Chereads / Metamorfosa Rasa / Chapter 4 - Chapter 3 : Metamorfosa Rasa

Chapter 4 - Chapter 3 : Metamorfosa Rasa

"Rendy!" pekik Nayla.

Nayla tak menyangka jika orang yang sedari tadi bertegkar hingga babak belur itu ternyata Rendy, bahkan tak pernah terpikir olehnya jika Rendy mau membuang waktunya untuk hal semacam ini.

Rendy mencoba untuk berdiri dengan tangan yang memegangi bagian kanan perutnya akibat tojokan keras tadi, Nayla berlari ke arahnya. Dapat ia lihat dengan jelas darah segar masih keluar di pelipis dan sudut bibir Rendy bahkan luka yang hampir meng-ungu tercetak di dagunya.

"Ren, lo ngak apa-apa? astaga nih kenapa bisa babak belur gini sih? punya masalah apa lo sama cowok tadi sampek kayak gini?" cecarnya tanpa henti.

Tak dipungkiri Nayla khawatir sekarang. Bagaimana jadinya jika Rendy kenapa-napa?

Rendy menunduk sekilas untuk menghembuskan nafas gusar, rambut yang menutupi dahi ia usap kebelakang mengunakan tangannya. Rendy lebih memilih bungkam karena ia tak ingin membahasnya sekarang.

"Gue ngak apa-apa, Nay." jawabnya sesekali memejamkan mata karena menahan rasa sakit yang berdenyut di seluruh tubuhnya.

"Ngak apa-apa gimana, muka ancur kayak gitu," sulut Nayla emosi.

Rendy beranjak dari tempatnya namun tak sampai dua langkah ia terhuyung hendak terjatuh. Nayla dengan sigap merangkulkan lengan Rendy di bahunya, meski ikut terhuyung karena perbedaan berat badan yang ketara, ia tetap memaksakan diri memapah Rendy "Gue bisa jalan sendiri, Nay."

"Udah! diem!"

Nayla membawa Rendy untuk duduk di teras kelas.

"Lo tuh ya, bikin gue panik aja."

Nayla membuka tas mencari hansaplas dan ternyata tidak ada. Yang ia temukan hanya kain bekas pelajaran prakarya tadi. Di basuhnya kain tersebut dengan air kran untuk membersikan luka Rendy yang terkena tanah.

"Gue sempet bingung tiba-tiba lo nyuruh gue pulang sendiri, eh jadi ini yang lo lakuin?" Sesekali Rendy meringis menahan sakit ketika kain tersebut menyentuk sudut bibirnya.

"Kenapa sih lo dari tadi diem aja? kalau lo ada masalah seengaknya lo bisa cerita. Siapa tahu gue bisa bantu dan mungkin kejadian kayak gini ngak bakal terjadi." omel Nayla tanpa henti.

"Nay. Bisa ngak lo jangan ceramahin gue. Makin sakit nih."

Mendengar itu Nayla menempelkan kain dengan kesal ke ujung bibir Rendy. Biarkan saja kesakitan, toh dia sudah khawatir ternyata balasannya malah kayak gitu.

"Argh! Bego, Sakit!" aduh Rendy kesakitan.

Nayla hanya menatapnya datar "Biarin, biar sakit sekalian."

"Udah sini ah! Gue aja sendiri. Sama lo mah, nih luka yang ada makin bonyok," Rendy menyahuti kesal.

"Ya udah. Nih!" Nayla menyodorkan kain yang dipegangnya kepada Rendy dan mulai membersihkan lukanya sendiri.

Sebelum luka Rendy semakin parah, Nayla berinisiatif membeli obat-obatan di apotek. Ia berdiri menutup resleting tasnya kemudian berkata sebelum pergi.

"Lo tunggu di sini bentar, gue mau beli obat merah sama hansaplast."

Tanpa mengalihkan pandangannya membersihkan luka, Rendy berujar "Yaudah sana, jangan lama-lama."

Dasar ini anak mood-nya kayak anak PMS aja batin Nayla menarik bibir atasnya naik sebelah. Selesai dengan itu Nayla berlari pergi untuk ke apotek.

***********

Nayla kembali membawa sekantong plastik berisi obat-obatan yang sudah ia beli di apotek tak jauh dari sekolah. Ia berlari kecil hendak menuju ke tempat tadi namun langkahnya terhenti ketika melihat Rendy yang duduk bersama Luna.

Dapat dilihatnya ujung-ujung bibir Rendy tertarik ke atas membentuk lengkungan sempurna ketika Luna tengah mengomel padanya.

"Jadi kamu panik lihat aku di gebukin?" goda Rendy yang malah mendapat pelototan dari Luna.

Luna menarik keluar perban, obat merah, serta alkohol dari kotak P3K yang di bawahnya kemudian mulai mengobati Rendy.

"Kamu pikir siapa yang nggak akan panik lihat orang digebukin sampai sekarat gini, lagian pakek sok-sokan ngancem padahal sendirinya ngak bisa berkelahi."

"Kalau ngak gini kamu ngak akan mau perhatian sama aku." balas Rendy menatap wajah Luna sambil terkekeh.

Melihat itu Nayla mengeratkan gengaman kantong plastik di tangannya, bukan tanpa alasan ia meruntuki uang jajannya yang habis untuk membeli segala macam P3K "Tau gini beli somay aja gue."

Tak ingin berlama-lama berdiri di sana, Nayla berbalik pergi dengan tergesa-gesa, lagipula ia harus segera pulang karena hari udah mulai gelap. Ia berpikir mungkin ini kesempatan Rendy untuk bisa lebih dekat dengan Luna, tetapi entah kenapa ketika melihatnya, Nayla merasa kesal ya.

***********

Sejak pagi tadi Nayla belum melihat batang hidung Rendy.

Sebenarnya tuh anak kemana sih, masak iya dia bolos gerutu Nayla memperhatikan sekeliling kelas.

Secara kan sekarang udah waktunya masuk kelas, bel sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu.

Tidak lama sebuah kepala menyembul di sampingnya, ketika menoleh ia terkejut "Astaga. Bikin kaget aja lo."

Orang yang dimaksud hanya nyegir kuda kemudian menarik tempat duduk di depan Nayla.

Nayla memandang sejumlah luka dan lebam di wajah Rendy yang tampak mengering dan tertutup plester luka. Sebelumnya Nayla ingin bertanya perihal kejadian tempo hari tetapi ia urungkan karena takut jika Rendy tak ingin membahasnya. Nayla tampak melamun sebelum ia dikejutkan oleh suara khas milik pemuda didepannya itu.

"Jadi gimana lo mau kan?" tanya Rendy membuat Nayla segera menyadarkan diri.

"Mau? Mau ngapain?" Nayla mengerutkan kening tak mengerti, pasalnya sedari tadi ia tak mendengarkan topik yang sedang dibicarakan hingga membuat orang didepannya berdecak.

"Lo dengerin gue ngak sih, Nay. Pokoknya nanti malem lo harus ikut gue," ujar Rendy membuat Nayla semakin bingung.

"Lah, Kemana?"

"Udah nanti gue kasih tahu tempatnya. Pokoknya lo harus siap-siap jam 7 malem," Nayla menaikkan sebelah alisnya.

"Nanti gue traktir makan." timpal Rendy membuat wajah Nayla yang semula curiga menjadi tersenyum senang.

"Oke deh, kalau gitu."

Tumben-tumbenan si Rendy mau traktir makan pasti ada apa-apanya nih, tapi kalo dapet makan gratisan mah ngak boleh di tolak.

"WOY WOY! BU NINIK LAGI JALAN KEMARI"

Seisi kelas mendadak rusuh. Semua murid berlomba-lomba berlari menuju tempat duduk mereka masing-masing sebelum seorang guru masuk dengan membawa buku tebal.

Pelajaran berlangsung dengan tenang namun kebanyakan murid menahan kantuk mereka mendengar Bu Ninik menjelasan materi pelajaran dengan suara datar yang lambat, ditambah lagi semilir angin dari kipas diatas sana membawa hawa sejuk membuat siapa saja tak tahan ingin tidur.

Terutama Nayla yang ngantuk parah karena kemarin ia terjaga sepanjang malam mendengar suara gaduh di luar kamarnya.

"Tidur bentar ngak apa-apa kali, ya."

Nayla merebahkan kepalanya di atas meja dengan benteng buku paket tebal agar tak kelihatan kalau dia tidur apalagi Bu Ninik yang hanya duduk di kursinya tanpa berkeliling.

Tak terasa ia sudah tidur selama dua puluh menit, Nayla tampak mengigau mendengar seseorang berbisik mencoba memangilnya.

"Nay Nay. Woi! bangun," tak mendapat sahutan dari si empunya Rendy mencoba melempari Nayla dengan kertas yang sudah ia bentuk seperti bola.

Nayla yang merasa tidurnya terusik mengerjapkan mata kesal.

"Nggak usah ganggu gue tidur deh, Ren."

Tanpa sadar suara yang mirip toa tersebut membuat seisi kelas melihat ke arahnya tanpa terkecuali Bu Ninik, Nayla yang tersadar akan hal tersebut segera menegakkan kepala bersamaan dengan buku paket yang terjatuh membuat suara dentuman keras.

"NAYLA!"

Mampus kan. Gue ke gap. Perasaan tadi dia nggak tidur cuma mode rebahan kepala doang. Duh, kacau nih Batin Nayla.

"Iya, Bu?" jawabnya kikuk.

"Kamu ngantuk? Semalam tidur jam berapa? Cuci muka sana. Saya ngak suka kalau ada yang tidur di jam pelajaran saya." katanya membuat semua murid menegakkan badan seolah perkataan beliau tak hanya tertuju pada Nayla.

"Iya Bu, maaf. Saya cuci muka ke belakang dulu."

Nayla berlalu menuju kamar mandi, ia memperlambat jalanya ketika melewati pelataran gudang tempat berkumpulnya ekstrakulikuler olahraga yang dilihatnya dari papan kayu yang tergantung diatas pintu masuk.

Sekarang Nayla jadi malas ikut pelajaran. Ia berhenti sejenak untuk merengangkan tubuhnya sebelum ke kamar mandi yang jaraknya tak jauh dari tempatnya berdiri, tanpa sadar ia menginjak slang air.

"Lah. Kok mati." Orang yang berjongkok tengah menyiram tanaman berdiri mengetahui air tak mengalir. Lelaki tersebut mengarahkan pandangannya ke gadis yang berdiri diatas slang membuat airnya tersumbat.

"Oy..!!" pangil lelaki tersebut membuat Nayla menoleh.

Nayla celingukan memeriksa, benarkah orang didepannya ini memangilnya.

"Saya, kak?"

Nayla melangkah maju membuat orang didepannya berteriak cemas "Ya! Ya! Ya! jangan ger-."

Sudah terlambat, air kran tersebut muncrak ke muka dan seragam lelaki itu, membuat Nayla melotot terkejut.

"Astaga. Aduh," Nayla berlari kearah lelaki tersebut dengan cemas.

"Ya ampun. Ya ampun. Aduh maaf kak ngak sengaja."

Lelaki tersebut hanya dapat menghela napas pasrah melihat seragamnya basah kuyup, ia menarik seragamnya kedepan sesekali mengibaskannya agar tidak merembes ke dalam. "Yah, mau gimana lagi. Udah basah juga."

"Maaf kak, tadi bener kok saya ngak sengaja," ujarnya merasa bersalah. Lelaki tersebut merunduk mematikan kran air.

"Ngak apa-apa kok. Tinggal dijemur, habis ini juga kering." ia tersenyum ramah memamerkan deretan gigi putihnya kearah Nayla, membuat Nayla sempat terhipnotis ketika melihatnya.

Lelaki tersebut kembali fokus dengan seragamnya, ia hendak membukanya membuat Nayla melonggo tak percaya. Segera setelah meloloskan dua kancing teratas Nayla menutup kedua matanya tetapi masih terdapat cela di setiap jarinya.

"Ya ampun, Kak. Mau ngapain?"

"Mau buka baju." jawab lelaki itu santai dengan muka polos.

"Ya-yaa tapi ngak disini juga." Nayla berkedip beberapa kali sambil memundurkan mukanya, lelaki itu terkekeh pelan melihat tingkah nayla.

"Tenang aja. Gue pakek daleman kok." Ujarnya kemudian membuka seragam batiknya untuk di jemur di atas papan bertuliskan Kebersihan Sekolah Mendukung Adiwiyata Maju.

Nayla bingung harus berbuat apa sekarang, ini kesalahannya jadi ia tak enak hati dengan kakak kelasnya itu "Kak. Sekali lagi saya minta maaf. Gara-gara saya kakak jadi ngak pakai seragam."

"Iya, udah dimaafin kok." tegasnya sambil tersenyum manis.

"Nanti kalau dimarahin sama guru gimana?"

"Ngak bakal dimarahin, nanti tinggal jelasin aja kalok aku habis bersih-bersih gudang."

Ia tak tau harus merespon seperti apa sekarang, kakak kelasnya ini benar-benar baik hati dan tidak sombong. Ia hanya bisa nyengir kemudian berpamitan takut-takut Bu Ninik menuggunya yang tak kunjung kembali.

"Ya udah kalau gitu, kak. Saya pamit dulu masih ada pelajaran."

Nayla berlalu pergi masuk ke kamar mandi dan cuci muka.

.

.

.

"Ngak lagi-lagi deh tidur di kelas, belum lama gue jadi murid kelas satu bisa-bisa udah dicap anak bandel. Apa kata emak nanti?"

To be continue..