Langit kian mengelap, cahaya rembulan terlihat bersembunyi di balik awan. Miliaran bintang disana juga tertutup awan-awan hitam. Semilir angin yang bertiup mengoyangkan ranting-ranting pohon membuat dedaunan saling bergesekan. Hawa kali ini terasa dingin tanda hujan ingin turun mengantikan hawa gerah seharian.
Di sepanjang jalan nampak dengan jelas para tukang ojol berjaket hijau membludak memenuhui daerah dekat jembatan menuju spot spot wajib orang berpacaran untuk mengumpulkan pundi-pundi rezeki.
Jam menunjukkan pukul tujuh malam, Nayla duduk di sebuah café bernuansa modern-klasik yang alamatnya telah dikirim Rendy sore tadi. Entah apa yang merasukinya, mendadak Rendy mentraktirnya makan.
Nayla menatap dinding kaca yang tergabung dengan sekat hitam menjadi pembatas di antara pintu masuk menampilkan jalanan yang ramai orang berlalu-lalang lebih banyak dari biasanya.
Kling..kling
Bunyi lonceng yang tergantung di depan pintu masuk sekarang terbuka menampakkan sosok astral yang sedari tadi ditunggunya.
"Nayla." panggil Rendy mengangkat sebelah tangannya, tersenyum sumringah. Ia berjalan menuju meja tempat Nayla duduk.
Nayla tersenyum menoleh kearah Rendy.
"Akhirnya datang juga, lama banget sih. Gue laper tauk," gerutunya.
"Sorry telat, gue habis jemput sesorang." Rendy meringis seraya bikin tanda peace.
Dahi Nayla berkerut, mencerna makna kata seseorang yang dimaksud Rendy "Siapa?"
"Special guest. Luna," jawab Rendy.
"Akhirnya dia mau juga gue ajak hangout." tambahnya.
Kedua mata Nayla terbuka sempurna, antara terkejut dan tidak percaya mendengar ucapan Rendy barusan.
"lo gila ya!" sekarang Rendy yang ikut terkejut melihat reaksi Nayla.
"Gila?" ulangnya memastikan. Seharusnya temannya ini senang dong, akhirnya perjuangan Rendy tidak sia-sia.
"Iya. Kok mendadak gini lo ngasih tau gue, kalok Luna ikut." Rendy menghembuskan nafas malas sebagai respon.
"Gue udah ngasih tau kalik, Nay. Lo nya aja yang tadi ngak degerin."
Nayla berusaha mengingat. Mungkin saja Rendy sudah memberitaunya tetapi karena melamun ia jadi tidak sadar dan tak mendengarkan ucapan Rendy tadi pagi.
"Terus. Luna nya sekarang dimana?" Tanya Nayla yang tidak mendapati Luna berada di samping Rendy.
"Masih didepan angkat telpon," tunjuk Rendy ke belakang mengunakan jempolnya sambil menoleh.
"Nah, tuh udah selesai dia."
Nayla mengintip dibalik badan Rendy, ia melotot terkejut karena ucapan Rendy tidak main-main rupanya. Terlihat dari tembok kaca di depan, Luna berjalan masuk.
Nayla meneguk ludahnya susah payah, ia segera meraih tas diatas meja hendak pergi.
"Eh, lo mau kemana?" dilihatnya Nayla yang panik sendiri mengetahui Luna mendorong pintu masuk di depan sana.
"Ya pindah tempat duduklah."
"Ngapain?"
Nayla berdecak kesal, malah dirinya yang dibuat bingung dengan jawaban Rendy saat ini.
"Emangnya, lo mau kencan pertama lo rusak? Gara-gara dia kecewa kalok ada cewek lain selain dia yang lo ajak makan. Dan gue ngak mau yah jadi obat nyamuk lo berdua." seru Nayla membuat rendy tampak berpikir.
Nayla melirik kedepan pintu masuk, dari kejauhan Luna tampak celingukan yang tentunya mencari keberadaan Rendy.
"Ngak ap-" belum selesai Rendy menyelesaikan kalimatnya, Nayla sudah menyela.
"Udah deh. Gue bakal duduk di sana," tunjuk nayla pada meja yang berada didekat pintu masuk, tak jauh dari meja tempat duduknya yang sekarang digantikan oleh Rendy.
"Lagian lo tadi udah bilang ke Luna, kalau gue ikut?" Tanya Nayla yang mendapat gelengan singkat.
Ia segera menuju tempat duduk di bagian pojok tersebut, tetapi belum sampai lima langkah Nayla kembali menegok dan berujar "Jangan lupa traktiran gue."
"Iya Iya. Pesen aja, nanti gue yang bayar."
Rendy tersenyum menarik sudut bibirnya sebelah sambil mendengus melihat tingkah Nayla.
Rendy berbalik memangil Luna. Ia menarik kursi didepannya untuk Luna duduki.
"Ada perlu apa kamu ngajak aku kesini?" Tanya Luna sembari menarik kursi kedepan hendak didudukinya.
"Emangnya, ngajak keluar harus ada alasannya?" ujar Rendy dengan senyum bittersweet-nya. Mereka mulai mengobrol santai, terdengar sedikit candan dari Rendy di sela-sela perbincangannya membuat Luna tak henti-hentinya tertawa.
Ternyata, Rendy bisa jadi teman yang lumayan, kalau lagi ngak rese' batin Luna.
Luna menatap Rendy yang tengah asik bercerita lucu mengenai pengalamannya ketika masa orientasi, hal itu membuat Luna terkekeh melihat ekspresi Rendy yang menirukan gaya Pak Yono ketika memarahi Rendy dan siswa lain yang tidak mentaati peraturan.
Di lain sisi Nayla tampak memainkan ponselnya. Ia mulai merasa bosan, tidak ada yang bisa diajaknya mengobrol. Seharusnya malam minggu begini ia habiskan di rumah untuk marathon film atau membaca novel yang dibelinya kemarin dan bukannya menemani orang yang sedang berkencan kemudian menjadi obat nyamuk disini. Jika sebelumya ia tahu alias sadar bahwa Rendy mengajak Luna, ia akan menolak ajakan Rendy.
Nayla mengangkat sebelah tangannya memangil pelayan restoran yang tengah berdiri di depan kasir. Pelayan tersebut menyodorkan buku menu ke arah Nayla, dengan semangat ia mulai membolak-balik buku menu mencari makanan yang mengugah selera baginya.
Nayla melirik ke arah meja Rendy, terlihat keduanya tengah asik mengobrol diselingi tawa di setiap obrolan.
"Yah. Bakal lama nih kelarnya."
"Jadi pesan yang mana, Kak?" Tanya pelayan tersebut sopan, melihat Nayla yang terfokus pada meja arah sembilan puluh derajat dari tempat duduknya cukup lama.
Ia segera menoleh sambil tersenyum kikuk. Nayla mengalihkan pandangannya ke buku menu, memilih semua yang belum pernah ia coba, mulai dari makanan pembuka sampai makanan pencuci mulut.
Sempat terlintas dipikirannya jika Rendy melihat struk makanannya nanti, pasti dia bakal marah tapi mau gimana lagi kan Rendy yang ngajakin dia keluar dan mau mentraktir makan, ditambah lagi sekarang ia sedang jadi penonton bayaran, menyaksikan Rendy yang lagi kencan.
"Emangnya ngapain sih Rendy ngajak gue keluar, kalau sekarang dia lagi kencan?"
Setelah memilih menu. Tak lama pesanan akhirnya datang satu per satu. Nayla mengedarkan pandangannya pada makanan - makanan yang terhidang di atas meja membuatnya menelan ludah begitu menguirkan.
"Kapan lagi makan banyak terus di bayarin."
Segera ia menjadi semangat ketika semua makanan tersebut bergantian memenuhi rongga perutnya yang rata.
🐛🐛🐛.....
Gluduk..gluduk..
Suara Guntur terdengar bersahutan, Nayla yang duduk di samping tembok kaca dapat dengan jelas melihat kilatan petir di antara awan-awan di atas sana yang berubah terang hanya dengan hitungan detik.
"Waduh mau hujan," ujar Nayla memperhatikan keluar.
Nayla ingin memberitahu Rendy segera, tetapi tampaknya mereka masih melanjutkan acara mengobrol mereka yang terlihat semakin seru. Nayla di buat bingung harus bagaimana, sebenarnya ia tidak ingin menganggu Rendy tapi kalau seperti ini, nanti pulang bisa-bisa dia kehujanan.
Nayla mencoba mengirim pesan ke Rendy, lama ia menunggu Rendy yang tidak kunjung membalas. Dicobanya lagi untuk kesekian kali.
Ting..Ting..Ting
Notifikasi pesan berulang kali terdengar membuat Rendy terpaksa menghentikan aktifitas mengobrolnya.
Dan seumpama Line yang masuk ini cuma promo-promo nggak jelas dari OA, Rendy bakal langsung copot aplikasi Line.
"Bentar ya," ujarnya pada luna.
"Nih siapa sih?, ngak santuy amat." Rendy ngedumel sambil menarik ponselnya dari saku celana.
Luna tersenyum menatap Rendy yang memanyunkan bibirnya kesal " Dicek aja. Siapa tau penting."
Untung saja Luna berbaik hati dan tidak merasa kesal, Kalau saja orang didepannya ini bukan Luna mungkin Rendy akan memaki orang yang telah mengiriminya pesan bertubi-tubi.
"Oke. Kamu makan aja dulu."
Rendy mulai membuka aplikasi Line, tertera di layar ponsel nama Nayla berada di obrolan paling atas dan tidak lupa OA OA (Official Acount) yang sedang menawarkan iklan edit poto dan aplikasi musik premium.
_______Nayla_________
Ren diluar mendung kayaknya mau ujan..
Lo masih lama? Gue pulang duluan ya
Nih makanan gimana?? Jadi Lo bayarin kan..
Bill nya gue titipin di mbak mbak kasir atau gimana?
(ノ•̀ o •́ )ノ ~ ┻━┻
Woyyyyyy! Ren, jawab bego diluar udah gerimis nih
Rennn...
Ya udah... Gue pulang duluan aja
__________________
Spontan Rendy menegok ke meja Nayla, dilihatnya perempuan tersebut hedak beranjak pergi. Sebelum Nayla benar-benar beranjak Rendy membalas pesan Nayla secepat kilat. Untuk sesaat ia dapat membuat Nayla tertahan di meja dengan melihat isi pesan darinya.
Nayla mengalihkan tatapannya dari ponsel dan menatap Rendy, dibuatnya ekspresi wajah seolah berkata Gimana? Jadi pulang kan?
Dan Rendy memberi kode untuk menunggu sebentar lagi.
Rendy yang terus-terusan melihat ke arah lain membuat Luna menghentikan aktivitas makannya dan menatap Rendy sedikit penasaran.
"Ren, kamu lagi liatin apa?" Luna ikut menegok mengikuti arah pandang Rendy.
"Aaa.. Hah?" Rendy gelagapan sama halnya Nayla yang menjadi objek pandang kedua orang tersebut, ia segera memalingkan muka menatap keluar jendela.
Luna mengerutkan kening menatap orang yang membelakanginya menatap keluar tembok kaca, ia seolah mengenal perempuan tersebut.
"Luna!" pangil Rendy lantang membuat semua orang menatapnya tanpa terkecuali Nayla, ditambah lagi seorang pegawai dengan nampan di tangan melintas di depannya dan secara kebetulan bernama Luna.
Pegawai tersebut menoleh kemudian tersenyum ke arah Rendy "Iya. Ada apa, Mas?"
Rendy yang bingung menatap Luna-pegawai- dengan cangung "Maaf mbak, salah server."
Setelah mendegar perkataan Rendy, pegawai itu berlalu tanpa mengatakan apapun.
Rendy kembali menatap Luna mencoba serius "Kayaknya mau hujan, aku anter kamu pulang yah?"
Luna kembali menegok menatap keluar dinding kaca membuat Nayla kembali membuang muka ke sembarang arah, yang malah membuatnya tampak aneh.
"Yah kayaknya hujan bakal turun."
Luna mengerutkan kening, ketika sorot matanya menangkap sosok yang familiar di depan sana.
"Mmm, Ren. Perempuan yang duduk di meja pojok itu bukannya teman kamu yang waktu itu?"
Rendy berpikir keras. Jadi bingung sendiri harus jawab apa. Ia dibuat resah dengan pikirannya sendiri. Takut-takut reaksi seperti apa yang ditunjukkan oleh Luna.
"Aaa..."
Rendy membuka mulutnya sambil melirik kearah Nayla yang sedang mengerakkan tangan kanannya membuat garis lurus tembus pandang di depan leher.
"Kayaknya iya deh." sebagai tanda, cowok itu tersenyum kaku dan manggut-manggut.
Nayla sukses melotot mendegar ucapan Rendy meski tak begitu ketara terdengar namun jelas lewat gerakan bibir.
Ia berusaha setenang mungkin sambil memakan es cream yang masih tersisa di dalam mug.
"Mau nunggu hujan reda atau aku antar pulang sekarang? Sedikit info aku lebih suka opsi yang pertama jadi bisa lebih lama sama kamu." ujar Rendy membuat Luna terkekeh mendengarnya.
"Dasar. Antar aku pulang aja."
Rendy berpamitan menuju kasir membayar makanan terlebih dahulu, meningalkan Luna yang masih berberes. Ia menyodorkan nomor mejanya ke kasir.
"Semuanya berapa mbak? Dua meja ya, sama yang disana." tunjuknya pada meja Nayla.
"Tunggu sebentar ya, Mas." ketika mbak mbak kasir tengah menghitung pembayaran atas pesanannya dering notifikasi menyadarkan Rendy, sebuah pesan singkat muncul dilayar.
Ren, kuatin hati lo
Rendy mengalihkan pandangannya ke meja Nayla, menatap penuh tanya. Maksudnya apa Nayla mengirim pesan seperti ini. Belum sempat ia bertanya suara penjaga kasir mengalihkan atensinya mau tidak mau.
"Totalnya lima ratus ribu, Mas."
Duarrr...!!
Suara petir diluar mengagetkan semua pengunjung terkecuali Rendy yang malah terkejut mendengar perkataan penjaga kasir tersebut, perasaan ia hanya memesan strawberry milkshake, latte dan dua waffle.
Kenapa jadi mahal gini?
Sekarang Rendy ingat jika ia tak hanya membayar pesanannya tetap juga milik Nayla, pantas saja Nayla mengirim pesan yang aneh tadi.
"Wah tu anak bener-bener, awas aja nanti," geram Rendy menatap Nayla yang pura pura tak terjadi apa apa.
Untung saja Rendy membawa uang lebih. Meski sedikit tak rela akhirnya Ia mau membayarnya, kan ngak mungkin dia pergi tanpa bayar, bisa-bisa ia menjadi buronan ketika keluar dari pintu di sana.
Selesai dengan masalah pembayaran, Rendy menghampiri Luna mengajaknya untuk pulang.
Mereka berjalan keluar namun tiba-tiba Luna menghentikan langkahnya.
"Hay, kamu Nayla? yang biasanya sama Rendy itu kan?" Tanya gadis cantik itu ramah membuat Nayla segera berdiri dari tempat duduknya terkejut, ia mencoba untuk tersenyum.
To be continue 🍀