Chereads / Gibranku / Chapter 25 - Gadis Manis

Chapter 25 - Gadis Manis

"Nih!" Kanaya menyodorkan satu botol air mineral pada Gibran dengan wajah tanpa ekspresi.

Gibran tersenyum, lalu ia terima uluran air putih dari tangan Kanaya. Tentu laki-laki itu girang dalam hati saat mendapat perhatian dari Kanaya, perempuan yang membuatnya jadi manusia keras kepala.

Keduanya sama sama minum air putih, hanya suara tegukkan yang terdengar menemani kediaman mereka.

"Nay!" Panggil seseorang dari jauh. Kanaya langsung menghentikan aktivitas minumnya, lalu ia menolehkan kepalanya ke sumber suara.

Betapa Kanaya terkejut saat melihat seseorang yang sejak tadi dicarinya sekarang ada dan memanggilnya.

"Ratu." Kanaya langsung berjalan cepat menemui Ratu.

"Nay." Perempuan itu langsung memeluk sang sahabat dengan tubuh gemetar karena masih takut dengan peristiwa yang menimpanya.

"Kamu kemana? Dan ada apa denganmu?" Kanaya memperhatikan seluruh tubuh Ratu saat merenggangkan pelukan dari tubuhnya.

Perempuan itu tidak langsung menjawab, air mata tiba-tiba menetes begitu saja tak tertahan.

"Hei, kamu kenapa?" Kanaya mengusap lengan Ratu pelan berharap perlakuan sederhananya bisa membuat sang sahabat merasa lebih tenang.

"Ayo sini dulu." Kanaya membawa Ratu agar duduk di dekat kedai, tempat di mana Kanaya membeli minuman tadi.

"Aku antar kamu pulang ya." Kanaya tidak ingin memaksa Ratu bercerita. Jika tidak hari ini mungkin besok saat Ratu sudah merasa lebih baik, Kanaya yakin Ratu akan cerita dengan sendirinya.

Kanaya membawa Ratu masuk ke dalam mobil Gibran. Laki-laki itu juga tidak bertanya apapun kepada Ratu, bukan dirinya tidak peduli, tetapi ia hanya memberi ruang agar Ratu menenangkan diri. Lagipula Gibran juga tahu kalau Ratu pasti tidak akan suka jika ia terlalu banyak bicara saat keadaan seperti sekarang.

"Kita ke rumah Ratu, Gib," pinta Kanaya pada Gibran.

"Hmm, iya."

Setelah mendengar permintaan Kanaya, Gibran langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Perempuan itu membiarkan Ratu bersandar di bahunya untuk menenangkan diri.

****

"Aku kok menyesal ya," sesal Rio.

"Kenapa?" Heran Rian.

"Tindakan kita membahayakan tidak?" Bisik laki-laki itu sembari menyenderkan kepalanya di dekat telinga Rian.

"Udah, santai saja."

Entah apa yang menjadi penyebab ketakutan Rio, seolah laki-laki itu merasa pernah melakukan hal yang tidak benar. Sedangkan Rian masih tampak santai dan tidak merasa berat ataupun menyesal.

****

Setelah dari rumah Ratu dan menenangkannya, Kanaya pulang diantar oleh Gibran. Sebenarnya Gibran berniat membawa Kanaya ke restoran. Namun, perempuan itu menolak mengingat keadaan Ratu membuatnya tidak ingin ke tempat lain selain rumahnya. Apalagi niat Kanaya ingin menjaga jarak dengan Gibran agar tidak membuat laki-laki itu terlalu berharap lagi padanya.

Sebenarnya Gibran cukup kecewa tidak bisa memanfaatkan waktu bersama kanaya hari ini, tetapi ia cukup merasa senang bisa berjumpa dengan Kanaya dengan waktu sedikit lebih lama. Pikir Gibran ini masih langkah awal atau bisa dikatakan masih pemanasan darinya untuk Kanaya, dilain hari laki-laki itu berniat mengubah keadaan semakin membaik dan kembali seperti dahulu.

Gibran melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang untuk menuju apartemen. Namun, nampaknya niatnya harus ia urungkan Karena rasa lapar terasa di perutnya. Gibran memutuskan untuk ke sebuah restoran yang memang jarang ia datangi. Sebenarnya ia cukup ragu dengan kualitas dan rasa masakan di kafe tersebut, tetapi menurutnya mencoba bukanlah hal yang salah. Tempat itu cukup ramai dan terlihat berkualitas. Gibran biasanya hanya makan di sebuah warung di dekat kantornya bekerja, jika tempat makannya berubah jadi Cafe bukankah ia tidak perlu terlalu khawatir ataupun merasa gengsi.

Gibran melangkah untuk masuk kedalam cafe yang sejak tadi membuatnya merasa bimbang antara ingin masuk atau tidak. Langkahnya ia pelankan untuk melihat sekeliling, apakah masih ada kursi yang kosong untuk di dudukinya. Kedua matanya berbinar saat melihat satu tempat kosong tanpa penghuni, ia tidak ingin duduk bersebelahan dengan orang lain yang yang tidak dikenalnya. Laki-laki itu melangkah cepat menuju bangku itu. Namun, saat hendak memundurkan kursi yang akan ia duduki, tanpa sengaja Gibran menendang tubuh seseorang dengan kursi.

"Aww ...," pekik seseorang di balik tubuh Gibran.

Gibran cukup terkejut saat mendengar rintihan seseorang dari balik tubuhnya, ia segera menoleh untuk memastikan tidak ada bahaya di sana dan ia berharap kursi yang mengenai tubuh seseorang itu tidak membuatnya luka.

"Eh, Mbak, maaf maaf," ujar Gibran saat melihat seorang perempuan merintih sambil mengusap-usap kakinya.

"Iya, Kak. Boleh saya duduk dulu disini?" Tanya Gadis itu sedikit ragu.

"Iya, boleh." Gibran membantu perempuan untuk untuk duduk di kursi sebelahnya.

"Gimana Mbak, apa masih sakit?" Gibran masih khawatir dan merasa bersalah.

"Masih, tapi nggak papa. Aku tau Kakak tidak sengaja melakukanya." Gadis itu nampaknya begitu memahami yang dilakukan Gibran tanpa suatu unsur kesengajaan.

"Kamu mau aku pesankan makanan?" Tawar Gibran. Laki-laki itu tak biasa perhatian kepada perempuan selain Kanaya, dan mungkin ini masih pertama dalam hidupnya perhatian kepada seseorang selain Kanaya. Mungkin hari ini bukan perhatian sih, tapi lebih ke arah kasihan dan merasa bersalah.

"Nanti aku repotin, Kakak," ujar perempuan itu merasa tidak enak.

"Tidak apa-apa."

Gibran memanggil salah satu pekerja di restoran itu untuk meminta daftar menu makanan. Salah satu pekerja itu mengangguk lalu datang pada Gibran dengan membawa apa yang diinginkan oleh Gibran.

"Mas, saya pesan ini dan ini. Kamu mana?" Tanya Gibran pada gadis disampingnya saat sudah selesai menunjuk menu yang ia mau.

"Sama aja tidak apa apa."

"Yasudah, sama ya, Mas." Gibran mengembalikan buku menu itu pada sang pekerja cafe.

"Baik, Mas. Buku ini tidak apa-apa disini," tutur pekerja cafe itu lagi.

Gibran mengangguk paham. Setelahnya pekerja cafe itu melangkah pergi dari hadapan Gibran dan gadis disampingnya. Sesudah kepergian pekerja itu keduanya mendadak diam tak saling bicara. Entah kenapa tiba-tiba terasa sepi dan sunyi meskipun banyak orang di sekeliling mereka.

"Benar, aku tidak merepotkanmu?" tanya perempuan itu lagi, ia masih merasa tidak enak.

"Tidak, tidak apa apa. Aku yang minta maaf membuat kakimu terluka," kata Gibran merasa tidak enak.

"Oh iya, Saya Rania." Perempuan itu mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri pada Gibran.

"Saya Gibran." Gibran juga menerima uluran tangan Rania dengan baik.

Setelahnya Gadis itu tersenyum ke arah Gibran, senyum itu terlihat begitu manis dan menggemaskan. Namun, entah apakah menurut Gibran sama dengan pendapat orang lain. Apalagi yang Gibran tahu perempuan paling cantik, manis dan menggemaskan hanya Kanaya seorang.

Perlahan jabatan keduanya terlepas, Gibran bahkan sama sekali tidak kepo usia dan tempat tinggal sang Gadis yang masih duduk di sampingnya.

BACA TERUS KISAH GIBRAN

JANGAN LUPA MASUKKAN RAK YA

NANTIKAN PART SELANUTNYA

SALAM

GIBRANKU.