Chereads / Terjebak Pernikahan Mr. Arrogant / Chapter 3 - Mencoba menolak

Chapter 3 - Mencoba menolak

Belum sampai aku menyentuh lantai bawah, Tante Ratna langsung menghampiriku dengan senyuman manis dan ia langsung menggandeng tanganku.

"Ingat yah kamu harus menurut, apapun yang nantinya mereka inginkan darimu pokoknya kamu tidak boleh menolak. Jika nanti kamu menolaknya aku tidak segan-segan mengusirmu dari rumah ini," ancam Tante dengan suara bisik-bisik.

"Tapi Tante, katakan dulu ini sebenarnya apa?" tanyaku yang masih kebingungan.

"Jangan banyak tanya, yang penting kamu harus menurut jangan terus-terusan jadi gadis pembawa sial di rumah ini. Awas kamu kalau sampai membuat kami malu." Lagi-lagi Tante terus mengancam ku.

Entah apa yang akan terjadi aku hanya bisa pasrah melawan juga tidak berguna. Setelah berbisik-bisik aku dan juga Tante langsung duduk di bangku kosong yang sepertinya sudah di siapkan khusus untukku.

'Oh Tuhan, untuk apa pria gila ini datang ke rumahku? Dia sampai membawa begitu banyak orang. Bisa ku tebak mereka pengawal miliknya,' batinku terkejut saat melihat orang yang tidak asing lagi.

Mataku melotot melihat pria gila yang sudah membuat keadaanku hari ini berantakan. Bagaimana mungkin dia sekarang sudah berada di rumahku setelah ia membuatku basah kuyup dan tidak minta maaf. Kalau dia kesini hanya untuk minta maaf pasti sangat tidak mungkin. Apalagi dia terlihat seperti pria yang bukan dari kalangan bawah.

Pria yang tidak aku tahu namanya juga tidak ingin aku mengetahuinya. Ia sedang melihat kearahku sembari tersenyum. Entah apa yang ada di dalam benaknya sampai senyuman mesum yang ia tampilkan.

"Kok pada diam sih? Queen, ayo kenalan dulu sama tamu kita ini. Mereka sudah capek-capek kesini ayo perkenalkan dirimu juga jangan lupa tersenyumlah," ucap Om Heri yang sengaja mencairkan suasana tegang.

'Di saat ada sesuatu Tante sama Om bersikap sok baik denganku. Tapi ada tujuan apa pria ini kemari?' batinku.

"B-baik, Om."

Aku terpaksa menurut lalu melirik kearah pria itu. "Namaku Queen Caroline, kau bisa memanggilku Queen."

"Queen! Jangan panggil dia kau tapi, panggil dia Mas! Karena sebentar lagi dia akan menjadi suamimu," timpal Tante Ratna yang tidak terima dengan sapaan ku.

"Ah tidak apa-apa, Bibi. Nanti Queen juga akan terbiasa. Kalau begitu namaku Daniel Ricciardo. Senang bertemu denganmu yang kedua kalinya," sahut Daniel seraya membalas jabat tanganku.

"Oh ... Udah pernah ketemu! Aduh bagus dong jadi Om dan Tante tidak perlu susah-susah payah untuk memperkenalkan kalian. Ya sudah, Queen. Kamu temani calon suamimu di sini ya, kami ingin kesana sebentar. Permisi sebentar, Nak Daniel," ucap Tante berniat pergi.

"Tunggu Tante! Mana bisa kalian membuat keputusan seperti ini padaku, aku tidak terima Tante. Lebih baik aku mati daripada harus mengorbankan pendidikan dan juga hidupku!" bentak ku tanpa pedulikan orang lain mendengarnya sakit hati.

"Queen! Jaga ucapanmu, Sayang! Tante bisa jelaskan ini semua, Sayang. Hey tunggu!" ucap Tante yang berusaha menghentikan aku.

"Sudahlah, Ratna. Biarkan saja dia dulu nanti juga akan menerimanya. Emm ... Maaf yah, Tuan Daniel. Sudah membuat Anda merasa tidak nyaman," ucap Om Heri yang masih bisa kudengar karena aku pergi tidak jauh lalu sengaja menguping pembicaraan mereka.

"Baiklah kalau begitu," sahut Tante Ratna pasrah.

"Sudahlah! Untuk kali ini aku maafkan kalian. Tapi, jika nanti aku tidak segan-segan menghabisi kalian dan juga harus membayar hutang dua kali lipat!" bentak Daniel.

"B-baik, Tuan. Kami tidak akan mengecewakan Anda. Aku pastikan Queen akan menerima Anda dengan baik. Lalu Tuan bagaimana dengan uang yang Anda janjikan sebagai mahar pada kami?" tanya Om Heri yang tidak tahu malu.

"Mahar apalagi?! Kalian itu hanya saya kasih uang hasil dari potongan hutang bunga kalian jadi tidak ada mahar untuk pernikahan ini apalagi melihat perlakuan Queen yang tidak sopan denganku. Masih mending kalian di ampuni!" tegas Daniel.

"B-baik, Tuan. Sekali lagi saya mohon maaf nanti saya berjanji tidak akan hal ini terulang lagi," ucap Om Heri dengan badan bergetar.

"Baik, kalau begitu saya pergi dulu jadi ingat semua janji kalian kalau tidak kalian akan tahu akibatnya," ancam Daniel sembari memicingkan matanya.

"Baik, Tuan."

Mereka semua telah pergi tapi, aku gelisah pasti Tante dan Om akan datang mencariku lalu akan memarahiku. Sesaat kemudian apa yang takutkan pun terjadi. Tebakanku benar memang mereka akan mencariku dan pasti akan menghukum ku.

"Queen! Di mana kamu?! Jangan ngumpet di sana keluar sini cepat, jangan nanti aku yang akan menyeret mu keluar!" teriak Tante Ratna geram.

"I-iya, Tante. Aku di sini."

Tante Ratna sudah masuk ke kamarku dengan mata yang melotot seperti ingin keluar seraya membawa sapu yang entah apa ingin ia gunakan.

"Lancang banget kamu ya, udah di biayain terus sekarang kamu mau ngelunjak! Dasar enggak tahu diri pokoknya nanti kamu harus datang mencari Daniel lalu meminta maaf padanya. Jika tidak awas kamu siap-siap menerima hukuman lebih berat dari ini," geram Tante Ratna seraya lebih mendekatiku.

"Tante, sadar dong kalau aku ini keponakan kalian bukan orang lain. Tapi, apa kelakuan kalian itu sangat jahat bahkan melebihi iblis! Satu hal lagi aku tidak akan menikah karena hutang, itu sama saja kalian menjual ku. Aku tidak ingin karena semua bukan kesalahanku jadi untuk apa aku yang harus membayarnya?!"

Entah nyali darimana sampai aku sangat berani membalas ucapan Tante dengan begitu tegas.

"Eh pinter ngelawan ya. Dasar gadis pembawa sial! Baik kalau begitu mulai hari ini kamu tidak boleh lagi untuk kuliah dan besok kamu harus segera tinggal di rumah Daniel."

Plak! Plak!

Berkali-kali Tante memukulku dengan sapu hingga aku meringis kesakitan. Tanpa ada rasa iba dan kasian darinya meskipun aku sudah menangis tersedu-sedu. Entah di mana hatinya sampai ia tega memperlakukan aku padahal aku saudaranya sendiri.

"Arghh! Sakit, Tante. Ampun!" Pukulan terus-menerus tanpa hentinya.

"Makanya jadi anak itu nurut jangan nyusahin orang! Kamu itu harusnya bersyukur udah aku tampung! Pokoknya aku enggak mau tahu besok kamu harus cari tempat tinggal Daniel lalu kamu harus langsung tinggal di sana. Awas kalau ngga nurut," ancam Tante Ratna, lalu ia beranjak keluar dari kamarku.

Hidupku hancur tanpa adanya mimpi. Tanpa bisa berbuat apa-apa selain menangis dan menerima semua kehancuran ini. Seandainya hidupku masih ada orangtuaku pasti aku tidak akan sengsara seperti ini.

"Mama, Papa. Aku ingin ikut kalian. Aku sangat tersiksa di sini. Kenapa dulu kalian enggak bawa aku pergi?" Menangis dan terus menangis tanpa berhenti. Air mataku mengalir entah sampai kapan air mata ini mengering.

"Adakah cinta yang tulus dari seorang pria untukku? Yang bisa membimbingku dan juga bisa menjadi pelindung hidupku, bukan yang merampas paksa hidupku. Kenapa semuanya begitu tidak adil? Kenapa orang lain ingin merampas hidupku demi uang? Aku bukan boneka yang bisa di perjual belikan," gumam ku di sela-sela tangisan ini.