Warna merah merona kala sang senja dengan malu-malu menutup wajahnya dengan guratan malam.
Dua sejoli yang tengah duduk ditepi pantai dengan baju berwarna senada, menatap mega yang tengah berjalan dan berlalu meninggalkan siang.
"Aku hanya ingin membuatmu bahagia, Karen." Ucap Alfredo sambil menunduk dalam.
"Namun aku juga tidak bisa menolak keinginan orang tuaku supaya aku menikah dengan Zarima." Lanjut Al.
Helaan nafas panjang terdengar dari Alfredo yang sedang menegakkan tubuhnya lalu menatap senja yang indah.
"Seiring berjalannya waktu pernikahan yang kami jalani tidak seperti yang kami harapkan. Tapi aku juga tidak bisa melepaskannya karena kedua orang tua kami."
"Dan memilih menjadikanku wanita ketiga untuk kalian berdua?" Tanya Karen sambil menoleh pada Al yang kini juga menoleh menatapnya.
"Maaf." Ucap Alfredo.
"Aku tak bisa membiarkanmu hidup dengan laki-laki lain katakan aku egois. Karena itu memang benar adanya." Ucap Al.
Karenina mengalihkan pandangannya pada sang senja. "Mungkin suatu saat nanti aku harus meminta maaf pada Zarima." ucap Karenina.
"Mungkin juga tidak." Sahut Al yang membuat Karenina kembali menatap pada Al.
"Kenapa?" Tanya Karenina.
"Kamu akan tahu jawabannya sendiri suatu saat nanti, kali ini tolong biarkan aku dengan keegoisanku untuk memilikimu." Ucap Al dengan nada serius.
"Kamu tak pernah berubah, selalu saja memaksa." Ujar Karenina.
"Karena itu modal untuk bisa mendapatkan mu." Jawab Al sambil tersenyum menatap Karenina.
"Aku sungguh mencintaimu, dari dulu hingga kini dan sampai kapanpun." Ucap Alfredo, lalu mencium kening Karenina yang sedang menatapnya.
"Aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini, segalanya begitu tiba-tiba, mungkin ini memang takdir kita. sesuatu yang tak dapat kita sangkal dan harus terjadi." ucap Karenina.
Alfredo tersenyum, lalu membelai kepal Karenina. "Akulah takdirmu, dulu, kini dan selamanya." Ucap Alfredo.
Karenina mengangguk pelan, tiba-tiba Al berdiri lalu mengulurkan kedua tangannya pada Karenina.
"Ayo masuk, sudah mulai gelap." Ajak Al.
"Tapi, pestanya belum berakhir, Al." Jawab Karenina.
"Biarkan saja, sayang. kita buat pesta sendiri untuk kita."
Alfredo meraih kedua tangan Karenina lalu menggandengnya berjalan menuju ke tempat parkir mobil dan pergi begitu saja dari tempat acara .
Mobil itu meluncur membelah remang jalan kota, Hari telah mulai gelap kala mobil yang mereka kendarai masuk ke dalam sebuah hotel mewah tempat mereka menginap.
Dengan jantung yang berdetak kencang Karenina Karenina melangkah menuju ke kamar hotel bersama dengan Alfredo Di sampingnya.
Alfredo membuka pintu kamar hotel yang mereka pesan sebelumnya, lalu menyuruh Karena untuk masuk lebih dahulu. betapa terkejutnya saat Karenina memasuki kamar hotel, kamar yang pada awalnya biasa-biasa saja kini berubah menjadi kamar pengantin yang sangat indah dengan berbagai hiasan di dalamnya.
"kamu suka?" tanya Alfredo pada Karenina yang hanya melongo tak percaya dengan apa yang ia lihat.
"kamu yang menyiapkan semua ini?" Karenina balik bertanya pada Alfredo.
Alfredo tersenyum lalu mengangguk. "Apa kamu suka?"
Karenina tersenyum lalu mengangguk perlahan, "Suka... bagaimana kamu tahu apa yang aku inginkan?" Tanya Karenina.
Ini adalah impiannya saat kecil, menikah ditepi pantai dan mempunyai kamar pengantin seperti kamar seorang putri di negeri dongeng.
"Karena aku lelakimu, pilihan Tuhan untuk menjadi pelindung, dan menjadi takdirmu." Ucap Alfredo lalu memeluk tubuh Karenina dari belakang.
"Tapi Al..." Karenina menghentikan ucapannya saat jari telunjuk Alfredo menyentuh bibirnya.
"Aku bisa membuatkan mu kamar seperti ini setiap hari, kita tak harus melakukannya malam ini, aku hanya ingin memelukmu sepanjang malam ini. agar aku percaya bahwa ini bukan mimpi." Ucap Al lalu meletakkan kepalanya di bahu Karenina.
Karenina diam terpaku mendengar apa yang dikatakan oleh Alfredo, betapa laki-lakinya ini sangat memahami apa yang sedang Ia rasakan.
Alfredo mengurai pelukannya lalu melangkah ke arah ranjang besar yang diatasnya banyak bertabur bunga mawar yang harum dan indah.
"Kemarilah." Ucap Alfredo.
Perlahan Karenina mendekati Alfredo lalu ikut duduk diranjang besar itu. Alfredo memeluk Karenina dengan erat lalu membaringkan tubuh mereka di atas kasur.
"Aku suamimu, dan kau istriku." Ucap Alfredo sambil tersenyum labar.
"lalu?" Tanya Karenina.
"Aku hanya sedang meyakinkan diriku sendiri saja, jika aku sedang tidak bermimpu telah menikah denganmu, gadis yang dulu gendut tapi sumpah membuat aku gemas dan berharap suatu hari nanti aku dapat memeluk tubuh gendutnya, tapi ternayata tubuh gendutnya kini menjadi tubuh yang langsing dan seksi." Ucap Alfredo yang membuat Karenina tersenyum.
"Apa aku boleh mengganti bajuku lebih dahulu?" Tanya Karenina karena jujur mamang Ia tak nyaman masih dengan baju penganti serta riasan tebal diwajahnya.
"Boleh, asal aku yang gantiin." Goda Alfredo membuat mata Karenina melotor hingga mau keluar dari tempatnya.
Alfredo tertaw lebar, "Aku hanya bercanda, tapi kalau kamu mau sih akuga nolak gantiin baju kamu." karenina melempar bantal pada Alfredo yang malah semakin tertawa melihat Karenina yang malu-malu.
"Aku bahagia, bu." Gumam Alfredo seolah sedang berboicara dengan ibunya.
Alfredo bangkit dari tempat tidur, lalu melangkah menuju kelemari pakaian dimana Karenina meletakkan semua baju ganti milik mereka. Alfredo mengambil salah satu kaos dan celana kolor pendek lalu mengganti bajunya selagi Karenina berada di dalam kamar mandi.
Saat Karenina keluar dari kamar mandi Alfredo telah selesai berganti baju, lalu Alfredo melangkah ke kamar mandi setelah mencium pipi Karenina sekilas.
"Tunggu aku sayang." Bisik Alfredo, melihat Karenina dengan wajah yang segar serta baju kaos santai dengan setelan hotpant membuat Alfredo menjadi gerah namun Ia telah berjanji pada Karenina untuk selalu menunggu sampai istrinya itu siap melakukan hubungan dengannya.
Karenina berdiri di balkon kamar hotel, yang menmpilkan pemandangan pantai dan kerlip lampu disisi pantai dan pulau kecil yang tak terlalu jauh, membuat ia merasakan kenyamanan yang Ia cari selama ini.
Berharap mempunyai seseorang yang sangat mencintainya, mungkin telah ia dapatkan, membangun rumah sakit untuk orang yang tak mampu sedamg dalam tahap pembangunan, lalu apa yang ia harapkan lagi? Karenina merenungi itu semua.
'Panti apa kabar? sepertinya harus ditambah fasilitas di panti.' gumam Karenina lalu mengecek jumlah tabungannya melalui mobile banking. dan betapa terkejutnya jika saldo yang ada di sana bertambah berkali-kali lipat.
"Al!" Panggil Karenina, namun Ia terkejut karena lak-laki itu ternyata telah berada tepat di belakangnya.
"Ada apa nyonya, hm?" Tanya Alfredo lalu memeluk tubuh Karenina.
Karenina tergagap karena tak menyangkan jika Alfredo telah berada tepat di belakangnya.
"I...itu.."
"Itu apa?" tanya Alfredo sambil menggoda dengan mengesekkan kedua hidung mereka.
"Kamu...kamu ... kirim uang ke rekening aku?" Tanya karenina, lalu Alfredo mangangguk tanpa mengubah ekspresi.
"Buat apa?"
"Buat menafkahi kamu lah, aku ga mau kamu kurus karena kurang makan, atau bingung kalau menginginkan sesuatu, aku tidak mau itu terjadi. semua itu untuk mu, sayang."
"Tapi ini kebanyakan."
"Itu bisa aku tambah."
"al..."
"Kareeennn..."
Alfredo semakin mengikis jarak diantara mereka dengan pelukan yang semakin erat.