Karenina menatap rumah yang telah beberapa hari ia tinggalkan, rumah yang ia beli dari hasil jerih payahnya sebagai biduan caffe dan juga DJ di sebuah club malam ternama. Karenina menatap bunga yang ada di halaman rumahnya, bunga yang ditanam oleh sang ibu, saat Ibunya masih ada Ibunya sangat menyukai tanaman bunga. Dan Karenina akan dengan senang hati menemani sang ibu menanam tanaman itu atau sekedar membantu menyiram tanamannya.
Alfredo yang sedang menurunkan barang dari bagasi mobil seketika menjadi terpaku saat melihat perempuan yang sangat dicintainya menatap pada bunga Mawar yang indah. Belum pernah Alfredo melihat perempuan yang begitu dingin dan galak itu menyentuh bunga-bunga yang ada di taman kecil rumahnya.
Karenina berjongkok, lalu mengambil gunting tanaman yang terletak tidak jauh dari tanaman bunga itu lalu memotong beberapa tangkai bunga mawar yang telah mekar dengan indah.
"Kenapa kamu potong bunganya?" Tanya Alfredo sambil menunduk melihat bagai mana sang istri yang sedang memotong tangkai demi tangkai bunga mawar.
"Bunga Mawar ini jika tidak dipotong maka Ia akan mati." Ucap Karenina tanpa mengalihkan pandangannya dari bunga-bunga yang sedang Ia pilih untuk di petik.
" Bukankah bunga itu akan lebih indah jika tetap dibiarkan berada di pohonnya?" Tanya Alfredo.
"Ya, orang hanya bisa melihat bunga mawar mekar dengan indah tanpa tahu jika Ia perlu untuk di petik sebelum layu, Padahal bunga mawar yang dipangkas sebelum layu akan memudahkan bagi tanaman bunga itu untuk berbunga kembali, dan membuat tanaman bunga mawar itu lebih indah dan terarah." Jawab Karenina masih belum mau menoleh pada Alfredo yang tepat berada di belakangnya sambil menunduk.
"Kamu sangat memperhatikan nasib bunga-bunga itu." Ujar Alfredo.
"Karena aku mencintai mereka." Jawab Karenina sambil menaruh gunting tanaman di tempat semula.
"Ayo kita masuk." Ajak Karenina sambil beranjak berdiri dengan tangan mengengam bunga mawar yang baru saja Ia ambil dari pohonnya.
Karenina merogoh tasnya untuk mengambil kunci rumah, "Biar aku bantu membawa bunga mawar itu." Kata Alfredo.
"Tidak perlu, nanti tanganmu tertusuk durinya." Jawab Karenina sambil menunjukkan kunci yang berhasil Ia dapat dari dalam tasnya.
Alfredo tersenyum lalu mengangguk, Karenina membuka pintu rumah lalu mereka masuk secara bergantian, Alfredo memasukkan koper mereka ke dalam kamar. Sementara Karenina menaruh bunga mawar yang tadi Ia pegang ke dalam vas kaca.
"Bagus sekali." Ucap Alfredo sambil menatap bunga mawar yang tertata rapi di dalam vas, lalu di letakkan di atas meja ruang keluarga oleh Karenina.
"Kenapa kau taruh disitu bunganya? Bukan di meja ruang tamu?" Tanya Alfredo.
"Karena disini hanya aku dank au yang bisa menikmati keindahannya tidak orang lain, yang hanya berkunjung sebentar lalu pergi lagi." Jawab Karenina dengan senyum kecil yang mengarah pada bunga mawar di atas meja.
"Begitupun kau, hanya aku yang bisa memilikimu bukan orang lain." Kata Alfredo lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Karenina tidak menanggapi apapun yang dikatakan Alfredo, Ia berjalan menuju ke kamar tidurnya lalu menganti pakainnya dengan pakaian santai. Lalu segera pergi ke dapur untuk membuat minum bagi mereka berdua.
"Kopi? Atau teh?" Tanya Karenina sambil menyalakan kompor untuk merebus air.
"Kopi." Jawab Alfredo dari dalam kamar mandi yang tak jauh dari dapur.
Karenina menyiapkan dua cangkir lalu membuka kopi kemasan dari dalam lemari penyimpanan. Lalu menuangkannya pada kedua cangkir tersebut.
Alfredo keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan celana kolor dan handuk yang melingkar di lehernya.
"Hm… terima kasih kopinya, sayang." Ucap Alfredo sambil duduk di kursi ruang makan setelah Karenina menaruh satu cangkir kopi untuk dirinya.
"Hm." Jawab Karenina lalu ikut duduk di sebrang Alfredo yang sedang menyesap kopi panasnya perlahan.
"Apa rencanamu besok?" Tanya Alfredo sambil menatap Karenina yang sedang memegang cangkir kopinya.
"Besok siang saudaraku akan datang apa aku boleh menjemputnya?" Tanya Karenina pada Alfredo yang menatapnya.
"Siapa? kamu tidak pernah bercerita tentang saudaramu selama ini." Tanya Alfredo lalu menyesap kopinya.
"Dia datang dari Yogyakarta, saudara dari Almarhum ayah, Nando namanya." Jawab Karenina tenang, lalu balasmenatap Alfredo yang menatapnya dengan mengerutkan dahi.
"Dia laki-laki?"
"Ya, kalau perempuan Nanda." Jawab Karenina tanpa ekspresi apapun membuat Alfredo terkekeh.
"Oke, jam berapa Ia datang? Apa aku juga harus ikut menjemputnya?" Tanya Alfredo lalu mendapat gelengan kepala dari Karenina.
"Tidak perlu, cukup aku saja. Kamu harus kekantor besok, bukan?"
"Aku bos nya."
"Kamu adalah contoh untuk karyawanmu, dan ingat banyak orang yang mengantungkan nasib di dalam perusahaan milikmu." Jawab Karenina membuat Alfredo tersenyum, istrinya ini benar-benar dewasa dan berhati lembut. Walau dari luarnya Nampak garang dan galak.
"Baiklah, Nyonya. Jangan lupa untuk menghubungiku besok, apa dia juga akan menginap disini?" Tanya Alfredo lagi.
Lagi, Karenina mengangguk untuk menjawab pertanyaan dari Alfredo. "Ya, dia akan menginap disini, apa kamu keberatan?"
"Sejujurnya Iya, tapi dia saudaramu tak masalah jika hanya beberapa hari, aku harap setelah itu Ia bisa tinggal di apartemen, atau di rumah yang baru."
"Sok kaya."
Alfredo terkekeh, "Aku memang kaya nyonya, apa kau lupa jika suamimu ini seorang bos pemilik perusahaan terkenal di negara ini?"
"Oke,"
"Besok biar sopirku yang antar mobil kesini, sepertinya mobilmu masih di club."
"Tidak perlu, aku bisa naik motor." Ucap Karenina, membuat Alfredo hampir tersedak mendengar jawaban istrinya.
"Motor?" Tanya Alfredo sambil melotot.
"Iya." Jawab Karenina disertai anggukan lemah dan tatapan heran pada Alfredo.
"Kamu punya motor?"
"Yang di garasi itu motorku." Jawab Karenina.
"Itu motor tua sayang." Kata Alfredo dengan wajah yang memprotes agar Karenina tidak menggunakan motor tua itu.
"Iya, dan itu motor kesayanganku, ada yang salah?" Tanya Karenina lalu menghabiskan kopinya.
"Jika motor itu mogok bagai mana?" Tanya Alfredo dengan khawatir.
"Tidak akan."
"Bagai mana kamu tahu, sedangkan kelihatannya saja motor itu jarang sekali kamu gunakan, dan minim perawatan."
"Sok Ta-hu." Jawab Karenina lalu meninggalkan Alfredo yang masih terbengong. Lalu bangkit dan mengikuti langkah Karenina menuju ke ruang keluarga mengambil kunci lalu masuk ke dalam garasi dari pintu penghubung di dekat dapur.
Karenina menggenjot pedal motor untuk menyalakan mesinnya, karena terlalu lama tidak Ia gunakan maka tidak mungkijn Ia menggunakan starter otomatis.
Alfredo menatap Karenina yang sedang menyalakan mesin motor tua didepannya, lalu tak lama terdengar suara motor berbunyi, tanda mesinnya sudah kembali berfungsi, namun saat Karenina hendak menaiki motor tersebut, kaca spion motor sebelah kiri terjatuh, yang membuatnya melongo dan Alfredo tertawa terbahak.
"Begitu kau bilang baik-baik saja?" Kata Alfredo di sela-sela tertawanya.
Karenina hanya menatap kesal pada suami yang sedang menertawakannya.