Sebuah ruangan dengan dinding warna-warni dan berbagai ornamen mengemaskan nampak sangat sepi padahal di dalamnya terdapat tujuh orang anak dan seorang perempuan dewasa. Tujuh anak tersebut berbaring di lantai dengan alas kasur lipat yang lucu beberapa dari mereka membawa boneka dan memeluknya dengan erat. Mata mereka terlihat sayu bahkan seorang anak sudah terlelap, namun telinga mereka seolah terpasang untuk mendengarkan suara dari pengasuh cantik mereka. Tidak ada yang bersuara, mereka bahkan sudah menguap beberapa kali hingga satu persatu terlelap dengan damainya.
"Dan akhirnya mereka hidup bahagia selamanya" pungkas seorang perempuan mengakhiri dongeng yang ia bawakan siang itu.
Ya, setiap siang ia akan membacakan sebuah dongeng pengantar tidur untuk anak-anak di tempat penitipan anak. Rutinitas yang selalu berulang setiap harinya, tanpa pernah merasa bosan ataupun mengeluh perempuan itu justru sangat bersyukur dengan pekerjaannya saat ini. Ia tersenyum saat melihat anak-anak itu tertidur pulas, perlahan ia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu.
"Selamat tidur anak-anak" ucapnya, menutup pelan pintu ruangan tersebut.
"Kau sudah selesai, Nana sayang?" Tanya seorang perempuan ketika melihatnya keluar dari ruangan. Perempuan itu nampak anggun dengan setelan baju kerjanya, ia berjalan mendekati si pengasuh.
"Yak! Jangan memanggilku seperti itu" protes perempuan yang dipanggil. Sedangkan yang ditegur justru mencibikan bibirnya seolah mengejek sang sahabat.
"Berapa buku yang kau bacakan untuk mereka hari ini?"
"Mereka sepertinya terlalu lelah bermain, jadi bisa lebih cepat tidur hari ini" Jawabnya sembari mengangkat sebuah buku yang tadi ia gunakan sembari berjalan menuruni tangga.
Tempat itu adalah sebuah tempat penitipan anak, tak heran jika tempat tersebut terlihat berwarna dan di penuhi berbagai macam mainan. Hong Sina, perempuan tangguh yang sudah bekerja di tempat tersebut semenjak satu tahun yang lalu tidak pernah mengeluh dengan pekerjaanya saat ini. Baginya melihat anak-anak engan segala tingkah laku mereka adalah hal yang sangat menyenangkan.
"Nana, mau mam?" Goda perempuan tadi, kemudian mengekorinya, ia menarik ujung baju si pengasuh.
"Jangan menggodaku Hwang Mina, kau tidak pantas bertingkah imut seperti itu" jawabnya.
"Lagipula kenapa kau ke sini? Bukannya ini masih jam kerjamu?" Tambahnya.
"Aku ingin mengajakmu makan Nana, lagi pula ini sudah masuk jam makan siang jika kau lupa" jawabnya, saat ini tangannya bahkan sudah bergelayutan di lengan sahabatnya itu.
"Aku tidak ingin mendapat kabar kalau sahabatku ini pingsan karena tubuh tipisnya ini ditabrak tiba-tiba oleh murid-muridnya sendiri" Ledek Mina sembari menekan-nekan lengan Sina dengan telunjuknya.
"Kau ke sini hanya untuk meledekku ya? Lagi pula sebanyak apapun aku makan, kurasa tubuhku memang ditakdirkan seperti ini." Sina melepaskan lengannya dari sang sahabat dan berlalu pergi.
"Yak! Sudah bagus aku datang dan berniat mentraktirmu. Tapi kalau tidak mau lupakan saja!" ucap Mina, berpura-pura berjalan pergi. Melihat sang sahabat yang merajuk, membuat Sina terkekeh.
"Baiklah nona Hwang, tapi aku harus meminta ijin dulu. Aku tidak mau kehilangan pekerjaanku karena traktirmu itu" jawab Sina.
"Sina-yaa, apa kau sudah-- oh Mina? Kapan kau datang?" Tanya nyonya Lee, perempuan pemilik daycare tersebut.
"Selamat siang eonni, aku baru saja datang umm...bolehkah aku mengajak manusia berbadan tipis ini untuk makan siang?" Ucap Mina setelah membungkukan badan terlebih dahulu.
"Baiklah, tapi kau harus segera mengembalikannya ke sini sebelum anak-anak merengek mencarinya. Oh ya Sina, apakah kau sudah mendapat tempat tinggal yang kau cari?" Tanya nyonya Lee sembari memungut beberpa mainan yang berada di lantai.
"Aku sudah mencari di beberapa tempat, tapi aku rasa harga sewanya masih terlalu mahal eonni. Mungkin aku akan mencarinya lagi nanti" Jawab Sina dengan senyum hangatnya ia bahkan membantu nyonya Lee memasukan beberapa mainan ke dalam keranjang.
Saat ini Sina masih tinggal dengan paman dan juga bibinya di Seoul jangan lupakan sepupu perempuannya yang sangat manja. Jangan tanya pula apakah Sina hidup dengan tenang bersama mereka, nyatanya ia mati-matian bekerja siang-malam demi memenuhi kebutuhannya dan yang pasti untuk mencari tempat tinggal sendiri agar terbebas dari keluarganya itu.
Selain itu, Sina harus bekerja keras untuk membiayai pengobatan kakaknya yang tengah dirawat di sebuah rumah sakit. Mulai dari bekerja mengantar susu di pagi hari, menjadi penjaga minimarket, dan bekerja di daycare ia lakukan dengan tekun. Ia memang memiliki sebuah rumah di Busan, tapi ia terpaksa pindah ke Seoul karena kakaknya harus dirawat di sebuah rumah sakit disana.
Rumahnya itu memang terbilang sederhana, namun sangat nyaman bagi Sina. Saat ini rumah tersebut disewakan, hitung-hitung menambah pemasukan bagi Sina? Kenyataan tidak seindah itu, nyatanya paman dan bibinya lah yang menerima uang tersebut. Tapi Sina tetap bersyukur setidaknya mereka tidak menjual rumah peninggalan orang tuanya itu.
Dengan tidak sabar Mina menarik sahabatnya untuk keluar dari gedung tersebut. Sina hanya bisa pasrah, bahkan ia tak bisa menolak Mina yang entah kenapa terlihat sangat bersemangat.
"Ayo... ayo lebih cepat, aku sudah lapar" Rengek Mina.
"Pelan-pelan, Hwang Mina!" protes Sina yang terus saja ditarik Mina.
"Aku hanya terlalu bersemangat" ucap Mina tanpa mengalihkan pandangannya. Mendengar hal itu Sina hanya bisa menggelengkan kepala dan terus mengikuti kemana Mina menyeretnya.
"Jadi, kenapa kau mengajakku makan?" Tanya Sina sesudah sampai di sebuah restoran sederhana yang menjual Ramyeon.
"Memangnya tidak boleh jika aku mengajakmu makan?" Tanya Mina kesal.
"Maksudku, tidak biasanya kau mentraktirku secara cuma-cuma"
"Kapan aku melakukan itu?" Tanya Mina tak terima.
"Eum... saat kau minta tolong untuk mengerjakan tugasmu, saat kau memintaku berbohong pada ibumu, saat kau lup--" Ucapan Sina terhenti saat Mina membekap mulutnya.
"Yak! Memang seburuk itu aku?!" Sina hanya terkekeh. Mereka mulai memasuki tempat makan tersebut, sembari berjalan mencari tempat duduk Mina terlihat berpikir kemudian ia menghela nafas sebentar.
"Sebenarnya ada yang ingin aku ceritakan padamu" ucapnya. Sina yang tengah mencari tempat duduk sontak mengalihkan perhatian pada sang sahabat.
"Emm, kau tahu orang yang sering aku ceritakan padamu?" Ucap Mina menundukan kepalanya.
"Siapa? Bosmu? atau tetangga apartemenmu?" Tanya Sina menyusul Mina yang duduk terlebih dahulu.
"Aish. Bukan mereka! itu teman kuliahku dulu yang sering... kau tahu mengirimiku surat" jawab Mina memainkan jemarinya gugup.
"Oh, laki-laki itu? Ah yang pernah mengejarmu itu? Siapa namanya aku lupa" sambung Sina sembari mengetuk dagunya.
"Minhyuk"
"Ah iya itu namanya, memangnya kenapa dengan dia? Apa dia masih menganggumu?" Tanya Sina lagi, kali ini matanya tertuju pada Ramyeon yang sudah tersaji dihadapan mereka.
"Eoh... itu dia sudah berkencan" kata Mina memandang sahabatnya yang mulai menyumpit ramyeonnya.
"Baguslah, jadi dia tidak akan menganggumu lagi, kau bisa hidup dengan tenang sekarang" jawab Sina.
"Oh ya dengan siapa dia berkencan?" Lanjutnya.
"O...oh itu, emm kau mengenalnya" jawab Mina sembari memainkan sumpit di atas ramyeonnya.
"Bwenwarkwah? Wha itwu bwerwitwa bwagwus-" ucap Sina dengan mulut yang masih sibuk mengunyah.
"Pelan-pelan wu, telan dulu itu" Kata Mina mengelap sudut bibir sahabatnya, yang hanya dibalas dengan cengiran oleh Sina.
"Jadi dengan siapa dia berkencan?" Tanya Sina penasaran.
"A...Aku" jawab Mina lirih hampir tak terdengar.
"Oh kamu..."
1 detik
2 detik
3 detik
"APA! APA KAMU BILANG? KKA..KAMU BERKENCAN DENGAN DIA!? JANGAN BERCANDA!" Teriak Sina tiba-tiba, ia bahkan sudah berdiri dan membanting sumpitnya. Hal tersebut tentu membuat seluruh atensi pengunjung disana menjadi tertuju pada kedua perempuan tersebut. Melihat hal itu Mina segera menarik Sina untuk duduk kembali dan meminta maaf karena membuat keributan.
Sina memang belum pernah bertemu langsung dengan sosok Minhyuk itu. Sampai saat ini ia hanya mendengar cerita dari sang sahabat. Namun dari cerita sahabatnya itu ia berpendapat kalau Minhyuk bukan orang yang baik. Hal itu dikarenakan Minhyuk selalu mengejar dan menganggu Mina bahkan setelah mereka lulus kuliah.
Sina dan Mina memang memiliki kehidupan yang berbeda. Setelah lulus SMA Mina diterima di salah satu Universitas yang cukup ternama di Korea. Begitupun Sina ia bahkan mendapat beasiswa, namun Sina terpaksa tidak mengambilnya karena waktu itu ia baru saja mendapat masalah selain itu ia juga tidak bisa meninggalkan kakaknya yang tengah dirawat di rumah sakit. Sehingga ia lebih memilih untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Bagaimana bisa? Bukannya kau tidak suka dengannya? Kau bilang kau risih dengan perlakuannya? Meskipun aku belum pernah melihat wajahnya mendengar cerita darimu tentang dia aku sudah bisa memastikan dia bukan orang baik" ucap Sina mengebu-ngebu.
"Ka...kau tidak bisa menilainya sepeti itu Woo" jawab Mina lirih, Sina nampak menarik nafas dan menghembuskan nya seolah menyiapkan kesabarannya untuk menghadapi balada cinta sahabatnya itu.
"Baiklah, jadi bagaimana bisa kau berkencan dengan laki-laki itu?"
"Entahlah semuanya terjadi begitu saja" Jawab Mina seadanya, Sina hanya menatap snagat sahabat dengan tatapan tajam.
"Ka...kau tau kata orang benci dan cinta itu berbeda tipis. Lagi pula lama-lama aku menjadi terbiasa dengan perlakuannya padaku. Tidak ada salahnya mencoba menghargai usahanya selama ini kan?" Jawab Mina gugup.
"Dan soal kenapa aku belum menunjukan wajahnya padamu, itu karena dulu aku tidak menganggapnya penting jadi untuk apa mengenalkannya padamu. Tapi sekarang berbeda, sepertinya aku sudah bisa menunjukkannya padamu. Kapan-kapan kalian harus bertemu" jelas Mina kini menatap ekspresi sahabatnya.
Sina hanya bisa menghembuskan nafas kasar. Ia sangat heran dengan sahabatnya itu bagaimana tidak, dulu Mina sangat membenci orang yang bernama Mingyu itu, bahkan ia beberapa kali mengancam akan melaporkannya kepada polisi karena sering mengikuti Mina. Tapi saat ini, yang ada dihadapan justru Mina sahabatnya yang wajahnya selalu merona merah jika menceritakan tentang "kekasihnya".
"Aku tidak tahu, harus mengatakan apa lagi. Jika itu sudah keputusanmu dan itu membuatmu bahagia pasti aku akan mendukungmu. Tapi ingat jika sampai kau menangis jangan salahkan aku jika aku menghajar orang itu" ucap Sina mengakhiri nasehat panjangnya yang selalu dibantah oleh Mina tadi.
Tiga bulan berlalu, hari-hari Sina selalu diisi dengan cerita Mina tentang sang "pacar" Sina yang mendengarnya merasa lega karena sampai saat ini apa yang ia takutkan tidak terjadi, belum...
Sampai suatu hari, pukul sembilan malam Sina tengah bersiap pulang dari tempat ia bekerja, sebuah mini market. Setelah berpamitan dengan karyawan penggantinya ia bergegas menuju halte menunggu bus yang akan mengantarkan pulang. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, terlihat dilayar panggilan dari Mina.
"Halo, Mina ada ap-"
"Maaf ini teman ada sepertinya terlalu banyak minum, bisakah anda menjemputnya"
"Minum? Baiklah dimana dia sekarang?"
Setelah mengetahui tempat Mina, Sina bergegas menghentikan taxi. Dia tidak peduli berapa banyak uang yang akan ia keluarkan untuk ongkos taxi tersebut yang ia pikirkan adalah Mina.
Benar saja sesampainya di sebuah kedai, terlihat seorang perempuan yang masih mengenakan pakaian kantor lengkap tengah berbicara merancau. Sina segera menghampiri sahabatnya itu dan merebut gelas yang masih ada di tangannya
"Sina...sinana..nana" rancau Mina.
"Hiks..hiks..Kau benar Nana, dia memang brengsek, kau benar Nana, aku yang bodoh" lanjut Mina.
"Apa yang terjadi padamu?" Tanya Sina Khawatir
"Dia selingkuh...hiks..hiks, kenapa laki-laki selalu saja menyakiti hatiku huwee..."