Chereads / Gibranku / Chapter 29 - Teka Teki Kotak

Chapter 29 - Teka Teki Kotak

Kanaya sekarang berada di dapur untuk mencuci gelas gelas yang tadi di kenakan para pekerja kantor. Pikiranya masih sangat ingat dengan ketidak pedulian Gibran terhadap dirinya. Kanaya berusaha mengingat ingat kembali, kesalahan apa yang di perbuatnya, sehingga membuat laki-laki itu berubah.

"Atau, dia memang tidak mendengar panggilanku. Ah, tapi masak iya." Kanaya masih saja tidak bisa merasa tenang jika mengingat kejadian di teras kantor tadi.

"Ada apa, Nay?" Tanya Toni saat datang masih mendengar Kanaya mengoceh sendirian.

"Eh, tidak apa apa, Mas," balas Kanaya merasa malu.

"Ayo kita makan siang," ajak Toni serius.

"Iya, Mas. Ayo!" Perempuan itu meletakkan gelas cucian terakhirnya ke rak piring. Lalu ia tersenyum ke arah Toni untuk mengutarakan rasa senangnya dengan tawaran Tony.

Toni tersenyum, lalu ia mengangguk ringan untuk menandakan ia meminta Kanaya berjalan mengikutinya di belakang.

"Kenapa bukan aku yang di depan, Mas?" Tanya Kanaya dengan polos.

Toni mengangkat sebelah alisnya, lalu ia tersenyum tipis ke arah Kanaya.

"Nay, tidak baik bagi perempuan berjalan di depan laki laki," tutur laki laki itu dengan sabar dan apa adanya.

"Oh begitu ya. Maaf, saya tidak tahu."

"Tidak apa apa. Selama manusia masih di berikan kehidupan, tidak salah kok kalau dia belajar menambah ilmu. Tidak salah juga kalau dia belajar memperbaiki diri."

Kanaya mengangguk paham, ia merasa malu dengan kepandaian Toni.

"Yasudah, ayo kita makan."

Kanaya mengambil kotak makan yang tadi di bawanya dari rumah untuk ia bawa ke kantin.

"Kamu bawa apa?" Tanya Toni saat melihat Kanaya mengambil sesuatu dari tasnya.

"Ini bekal aku," terang Kanaya dengan jujur.

"Kenapa harus bawa, kamu kan bisa beli makanan di kantin."

"Iya, aku ini tadi ada keponakan yang kasih jadinya aku bawa aja," terang Kanaya dengan jujur.

"Yasudah, kamu bawa aja kalau begitu."

Kanaya dan Toni lalu berjalan menuju kantin untuk makan siang. Keduanya mencari tempat yang pas untuk mereka duduki. Saat melihat bangku kosong, mereka segera duduk. Toni mulai memesan makanan, sedangkan Kanaya menanti pesanan Toni datang agar makan bersama. Sedangkan di jarak satu meter ada Nadia yang menatap mereka dengan tatapan tidak suka. Nampaknya, perempuan itu kesal dengan kedekatan Toni dan Kanaya.

Setelah menunggu singkat, bakso pesanan Tonipun datang. Toni mempersilahkan Kanaya untuk membuka bekalnya. Kanaya segera membuka kotak yang ia sendiri tidak tau isinya apa, ia harap isinya makanan makanan lezat layaknya restoran. Kanaya membuka pelan kotak yang menurutnya berbentuk makanan tersebut.

"Hah?" Kanaya langsung saja terkejut saat tau isinya bukan sebuah makanan.

"Ada apa, Nay?" Tanya Toni saat mendengar ucapan lantang Kanaya.

"Tidak. Tidak apa apa, Mas. Lanjutkan saja makannya." Kanaya segera menutup kembali kotak itu dengan cepat.

"Ayo kita makan," ajak Toni.

"Aku tiba tiba kenyang. Mas Toni makan saja dulu." Padahal perempuan itu merasa sangat lapar, apalagi ia tadi pagi belum sempat sarapan.

"Masak iya sih? Aku aja laper kok. Apalagi kita kan baru kerja banyak." Toni tidak langsung yakin.

"Iya, aku tiba tiba kenyang. Mas, aku mau ke belakang dulu ya," pamit Kanaya sambil membawa kotak itu.

"Iya, Nay."

Kanaya berjalan menjauh dari kantin, ia hendak ke tempat office boy berada. Namun, saat baru keluar kantin, Kanaya tidak sengaja menyengol seseorang yang mengakibatkan dirinya jatuh ke lantai.

"Aww ...," pekik perempuan itu merasa sakit pada lututnya.

"Nay --," laki laki yang berdiri enggan menolong maupun membantu, meski tadinya ia sempat memanggil Kanaya.

Kanaya mendonggak ke atas, untuk melihat siapa sosok yang membentur tubuhnya. Laki laki itu ternyata adalah Gibran.

"Gibran! Kenapa diam saja ada orang jatuh. Bantuin!" Sentak perempuan itu.

Gibran hanya diam, ia bahkan hanya melihat Kanaya dari atas dengan menunduk.

"Gibran!" Teriak Kanaya lagi.

Gibran menyodorkan tangannya ke hadapan Kanaya, perempuan itu menerimanya dan membuat tubuhnya untuk bangun. Setelahnya Gibran langsung melepaskan tangannya dari Kanaya dan melangkah pergi. Bahkan ia tidak mengucapkan satu kalimat apapun pada Kanaya. Mulut Kanaya terbuka sedikit, ia benar-benar terkejut dengan sikap aneh Gibran yang tak biasa ini. Kanaya mulai berpikir tentang keanehan Gibran sejak pagi. Ia juga berpikir apakah Gibran berusaha menjauhi dirinya karena setahu dia Kanaya sudah menikah. Tetapi jika hal itu adalah alasannya, mengapa tidak dari awal Gibran menjauhi dirinya, kenapa baru sekarang.

Kanaya mengusap tanganya yang masih terasa kotor karena jatuh tadi. Lalu Kanaya berusaha menepis pikiran yang tidak-tidak, ia pun membalikkan tubuhnya untuk melanjutkan jalannya menuju ruangan office boy.

Langkahnya ia percepat untuk menyimpan kotak tersebut.

"Kotak. Dimana kotak itu?" Kanaya kebingungan saat ingat tentang kotak tersebut.

Karena gara-gara memikirkan Gibran marah padanya, membuatnya sampai lupa mengambil kotaknya yang jatuh ke lantai. Kanaya merasa bodoh sendiri karena terus memikirkan hal yang seharusnya tidak perlu terlalu dipikirkannya. Kanaya memutuskan untuk memutar balik badannya. Ia berharap benda itu masih berada di tempat sebelumnya dan tidak hilang.

****

"Kenapa dia selalu dekat-dekat dengan Mas Toni," gerutu Nadia pada Rani saat ingat kedekatan Toni dan Kanaya.

"Mereka hanya berteman baik," ujar Rani.

"Bagaimana kamu tahu mereka hanya berteman saja?"

"Aku tahu, dan aku sering lihat mereka kok."

Meski mendengar penjelasan itu dari Rani, tetapi tidak membuat Nadia merasa lebih baik. Perempuan itu nampaknya masih kesal pada Kanaya, rasa tidak suka kedekatan Kanaya dengan Toni begitu masih terasa bagi dirinya.

****

Kanaya berusaha mencari cari kotak yang jatuh tadi. Namun, Kanaya tidak melihat keberadaan kotak dari Brandon tersebut. Baru saja ia meninggalkannya belum sampai 2 menit tetapi sudah hilang tanpa jejak.

"Aduh, dimana sih benda tadi baru juga ninggalinnya. Kenapa sudah tidak ada." Kanaya berusaha mengelilingi tempat di mana jatuhnya dia menabrak Gibran. Selama mencari cari, ternyata tak kunjung juga ia menemukan benda pemberian Brandon.

"Aku harus apa dan bagaimana?" Rasanya perempuan itu sudah lelah mencari.

"Rani." Kanaya teringat dengan Rani. Kanaya yakin ia bisa membantunya untuk menemukan benda tersebut.

Kanaya mencari keberadaan Rani di kantin, tetapi saat sudah di sana orang yang dicarinya sudah tidak ada. Mungkin mereka berada di mushola kantor untuk melaksanakan salat dzuhur bersama. Mengingat dirinya juga belum jamaah, Kanaya-pun berinisiatif menyusul Rani ke tempat tersebut.

Kanaya mengamati tempat wudlu, berharap ada seseorang yg di carinya disana. Tetapi ternyata usahanya masih belum membuahkan hasil, ia masih juga belum mengetahui keberadaan Rani. Kanaya berjalan untuk wudlu terlebih dahulu sebelum mencari Rani lagi. mungkin ia akan melanjutkan setelah selesai shalat bersama.

BACA TERUS KISAH GIBRAN

JANGAN LUPA MASUKKAN RAK

NANTIKAN PART SELANJUTNYA

SALAM

GIBRANKU.