Jam beker diatas nakas berdering begitu keras membuat Nayla terbangun dengan mata yang masih terpejam tak ingin di buka. Sekarang masih terlalu pagi tetapi karena hari ini waktu pembagian kelas ia harus sedikit berusaha agar mendapat tempat duduk di belakang kesukaannya. Sebut saja dia seperti anak bandel pada umumnya tapi memang itu kenyataannya, ia tak akan mau berebut tempat duduk yang berada di depan.
Dengan segera Nayla berlari ke kamar mandi. Selesai dengan seragamnya ia turun untuk berangkat ke sekolah. Bagaimana dengan sarapan? Ia tak akan membuang-buang waktu untuk mengecek hal tersebut sebab kedua orang tuanya tengah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing yang terkadang hingga larut malam dan akhirnya membuat mereka terlambat bangun.
Biasanya dialah yang membuat sarapan tetapi karena hari ini ia terlalu gopoh, jadi dia melewatkan tugas itu.
Nah ini, tak sampai semenit ia keluar rumah ojek mautnya telah tiba. Rendy beserta sepeda beat merahnya sudah berada di depan rumah Nayla untuk berangkat bersama, tanpa basa-basi Nayla segera memakai helm di boncengan.
Mengetahui jok penumpang sudah berpenghuni, Rendy melajukan motornya dijalanan beraspal dengan ngebut.
...........
Rendy berjalan ke arah mading sekolah di ikuti Nayla yang berada disebelahnya, terlihat antusias menyambut hari pertama sekolah menjadi siswi SMA. Nampak kerumunan di depan sana yang sama antusiasnya dengan Nayla.
"Padahal gue udah berangkat pagi, kenapa udah rame sih." gerutu Nayla.
"Mungkin mereka sama semangatnya kayak elo kali." sahut Rendy yang tengah merengangkan badan karena masih mengantuk. Kalau bukan karena Nayla yang memaksanya untuk berangkat sepagi ini mungkin ia masih berada di atas tempat tidur sekarang.
Akhirnya kerumunan terlihat longar dengan sigap Nayla berhasil menerobos. Ia berusaha mencari namanya. Cukup lama Nayla berhasil menemukannya. Ternyata ia dan Rendy berada dikelas yang sama.
Nayla menoleh tak mendapati Rendy di belakang tempatnya berdiri tadi.
"Lah si Rendy kemana?"
Ia menatap sekeliling. Tidak jauh dari sana terlihat Rendy tengah berbincang dengan seseorang yang membelakangi arah pandang Nayla. Penasaran Nayla berjalan kearah Rendy.
"Ren, gue cariin ternyata disini." orang yang dimaksud segera menoleh bersamaan dengan perempuan tersebut berbalik badan.
"Iya, tadi gue jalan-jalan bentar sambil nunggu madding agak sepi." celetuk Rendy sembari tersenyum kearah Nayla.
Nayla mengerutkan kening menatap Rendy.
Nayla memperhatikan perempuan tersebut lamat seperti ia pernah melihatnya tetapi ia lupa.
"Ah gue lupa ngenalin lo sama Luna. Luna ini Nayla dan Nayla ini Luna, kita seumuran."
Luna mengulurkan tangan sambil tersenyum dengan segera Nayla menyabut uluran tangan tersebut.
"Halo Nayla. Salam kenal."
Sekarang ia ingat, perempuan di depannya ini kan siswa yang kemarin terpilih menjadi perwakilan murid seangkatan.
"Oh iya. Salam kenal juga."
Luna melirik arlojinya. Lima menit lagi bel masuk akan berbunyi, ia segera berpamitan.
"Habis ini bel masuk. Aku ke kelas dulu ya?" Luna tersenyum ke arah mereka berdua kemudian berjalan pergi.
"Ya udah. Hati-hati ya jangan sampek jatuh. Nanti aku bakal marah sama yang bikin kamu jatuh"
Gombal Rendy sambil melambaikan tangan tinggi membuat Luna menggelengkan kepala dan tersenyum, mendengar itu Nayla mendelik bergidik geli kemudian berlalu pergi.
"Nay, lo udah lihat kelas gue dimana?" Tanya Rendy yang masih berdiri ditempat menatap pungung Luna menjauh. Rendy belum sempat melihat kelasnya dan bel masuk sekarang berbunyi.
Menyadari tak terdegar sahutan, Rendy menoleh ke samping kiri dan ternyata Nayla sudah tidak berada disampingnya. Rendy yang menyadari itu berteriak ke arah Nayla yang berjalan menjauh.
"Woy, Nay. Tungguin dong, kasih tahu dimana kelas gue?" Nayla menoleh menatap Rendy malas.
"Cari aja sendiri di madding!"
Nayla mempercepat langkah kakinya membuat Rendy mengerutu sambil mengekor mengikutinya berjalan menaiki tangga.
"Sejak kapan Rendy kenal sama cewek tadi ya?"
.......
POV Nayla
Setelah perkenalan tak sengaja waktu itu Rendy memberitahuku kalau dia menyukai Luna dan meminta bantuan ku untuk membantunya agar bisa lebih dekat dengannya. Bahkan sebelum itu ia sempat pacaran seminggu sama senior yang kemarin jadi kakak pembina gugus meski berakhir putus sih.
Awalnya aku terkejut, secepat itukah ia move on dari Sindi dan mancari penganti baru. Yah emang dasarnya playboy sih jadi cepet banget cari yang lain.
Sudah lebih dari sebulan aku membantu Rendy untuk lebih dekat dengan Luna dan sudah lebih dari sebulan, ia mendapat penolakan yang sama dan kali ini aku dipaksa untuk membantunya lagi.
Sebenarnya, aku tuh ikhlas bantuinnya tapi kadang males banget cuma di suruh nungu sambil liatin dia lagi PDKT, udah macam nggak ada kerjaan lain aku.
Nggak hanya itu, pernah Rendy ngajak keluar cuma buat ngikutin Luna seharian mulai dari ke perpus, mall, restoran, salon, sampai ke acara makan malam bareng cowok yang dari tebakan Rendy mungkin kakaknya Luna.
Tapi semoga saja kali ini berhasil. Yah jika misi ini gagal lagi, aku juga bener bener nggak tahu harus gimana. Karena aku sendiri juga nggak pernah punya pengalaman masalah cinta cintaan, lagian salahin dia yang minta nasihat ke orang jomblo.
Kali ini Rendy mengajakku untuk kekantin, kami duduk di meja belakang Luna mencoba sentral mungkin agar tak dicurigai, ia duduk seorang diri sambil bermain dengan ponselnya.
"Ren masak kita cumak diem di sini doang, gue laper nih." aku megerutu, karena sudah lewat sepuluh menit kita hanya duduk di sini tanpa memesan apapun untuk dimakan.
"Ya udah, lo tunggu di sini gue pesen makan dulu." ujarnya berdiri sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana.
"Pesen 3 porsi ya" pinta ku yang membuatnya melotot tak percaya.
"Banyak amat sih, loe mau makan semua."
"Udah cepet pesen aja sana."
Rendy beranjak pergi menuju tempat penjual bakso, aku mengusap layar handphone memainkan game yang sekarang tengah banyak di gandrungi anak muda.
Sliter oi
Tak sampai lima menit pesanan sudah jadi. Bu Arum-penjual memberi semangkok penuh bakso urat beserta daging itu pada kami.
"Makasih buk" seru kami hampir bersamaan. Aku menarik semangkuk bakso tersebut ke arah ku dan sisanya aku berikan ke padanya.
"Nih Ren, sekarang loe ke mejanya Luna, Lo kasih ini ke dia."
"Lah kok gitu?" ia mengernyit menatap ku dengan kening yang berkerut tampak bingung dengan apa yang ku maksud.
"Maksud gue Loe makan berdua sama dia, terus nanti loe bisa ngobrol-ngobrol deh." jelas ku sambil mencomot bakso urat yang begitu menggoda selera.
"Oh oke, tumben Loe pinter gini." Rendy tersenyum mengejek kemudian berdiri dari tempat duduknya.
Aku berdecak memprotes "Lo nya aja yang gak mudeng."
Rendy berjalan pergi ke meja Luna dengan kedua mangkok ditangan kanan dan kirinya, ia tampak gugup tetapi masih terlihat santai.
"Hai, boleh duduk di sini?" Dengan senyum sok ganteng Rendy bertanya pada Luna yang terlihat terkejut menghadap ke arahnya.
"Boleh" Luna menurunkan ponselnya untuk berada di atas meja, membalas senyuman Rendy ramah, mungkin sekarang Rendy tengah terhipnotis dengan senyum Luna yang manis.
Mereka tengah berbincang membuat ku penasaran dan berakhir memperhatikan mereka tetapi tak lama Luna mendadak bangkit dari kursinya hendak beranjak pergi.
Rendy mencoba membujuknya tetapi tampaknya hal itu sia-sia.
Rendy berjalan kearah ku dengan wajah ditekuk kesal kembali ke tempatnya semula sambil bawa dua mangkuk bakso yang salah satunya masih belum tersentuh.
"Gimana gimana?" Tanya ku penasaran apakah cara tadi setidaknya membuahkan hasil baginya.
"Apanya yang gimana," balasnya malas.
"Belum sempat gue mau ajak hangout, keburu pergi dia. Katanya ada urusan penting."
Mendengar itu aku menghembuskan nafas lewat mulut.
Ternyata gagal lagi.
"Eh Nay nanti loe pulang duluan aja bareng si Bintang atau nebeng siapa gitu," ujarnya, membuatku mengernyit heran.
"Lah kok gitu, emangnya loe mau kemana?" Tanya ku terkejut mendengar penuturannya yang tiba-tiba memintaku untuk pulang sendiri.
"Ada urusan yang harus gue selesain dulu." setelah mengucapkan kalimat tersebut Rendy berlalu pergi begitu saja.
"Yah tapi kan."
Aku sedikit berteriak untuk menghentikannya namun dia tak mengubris dan malah mempercepat langkah kakinya menghilang di balik tembok kantin. Ada apa dengan rendy, tak biasanya ia seperti ini?
…......
Kriiinnngg....
Bel tanda pulang sekolah berbunyi, dengan cepat ku lihat Rendy yang berada di tempat duduk ke dua di barisan belakang segera membreskan alat tulisnya.
Belum sempat untukku memanggilnya ia sudah keluar pergi dengan tergesa-gesa.
"Dia mau ke mana sih buru-buru amat?"
Aku mendengus pelan kemudian segera membereskan alat tulis di atas meja untuk pulang.
Aku berjalan malas keluar kelas, sebenarnya ada apa dengan Rendy tadi, urusan apa maksudnya? ngak biasanya dia kayak gitu.
Positif thinking, mungkin dia beneran ada urusan yang penting.
"Lagian kenapa juga gue jadi kepo kayak gini."
Terpaksa deh pulang sendiri, rencana pulang bareng Bintang gagal gara-gara dia ada ekstrakulikuler sekarang dan pulangnya malam.
Ketika menunggu angkot di depan sekolah yang tidak kunjung datang, aku ingin mengusir penat sambil bermain handphone tetapi niat tersebut hilang sudah saat tak mendapati benda tersebut di tempatnya.
"Kok hp gue ngak ada sih, perasaan tadi gue tarok di saku."
Ku buka tas sekolah mencoba mencarinya di dalam sana, ternyata tidak ada.
"Duh kenapa gue bisa ceroboh gini sih. Apa jangan-jangan ketinggalan di kelas."
Dengan kecepatan kilat aku berlari menerobos siswa lainnya yang berjalan berlawanan arah denganku melewati koridor dan tangga karena kelas ku yang berada di lantai dua. Aku takut jika pintu kelas sudah di kunci oleh penjaga sekolah dan aku tidak bisa mengambil hpku.
Ketika sampai terlihat pintu kelas masih terbuka, syukurlah ternyata pintu masih belum di kunci. Aku segera mencari benda persegi tersebut di kolong meja dan benar hp ku ada di sana.
"Untung aja tadi nih hp gak jadi hilang."
Selesai mengambilnya aku berjalan santai menuruni tangga. Padahal tidak lama aku mengambil ponsel, suasana di dalam sekolah sudah terasa sepi.
"Ngapa jadi serem gini sih?"
Ku percepat langkahku ketika melewati koridor lab biologi yang menampilkan kerangka tengkorak manusia di samping pintu sedikit terbuka itu.
Saking sepinya aku dapat mendengar suara gaduh dari arah gudang. Meski penasaran namun ku urungkan niat untuk mengeceknya. Bisa saja di sana ada hal yang berbahaya atau menakutkan. Hingga aku melihat Luna dengan wajah khawatir berlari ke arah gudang.
"Luna? ngapain dia ke sana?" oke sekarang aku penasaran. Pasti sesuatu yang serius tenggah terjadi.
Aku berlari mengimbangi langkah lebar luna yang tergesa-gesa. Sampai disana, aku bersembunyi di tembok tikungan menuju gudang. Mataku melotot dibuat terkejut.
Aku melihat dua orang di depan sana tengah berkelahi hingga darah menghias dibeberapa wajah mereka, aku tak tahu pasti siapa kedua orang tersebut karena perkelahian tanpa henti itu membuatku tak dapat melihatnya dengan jelas.
Luna yang berdiri disana mencoba untuk melerai mereka berdua, ia tampak menagis "Udah! Stop."
Tak lama salah satu orang di depan sana tersungkur akibat bogeman keras di bagian perut dari lawannya, aku terkejut begitu pula Luna yang melihat kekerasan itu di depan matanya.
Biasanya aku tahan jika melihat aksi gelud seperti ini di TV, tapi kalau real macam begini. Bulu kuduk sempat ikut berdiri.
Jika dilihat rasa-rasanya aku seperti ikut merasakan sakit ketika orang didepan sana dipukul dengan membabi buta.
Aku mematung tanpa bisa mengerakkan kedua kaki menjauh atau berteriak minta tolong. Tanpa sadar aku merapal doa agar tidak menimbulkan korban jiwa.
"Jauhin Luna kalok lo masih mau hidup." gertak lantang lelaki yang berjongkok tengah mencegkram kra seragam lelaki yang terduduk lemas dengan nafas tersengal-sengal lalu menyentaknya cukup keras.
Kemudian lelaki dengan jambul miring itu berdiri dengan tangan kanan yang ia gunakan untuk berkaca pingang dan yang lain menyeret Luna untuk pergi, meningalkan lelaki yang terduduk tidak dapat berbuat apa-apa.
Lelaki tersebut tampak menggeram kesal mengusap wajahnya gusar ketika melihat dua orang tadi pergi. Tanpa sadar, kini aku sudah bediri tidak jauh dari tempat lelaki itu terkapar. Ia berpaling dan tak sengaja pandangan mata kami saling bertukar, kami terkejut secara bersamaan.
To be continue