"Setelah apa yang Kak Arka lakukan terhadapku, apa harus aku percaya dengan ucapan Kakak?"
Arka benar benar di buat bungkam dengan ucapan Kanaya.
"Nay, aku tadi tidak ada niat mengerjai atau mempermainkan. Aku tadi hanya ingin minta maaf soal kemarin," terang laki-laki itu sungguh tidak ada niat lain.
Kanaya tidak menjawab lagi, ia masih melangkah untuk mencari jalan keluar dari danau tersebut. Perempuan itu yakin akan menemukan jalan keluarnya, mengingat tadi ia datang dengan Alan melewati jalan yang sekarang kembali di laluinya. Arka tak berhenti berusaha mengejar, ia masih fokus dengan punggung Kanaya yang terpampang nyata di depanya.
"Nay, aku bantu keluar. Kamu ikuti aku, aku janji tidak akan bahongi kamu kali ini," pinta Arka agar mau mendengarkanya.
Kanaya masih saja kekuh mencari tanpa menjawab ucapan Arka sedikitpun. Arka menarik nafas panjang, lalu ia berjalan melewati Kanaya untuk memimpin jalan, Arka harap perempuan di belakangnya masih mau mengikutinya. Arka berjalan pelan dan sedikit ragu, ia takut Kanaya menolak untuk mengikutinya. Namun, setelah berjalan pelan pelan, nampaknya Kanaya masih di belakangnya. Meskipun tidak ada jawaban iya, perlakuan itu sudah mengambarkan jawaban Kanaya. Arka bernafas lega melihat Kanaya masih mau mendengarkannya.
Setelah berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai keluar danau. Arka tidak berani banyak bicara pada Kanaya, perempuan itu masih butuh ketenangan.
"Aku antar pulang ya," pinta Arka.
Kanaya hanya diam, ia malah berjalan menuju pinggir jalan raya. Tampaknya perempuan itu mencari angkutan umum untuk membawa dirinya pulang.
"Nay, ini sudah malam. Biar aku antar pulang." Arka merasa panik saat Kanaya masih tidak menjawab tawaran darinya. Apalagi Kanaya malah mencari angkutan umum.
"Nay," Arka menarik tangan Kanaya.
"Lepas!" Sentak Kanaya.
"Nay, please, ini sudah malam. Di angkot pasti banyak orang jahat dan orang orang mabuk. Mana mungkin banyak perempuan di angkot jam segini," kekuh Arka merasa benar benar tidak tega.
Kanaya mulai berpikir, sepertinya apa yang dikatakan Arka ada benarnya. Mana mungkin ada banyak perempuan di angkot di jam sekarang, sepertinya hal itu jarang sekali terjadi.
"Baik. Tapi jangan Kakak fikir aku sudah memaafkan perlakuan, Kak Arka," kecam Kanaya merasa kesal sampai ke ubun ubun.
Arka tersenyum. "Iya, itu terserah kamu. Jangan biarkan aku tidak bisa tidur malam ini, hanya karena memikirkan keadaanmu, Nay."
"Sudah sudah, ayo!"
"Iya." Arka tersenyum, lalu ia memegang dagu Kanaya pelan untuk menggoda.
"Kak!" Perempuan itu semakin kesal dengan sikap Arka, wajahnya semakin merah karena rasa marahnya semakin memuncak. Sedangkan sang pelaku hanya tertawa kecil di dalam mobil.
****
Gibran melempar jaket yang di kenakannya ke sembarangan tempat, ia juga membanting tubuhnya di kasur apartemennya dengan kasar. Pandangan masih lurus ke langit langit di atasnya. Kedua matanya masih terbuka sempurna, rasa kantuk sepertinya belum menyelimunya, rasa lelah mungkin iya.
"Tapi siapa yang tega menculik, Ratu? Setelahnya dia di lepaskan begitu saja tanpa tebusan dan dia juga tidak di apa apakan," heran Gibran saat ingat cerita Ratu di rumahnya.
Gibran mencari ponselnya di tempat tidur, tetapi disana tidak ada benda bersegi panjang yang di butuhkanya itu. Laki laki itu memilih membangunkan diri untuk mencari keberadaan handphone-nya. Ternyata benda itu masih tersimpan di jaket hitam yang tadi di kenakanya.
Gibran mencari nomor Kanaya, mencari tahu apakah whatsaap-nya masih online di jam sekarang. Kedua mata Gibran berbinar bahagia saat tahu Kanaya masih aktif di jam sekarang.
KANAYA
Nay, Lagi apa?
Masih menunggu lama, tak kunjung juga ada jawaban dari Kanaya. Laki-laki itu bahkan tidak memikirkan Kanaya sedang bersama suaminya atau bagaimana, Gibran sama sekali tidak memikirkannya. Laki-laki itu masih pada pendiriannya, bahwa Kanaya menurutnya masih belum milik orang lain. Entah kenapa ia begitu sangat keras kepala.
Di tempat lain, Kanaya melihat pesan dari Gibran. Perempuan itu sebenarnya ragu untuk membuka pesan dari Gibran, tetapi di mobil itu hanya ada kesunyian di antara dirinya dan Arka. Kanaya masih belum ingin berbicara dengan Arka dalam keadaan kesal seperti sekarang. Untuk menghibur diri perempuan itu pun memutuskan untuk membuka pesan Whatsapp dari Gibran. Dia juga membalasnya dengan kalimat 'sedang di jalan'.
Gibran yang di seberang merasa bingung, bukannya tadi mereka baru bersama dan Gibran juga mengantarnya pulang.
KANAYA
Baru darimana?
Gibran pun tidak sungkan bertanya tentang dari mana Kanaya pergi. Kanaya juga menjelaskan bahwa dirinya baru saja dari danau bersama laki-laki yang berada di depan kantor kemarin. Kanaya juga memfoto keberadaannya di mobil. Hal itu tentu membuat laki-laki yang menerima gambar itu semakin terbakar api cemburu. Gibran pun tidak membalas pesan dari Kanaya lagi, ia justru melempar ponselnya ke ranjang tempat tidurnya cukup keras.
****
"Kita kasih tau nggak sih, kalau Kanaya ternyata belum menikah?" Tanya Rio dengan polos pada Rian.
"Kayaknya nggak usah aja dulu. Kamu tau kan Gibran sekarang itu kayak sedang terobsesi pada Kanaya. Lagi pula kayaknya Kanaya sudah tidak suka dengan Gibran. Bukanya kamu ingat dengan laki-laki yang datang ke rumah Kanaya waktu itu?"
"Iya, kenapa?" Tanya Rio.
"Dia kayaknya orang yang sedang dekat dengan Kanaya. Siapa tau meraka adalah calon suami istri. Kalau kita kasih tau Gibran, laki laki itu pasti tidak akan segan segan merusak hubungan mereka. Gibran sekarang sudah beda dengan Gibran yang dulu. Kita sebagai sahabat sebangsa dan setanah air, kita harus bantu Gibran kembali menjadi dirinya yang dulu."
"Tumben kamu betul," celetuk Rio dengan rasa kagum.
"Gue gitulooohhhh." Rian tersenyum sembari menepuk dadanya pelan.
Keduanya lalu tertawa lebar.
****
Pagi ini Kanaya merasa kurung cukup istirah. Mengingat tadi malam ia keluar rumah dua kali. Apalagi paginya dia sudah pergi reuni SMA. Walau rasa capek masih sangat terasa dan begitu melelahkan, Kanaya tetap bangun dan bersiap pergi ke kantor. Meski tubuhnya butuh istirahat, ia tidak ingin bermalas malasan. Apalagi yang perlu Kanaya kejar masih sangat banyak.
Kanaya segera mandi dan bersiap mengenakan baju OB. Perempuan itu menyisir rambut panjangnya dengan hati hati, berharap sang sisir tidak akan melukai kepalanya. Setelah selesai bersiap, Kanaya melihat jam di dinding kamarnya untuk memastikan waktu berangkat kerja sudah siap.
Kanaya melangkah keluar dengan rambut panjang terkuncir rapi, lalu ia menutup pintu dan menguncinya. Kanaya mengeryitkan keningnya saat melihat sebuah kantong plastik tergeletak di meja luar rumahnya. Kanaya berjalan untuk mendekati kantong plastik berwarna putih itu.
BACA TERUS KISAH GIBRAN
NANTIKAN PART SELANJUTNYA
JANGAN LUPA MASUKKAN RAK YA
SALAM
GIBRANKU.