Terdengar suara ramai didalam sebuah gedung sekolah menegah atas sejak pukul 6 pagi. Hari ini merupakan hari pertama masa orientasi di tahun ajaran baru.
Suara toa dari inspektur acara terdengar di seluruh penjuru sekolah hingga gerbang masuk, membuat kedua murid baru ini tergesa-gesa.
Name tag yang gedenya seperti papan ujian terkalung sebagai penanda identitas setiap murid baru, kunciran rambut sesuai dengan jumlah tanggal lahir bagi perempuan juga capil petani untuk murid laki-laki menjadi syarat mos kali ini.
Memasuki pelataran sekolah, terlihat para murid baru berkumpul di tengah lapangan. Dengan segera mereka mengambil tempat berbaris.
Seorang gadis berkuncir 30 dengan pita merah merasa malu ketika orang-orang yang berpapasan dengannya, terkejut dan menatap aneh.
Ditambah lagi sahabat disampingnya ini tenggah menahan tawa melihat penampilannya sejak berangkat sekolah tadi, dengan kesal ia mendorong lengan sahabatnya itu kesamping.
"Udah ketawanya." kesal sudah pasti.
Ia melipat kedua tangannya didepan dada sambil memutar bola matanya.
Dan tak disangka lelaki di depannya ini malah semakin menjadi
"Huahhaaahahaha anjim kek kebon sawit."
Di dalam hati ia meruntuki nasibnya yang terlahir dengan tanggal puluhan itu, ia mendengus menghentakkan kaki beberapa kali.
Tak jauh dari sana Bintang berlari kearah mereka, sambil menepuk pundak Rendy Ia bertanya.
"Ren, lo tau Nayla di man..."
Bintang tak melanjutkan kalimatnya ketika Nayla membalikkan badan menghadapnya dan yang terjadi selanjutnya membuat Nayla mengerucutkan bibir cemberut.
"Buahahahahah ini haahahaaha nayla?"
Wah bagaimana bisa orang di depanya ini menertawainya juga, padahal rambutnya sendiri dikuncir sama sepertinya. Meski tak sebanyak dirinya sih.
"Eh bisa diem ngak kalian, gue kuncir sekalian tuh mulut baru tau rasa."
Nayla berkaca pingang sambil melotot kearah Bintang dan Rendy.
"Rendy!"
Ketiganya membalikkan badan ketika mendengar seseorang memanggil nama Rendy cukup lantang.
"Ya?"
Melihat perempuan tersebut raut wajah Rendy sama sekali tak bisa ditebak. Gadis dengan 2 kunciran tersebut menarik tangan Rendy untuk di gengamnya. Melihat itu Nayla memaligkan wajah ke arah lain.
"Dia lagi."
"Dy kenapa kamu ninggalin aku tadi." rengeknya membuat nayla memincingkan mata. Ia merasa mual mendengarnya.
Rendy hanya dapat tersenyum singkat menanggapi wanita yang bergelayut di lenggannya.
Nih cewek gak tahu malu banget sih, ngak tahu apa ini di lingkungan sekolah, batin Nayla melihat gadis tersebut yang semakin mengeratkan pelukan tangannya dan bersandar ke pundak Rendy.
Tak selang lama kegiatan dimulai, Seseorang dengan selempang toa menyuruh semua murid baru untuk segera berbaris. Untung saja Sindi bukan segugus dengan nya dan Rendy, setidaknya seharian ini sindi tak akan terlalu menganggu.
Tanpa menunggu lama anggota osis segera membuka acara tersebut. Diawali dengan sambutan-sambutan kepala sekolah dan wakilnya, juga guru dan staf beserta jajarannya lalu dilanjutkan perkenalan diri mereka masing-masing.
Setelah kegiatan pengenalan yang panjang dari para guru, anggota osis segera mengambil ahli jalannya acara.
"Selamat datang untuk para siswa baru di SMA Bhinneka. Perkenalkan saya Elang menjabat sebagai ketua osis di tahun ini, saya kelas 12."
Semua mata para murid tertuju pada ketua osis tersebut, bahkan kakak kelas yang berada di dalam kelas mengintip lewat jendela, terkecuali Nayla yang malah menatap pungung orang di depannya.
Bintang yang berada dibarisan gugus samping Nayla menyengol lengannya membuat ia terkejut. Bintang menangkup pipinya dengan kedua tangan sambil mengerakkan kepala kekanan dan kekiri terus memandang ke arah ketua osis tersebut.
"Naayyy, ketua osis kita ganteng banget sihh."
Nayla menoleh ke arah bintang kemudian mengalihkan pandangannya untuk melihat ke depan mencoba memastikan. Yah perkataan bintang memang sepenuhnya benar, ketua OSIS SMA Bhinneka memiliki paras yang tampan dan karena itu ia jadi terkenal seantero sekolah hingga sekolah-sekolah tetangga.
"Cantik." seru Rendy pelan.
"Siapa? kak Elang?" tanya Nayla terkejut mengira Rendy memuji lelaki yang berdiri di depan sana seperti Bintang.
Tidak diragukan lagi radar telingga nayla yang tajam ditambah pikiran yang sempit meurut Rendy, membuat Nayla sering memiliki asumsi tanpa pemikiran yang mendasar.
Rendy menengok ke belakang menghadap Nayla, menatap datar "Ya bukan lah. Masa gue suka ama batangan sih."
Perkataan Rendy barusan membuat Nayla menatapnya bingung.
Lain halnya dengan Rendy yang teralihkan atensinya pada perempuan yang berdiri dibarisan anggota OSIS paling ujung sembari tersenyum manis dengan dimple tercetak di kedua pipinya melihat kegiatan yang tengah berlangsung.
Semua anggota osis telah memperkenalkan diri, dilanjutkan perwakilan murid baru dengan nilai tertinggi UN yang masuk ke SMA Bhinneka. Semua murid memperhatiakan dengan seksama terutama Rendy, bagaimana tidak orang di depan sana benar-benar cantik.
"Halo. Perkenalkan nama saya Luna. Terima kasih sudah menjadikan saya sebagai perwakilan di tahun ini, sebuah kehormatan bagi saya bisa berdiri di sini."
Ia tersenyum ramah kearah semua murid, angin yang berhembus ringan menerbangkan rambut panjangnya membuat lelaki yang tenggah duduk dibarisan ketiga paling belakang menatap luna lekat dan tidak berpaling sedikitpun.
"Hmm kalau liat yang bening dikit aja langsung tu mata ngak ada rem, loss." sindir Nayla membuat Rendy mengerjapkan mata kembali menengok.
"Apaan sih? Suka-suka gue dong, kan lebih mending ketimbang liat muka garang lo."
Rendy tidak bersungguh-sungguh dengan ucapannya namun hal itu membuat Nayla sukses melotot kesal.
"Maksud lo apa?"
Nayla menjitak kepala Rendy, membuatnya mengerang kesakitan sambil mengosok bagian yang sakit.
"Gini nih kalok pas lahiran bidannya Thanos. Barbar."
"Ya lo tuh yang udah kelewat bar-bar. Udah punya pacar masih aja mata jelalatan"
Rendy kembali menghadap kedepan dan lebih memilih menatap objek didepan sana sekarang yang seakan-akan seperti malaikat ketimbang harus dengerin ocehan Nayla.
Kegiatan pengenalan lingkungan sekolah telah usai kemudian dilanjutkan untuk istirahat. Murid-murid baru berkumpul sesama murid baru, terutama teman SMP yang mereka kenal. Bintang dan Nayla segera ke kantin meninggalkan Rendy bersama pacarnya Sindi yang sedari tadi tak ingin dipisah bagai sandal swallow.
Hari-hari berikutnya berjalan seperti mos pada umumnya mulai dari pengenalan, kemah, acara-acara pentas seni dan masih banyak lagi.
**********
Hari ini merupakan hari penutupan bagi murid baru yang telah melaksanakan mos selama lima hari. agar penutupan mos kali ini lebih sempurna semua murid baru harus membawa kayu bakar untuk membuat api unggun yang dilaksanakan nanti malam sebagai acara penutup.
Sekarang masih jam setengah 5 sore. Masih terlalu lama bagi Nayla menunggu acara dimulai.
Sebenarnya terdapat kegiatan pengisi waktu luang yang sedari tadi digembar-gemborkan oleh para anggota osis sebagai kegiatan mengakrabkan diri satu sama lain seperti permainan lari estafet atau kaki seribu mengunakan klompen yang sudah dimodifikasi dan tidak lupa berhadiah satu set perlengkapan bersih-bersih kelas.
Namun menurut Nayla hal itu membuat bosan dan banyak menguras tenagganya jadi ia lebih memilih untuk berkeliling sebentar.
Sekarang ia sudah hafal dengan tempat-tempat disini. Dibelakang green house terdapat bangku yang terbuat dari batang pohon menghadap kebun bunga, yang kabarnya kebun tersebut dikelolah oleh salah satu anggota osis.
"Wahh," Nayla benar-benar terpukau dengan keindahan tempat ini, meski beberapa kali ia ke sana tak pernah sekalipun merasa bosan.
Setelahnya, ia berjalan ke arah lantai dua menelusuri koridor yang tampak sepi. Pemandangan diatas sini benar-benar menakjubkan cahaya matahari yang terlihat ingin kembali keperaduannya terasa begitu hangat, ia menyukai situasi sekarang yang menurutnya begitu tenang.
Brukk...
"Eh...KaMbInGGgg!" ia mengumpat terkejut.
Terdengar suara benda jatuh tak jauh dari tempatnya berdiri. Nayla segera menegkok ke belakang, rasa-rasanya suara tersebut berasal dari dalam kelas.
"Suara apa tadi?"
Nayla berjalan mendekat ke asal suara, terdengar pembicaraan dua orang didalam sana yang samar mengatakan nama Rendy dalam percakapan mereka.
"Rendy?"
Dengan sedikit mengendap-ngendap ia mengintip lewat jendela mencoba mengetahui siapa orang yang berada di dalam sana.
"Aku mau kamu tingalin sih Rendy."
Nayla terkejut mendengarnya. Ia melihat Sindi bersama lelaki yang dulu pernah terlibat masalah dengan Rendy.
Dulu Rendy, Nayla dan Sindi adalah teman sekelas. Waktu itu menurut Nayla, Rendy benar-benar bodoh ingin berpacaran dengan Sindi. Padahal Sindi tengah bertengkar dengan mantan kekasihnya lalu tiba-tiba Rendy melibatkan diri dengan urusan mereka dan membantu Sindi untuk putus dari mantan nya. Keesokan harinya Sindi tiba-tiba mengajak Rendy berpacaran dan gilanya Rendy malah meng-iya-kan ajakan tersebut. Dengan alasan Rendy ingin merasakan first love nya meski keduanya masih duduk di bangku SMP.
Nayla memposisikan dirinya agar dapat mendengar lebih jelas, ia mencoba mengintip lewat jendela kelas disampingnya.
"Apa yang kamu omongin itu bener kan? kamu janji ngak bakalan ningalin aku." ucap Sindi menghadap ke arah Leo-mantannya-seolah meminta kepastian.
"Aku janji sayang. Kalau kamu tingalin dia, kita bakal balik kayak dulu lagi." Leo memeluk Sindi.
Wahh Nayla tak habis pikir dengan Sindi sekarang, bagaimana bisa ia menghianati Rendy dan malah ingin kembali dengan mantan kekasih yang dulu pernah menyakitinya. Padahal siapa yang merengek kemarin ingin satu sekolah dengan Rendy.
"Aku udah ngak peduli lagi sama dia lagipula dari dulu aku ngak suka sama dia." seru Sindi meyakinkan kemudian membalas pelukan Leo.
"Apa?"
Hampir saja Nayla keceplosan dengan cepat ia membungkam mulutnya dengan kedua tangan. Segera Nayla bersembunyi di tembok samping jendela. Namun tidak lama ia mendengar suara yang aneh di dalam sana. Nayla kembali mengintip kedua orang tersebut dan benar di luar dugaannya, ternyata mereka tengah berciuman.
"Nay. Ngapain lo di situ? gue cariin dari tadi."
Timingnya benar-benar tidak pas, Nayla melotot terkejut melihat Rendy yang berjalan ke arahnya.
"Aduh ngapain sih dia ke sini, jangan sampek dia lihat Sindi."
"Ngapain lo kesini? Sana pergi," ia berbisik membuat Rendy tak mendengar apa yang dikatakan Nayla.
"Hah? apaan sih."
"Yahhhh! Jangan kesini pergi! Pergi!" Nayla mengibaskan tangan seperti gerakan mengusir, namun rendy tak mengubris dan malah melanjutkan langkahnya.
"Ngomong apa sih lo?" seru Rendy yang semakin penasaran dengan tingkah Nayla yang aneh, seolah tengah menyembunyikan sesuatu.
Nayla gelagapan mengetahui tinggal beberapa langkah lagi untuk Rendy berada di depannya.
Nayla kembali mengintip kedalam kelas memastikan. Yah mungkin saja mereka berdua bersembunyi karena mendengar suara ribut di luar apalagi suara Rendy yang sedari tadi berteriak nyaring. Namun perkiraan Nayla salah. Acara mereka belum juga selesai.
Nayla tidak habis pikir dengan kelakuan dua orang di dalam sana, seharusnya mereka sadar kalau ini masih di lingkungan sekolah. Bisa saja yang memergoki mereka salah satu anggota osis atau malah guru.
Sekarang Rendy sudah berada di hadapanya, menatap bingung Nayla yang terlihat gugup.
Nayla tidak pandai jika berbohong atau tengah menyembunyikan sesuatu. Hal inilah yang meyakinkan Rendy jika Nayla tenggah menyembunyikan sesuatu darinya.
Nayla takut jika Rendy bisa sedih ketika mengetahui hal ini atau mungkin ia akan mengamuk dan melakukan sesuatu diluar nalar pada dua mahluk yang asik beradu mulut dalam artian lain di dalam sana.
"Lo lagi liatin apa sih?" Tanya Rendy mengerutkan kening membuat alisnya tampak menyatu.
Nayla yang gugup tak berhenti mengerakkan bola matanya kesana-kemari membuat Rendy semakin penasaran.
Ketika Rendy hendak memalingkan muka melihat kedalam jendela dengan sigap Nayla menutup mata Rendy dengan salah satu tangannya kemudian menarik Rendy untuk mejauh dari sana.
"Lhha..lha apaan sih nay? gue ngak bisa lihat kali."
"Udah diem, ngak usah lihat. Ngak ada gunanya."
Rendy berhenti di tempat membuat Nayla tersentak dan menabrak tubuhnya.
"Aduh.."
Nayla segera mundur beberapa langka melihat Rendy yang sedang menatapnya penuh Tanya.
*********
Mereka tengah duduk di tangga lantai tiga mengantisipasi jika bertemu dengan Sindi dan Leo. Nayla menceritakan apa yang telah terjadi barusan karena Rendy memaksanya untuk bercerita.
Rendy menunduk menatap sepatunya membuat Nayla bingung harus bagaimana.
"Emmm Ren. Lo pasti kecewa yah?"
Cukup lama Rendy tak menanggapi ucapan Nayla, ia menarik nafas kemudian menghembuskannya lewat mulut.
"Buat apa gue kecewa, gue malah bersyukur bisa bebas dari dia. Dulu gue bego banget, mau aja dimanfaatin sama dia." Sesalnya.
Nayla menatap Rendy dari arah samping yang tengah tersenyum getir. Seharusnya ia dulu bisa mencegah Rendy pacaran dengan Sindi.
Rendy melihat Nayla yang tampak gelisah, ia tahu jika Nayla pasti mengkhawatirkan dirinya sekarang.
"Udah loe ngak usah kawatir, gue sebenarnya udah tau dari seminggu yang lalu kok. Lagian gue udah ngak peduli lagi sama dia," ujar Rendy dengan senyum hangat menghiasi raut wajahnya.
"Dan tangan loe yang kecil ini, ngak bisa nutupin mata gue sepenuhnya tadi." Rendy menunjuk tangan Nayla yang berada disebelah tubuhnya dengan dagu.
"Jadi. Lo tadi sebenarnya udah lihat?" Nayla terkejut dengan penuturan Rendy.
"Hmm, yah. Tapi makasih banget, lo udah narik gue dari sana. Kalok ngak mungkin gue udah lepas kendali hahaha,"
Sempat sempatnya dia tertawa dalam keadaan seperti ini batin Nayla yang ikut menarik sudut bibirnya.
"Udah ngak usah dipikirin, gue yang digoblokin kok lo yang sedih sih."
Rendy tersenyum ke arah Nayla dan mengacak rambutnya, temannya ini benar-benar mengemaskan.
Rendy tidak tahu jika perlakuannya barusan sukses membuat semburat merah di pipi Nayla.
To be continue