Valerie bergerak gelisah di dalam kamarnya. Dia terus saja mondar-mandir sambil meremat jari-jari tangannya. Pikirannya saat ini terus saja mengarah kepada orang yang menyerahkan paper bag tadi kepada Andrea. Di dalam paper bag tersebut terdapat kartu ucapan yang kemudian saat Valerie lihat ternyata tertera nama ayahnya. Ya, nama lengkap ayahnya Valerie dengan sangat jelas.
Memang sudah sangat lama Valerie terpisah dengan ayahnya, tetapi kepergian dari ayahnya itu memang tidak membuat hati Valerie tergerak untuk mencarinya. Valerie hanya berpasrah dengan keadaan karena dirinya sudah cukup merasa tersakiti oleh perbuatan ibunya, maka dari itu Valerie memilih untuk melupakan soal ayahnya. Walaupun memang terkadang Valerie merindukan sosok ayahnya.
Dan saat ini, secara tiba-tiba saja seseorang yang Valerie duga kuat adalah ayahnya datang begitu saja. bahkan secara mengejutkan tinggal di satu wilayah yang sama dengan Valerie. Hanya berjarak beberapa meter saja, dan itu sudah cukup membuat Valerie sulit untuk membayangkannya.
Kenyataan bahwa dirinya pernah sempat menginjakkan kakinya di depan rumah tersebut terus terbayang dalam benak Valerie, membuat dirinya jadi terus membuat pengandaian. Seperti bagaimana jika Valerie terus berada disana lebih lama lagi, apakah dirinya akan melihat ayahnya disana, bagaimana jika rasa penasaran Valerie terlalu mendominasi sehingga membuat dirinya berinisiatif untuk menghampiri rumah tersebut. Atau bagaimana jika tadi yang membukakan pintu adalah Valerie maka apa yang akan terjadi setelahnya.
Setidaknya itulah yang ada di dalam benak Valerie saat ini.
"kalau gitu, berarti ayah udah nikah lagi?" gumam Valerie yang penuh dengan rasa penasaran. Karena memang di kartu ucapan tersebut hanya tercantum nama ayahnya saja, dan lagi peluang nama sama itu hanya kecil kemungkinannya.
--
"loh tumben gamau berangkat bareng, kenapa emangnya?" tanya om Farhan kepada Valerie karena menolak pergi bersama.
"Val mau kerumahnya Arya dulu om, soalnya dia ngajak sarapan bareng" jawab Valerie setenang mungkin diikuti senyuman lembutnya. Dalam hati Valerie sangat bersyukur dirinya berlatih semalaman untuk dialog palsunya saat ini, karena Valerie memang sudah menduga kalau om Farhan akan bertanya seperti ini.
"loh, kalau gitu ya bisa om anter" bales om Farhan lagi. Namun kali ini Valerie dibuat terdiam, dia tidak mengantisipasi untuk yang satu ini.
"Val?" panggil om Farhan. "iya om?" jawabnya spontan.
"kenapa diem? Pasti Arya bakal jemput ya?" bales om Farhan yang lagi-lagi jawabannya tidak Valerie duga. Dirinya tidak menyangka jika berbohong akan sangat menyulitkan.
"ah… iya gitu deh om" jawab Valerie sambil tertawa canggung. Namun yang dilihat om Farhan justru tawa malu. Melihat itu, om Farhan hanya bisa terkekeh. Merasa lucu karena keponakan satu-satunya yang sedang kasmaran, padahal kenyataannya tidak begitu.
"yaudah, kalau gitu om duluan ya.. sampein salam om buat Arya" saut om Farhan yang hanya dibales anggukkan kepala juga senyuman canggung dari Valerie.
Selepas om Farhan pergi, Valerie langsung pergi. Dia tidak lupa mengunci pintu rumahnya, karena kebetulan tante Sarah datang ke sebuah acara di Sekolah Fanya yang mengharuskan orang tua murid datang.
Valerie melangkahkan kakinya berlawanan arah dengan jalan yang biasa dia lalui jika akan keluar dari komplek. Ya, Valerie memang berniat untuk mengunjungi rumah yang baru saja dihuni oleh penghuni baru dan diduga kuat adalah ayahnya Valerie.
Valerie memang terlalu ragu jika harus bertamu untuk memastikan jika penghuni tersebut benar ayahnya atau bukan, sampai dimana akhirnya Valerie memutuskan untuk mengintai saja dari jauh terlebih dahulu.
Setibanya Valerie, dia mengambil posisi yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah tersebut namun tidak membuat curiga orang sekitar. Karena Valerie tau kalau beberapa tetangganya ini memiliki mata dan telinga yang lebih tajam dari CCTV. Valerie memiliki waktu sekitar satu jam setengah sebelum dirinya harus benar-benar datang ke Café, dan sebenarnya waktu tersebut bisa dibilang belum cukup. Namun Valerie tetap berharap kalau waktu yang dia punya ini bisa membuahkan hasil.
--
"mba Val!" suara Rani yang tiba-tiba saja terdengar cukup kencang dari belakangnya membuat Valerie tersentak. Bahkan dirinya juga baru sadar jika sedang menuangkan susu ke dalam gelas untuk membuat latte, dan itu penyebab Rani dengan spontan berteriak.
Valerie menghela nafasnya panjang sambil memijit pelipisnya, ini kesalahan yang sudah Valerie buat sebanyak tiga kali. Untung saja baik Ayu dan juga Rani dengan sigap langsung membuatkan lagi minuman yang baru supaya pelanggan tidak menunggu lama.
"ya ampun mba.. hari ini mba Val kenapa? Saya khawatir mba.. beneran" ujar Rani yang langsung mengambil alih pekerjaan Valerie.
"saya minta maaf Ran.." ujar Valerie dengan nada yang cukup gusar.
"loh.. mba ko minta maaf? Gapapa kali mba.."
"justru engga, saya ngelakuin banyak kesalahan. Dan malah nambahin beban kamu sama Ayu"
"ih.. apaansi mba Val. Ga gitu loh mba, lagipula juga ngelakuin kesalahan tu bukan dosa. Mending mba Valerie istirahat aja dulu, kayanya keadaan mba lagi ga bagus.." ujar Rani sekalian memberi saran kepada Valerie.
Valerie menjawab dengan anggukkan kepala, dirinya juga tidak mau mengambil risiko. Alhasil Valerie memutuskan untuk pergi menuju ruangan staff, karena kalau dia diam di ruangannya sudah pasti om Farhan akan menghujami dirinya dengan banyak pertanyaan.
Valerie merebahkan badannya di atas sofa, dirinya memejamkan matanya sejenak sambil menarik nafas dalam-dalam kemudian dia hembuskan dengan perlahan.
"kenapasih gue gampang banget ke distrak?" gumam Valerie kepada dirinya sendiri.
Kemudian, tiba-tiba saja pintu staff terbuka. Valerie hanya melirik sesaat kemudian dia kembali memejamkan matanya saat melihat Zidan yang masuk ke dalam dengan tampang khawatir. "mba kenapa deh?" tanya Zidan.
Sebelum masuk ruangan staff, Valerie memang sempat masuk ke pantry dan meminta Zidan untuk menemuinya. Karena saat ini Valerie memang sangat membutuhkan Zidan, walaupun belum tentu dapat membantu tapi setidaknya dapat mengurangi beban pikirannya Valerie.
"saya pusing Dan, menurut kamu.. apa yang bikin saya terus gampang ke distrak?" ujar Valerie yang masih memejamkan matanya.
"ya.. kalau menurut Zidan sih karena mba tu orangnya overthinking. Parah malah.. mba tu sering banget mikirin hal-hal yang gaperlu, makanya mba kadang suka ga fokus" jawab Zidan apa adanya.
"tapi kalau soal ini, menurut kamu wajar ga saya bisa sampe kaya gini?" ucap Valerie yang mengundang tatapan bingung dari Zidan. "gimana mba maksudnya? Gangerti saya.."
Valerie menghembuskan nafasnya perlahan, kemudian dia membuka matanya lalu menatap Zidan lurus. "Dan.. saya bingung harus gimana"
"kenapa mba? Aduh mba Val tu ya.. kebiasaan kalau cerita suka banget setengah-setengah. Saya kan jadi ikut deg-degan mba"
Valerie tersenyum simpul kemudian dirinya merubah posisinya menjadi duduk, dan matanya masih menatap Zidan. "Dan.. saya ketemu sama ayah saya"