut pun memilih diam dan tak berniat lagi bertanya atau pun membantah karena ia takut Gilang melakukan sesuatu padanya. Aya memilih duduk di sofa panjang dan menundukkan pandangannya. Ia sama sekali tak berani menatap wajah pria di depannya.
Gilang yang menyadari bahwa sikapnya membuat Aya takut pun beringsut mendekat. Ia meraih dagu Aya lalu mendongakkan wajah Aya yang saat ini sudah basah akibat tetesan air mata.
"Maaf..." ucap Gilang sembari menghapus air mata Aya.
"Maafin aku sudah membuat kamu takut Ay... Aku tidak punya cara lain untuk mendekatimu untuk mengajak kamu bicara" ucap Gilang sembari meraih tubuh Aya ke dalam pelukannya.
Tangis Aya pecah kala Gilang memeluk tubuhnya dengan erat.
"Kamu Jahat... kamu jahat" seru Aya di sela isak tangisnya.
Aya memukul mukul dada Gilang kecil meluapkan kekesalannya. Gilang memilih diam membiarkan Aya tenang dalam pelukannya.
"Kau sudah puas menangis? kita bisa memulai bicara sekarang?" tanya Gilang kala tak lagi mendengar isak tangisdari Aya.
Aya mengangguk pelan lantas tersenyum malu "Kau mau bicara apa?" tanya Aya kemudian.
"Bisakah kita berteman dengan baik?" tanya Gilang to the point.
"Mengapa kau ingin berteman denganku?" tanya Aya sembari menatap wajah Gilang.
"Aku tak bisa melupakanmu semenjak malam itu... A-a-aku terus saja merasa bersalah kepadamu Ay... jadi tolong terima lah aku menjadi temanmu jika kau tak mau aku bertanggung jawab atas dirimu... paling tidak terimalah aku jadi temanmu agar aku bisa menghapus rasa sedihmu... ya paling tidak sedikit mengurangi bebanmu" ucap Gilang tulus.
Entah mengapa ada rasa hangat menjalar di hati Aya saat mendengar ucapan Gilang barusan. Ia mengulum senyum tipis lantas mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Gilang.
"Terimakasih..." ucap Gilang dan dengan reflek memeluk Aya.
"Um... maaf Ay..." ucap Gilang beringsut menjauh.
"Tak apa Lang... Ayo kita pulang" pinta Aya kepada Gilang.
"Kita pulang besok saja ya... malam ini kita menginap saja di sini. Ini sudah terlalu malam dan di luar sedang turun hujan"
"Ya sudah ayo kita beristirahat, besok kau harus pergi kerja kan" ucap Aya yang dibalas anggukan kepala oleh Gilang.
Aya mengambil satu bantal dan berjalan ke arah sofa yang ditahan oleh Gilang. "Ay... mau kemana?" tanya Gilang menghentikan langkah Aya.
"Mau tidur kan?mau kemana lagi memangnya Lang?"
"Tidur di sofa maksudmu?"
"Iya kan gak mungkin kita tidur ranjang..."
"Kamu yang tidur di ranjang... aku yang tidur di sofa" ucap Gilang meraih bantal yang dibawa Aya lalu membaringkan tubuhnya di sofa.
Aya tersenyum menatap punggung Gilang yang kian menjauh, Ia berjalan menuju ranjang dan membarigkan tubuhnya di sana. Entah kenapa matanya sulit sekali terpejam, ia membolak balikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri mencari posisi nyaman namun tak kunjung mendapatkannya.
Pun dengan Gilang yang juga tak bisa tidur. Ia berjalan mendekati ranjang kala melihat Aya membolak balikkan tubuhnya.
"Ay kamu kenapa? sakit?" tanya Gilang memastikan.
"Eh... i-itu... um aku gak bisa tidur Lang" ucap Aya jujur.
"Kok sama sih... aku juga gitu" sahut Gilang heran.
"Um... Lang kalau aku meminta kamu temenin aku tidur apakah kamu mau?" tanya Aya malu malu.
Gilang mengangguk pelan lalu membaringkan tubuhnya di samping Aya mengambil guling untuk membatasi jarak mereka.
"Terimakasih Lang" ucap Aya tersenyum lembut.
"Hemmm tidurlah" ucap Gilang sembari mengusap pucuk kepala Aya.
Bagai sebuah sihir, usapan Gilang membuat Aya mengantuk dan tertidur pulas. Pun dengan Gilang ia merasa matanya mulai berat kala melihat Aya tertidur di sampingnya. Dan kini mereka terlelap mengarungi samudra mimpinya dengan damai.
Bantu kasi riview dong plisss