Udara
panas menyengat di bulan Agustus. Nagasaki tidak terlihat ramah di bulan ini.
Peluhku mulai mengalir di punggung saat kami tiba di kediaman Mayumi.
Puri
berkali-kali mengibaskan rambutnya untuk mengusir gerah. Berempat kami duduk
bersimpuh di ruang minum teh. Dinding rumah yang menghadap keluar terbuka
lebar. Semilir angin cukup memberikan kesegaran di tubuh kami yang berkeringat.
Seperti
biasa, Mayumi menyajikan teh racikannya sendiri dibantu oleh asistennya
menuangkan ke cangkir kami masing-masing.
"Keturunan
Farley tinggal dua," ucap Mayumi membuka percakapan. Kalimatnya menusuk