Lalita mengeliat dalam tidurnya. Lalita merasa sangat kelaparan seakan-akan perutnya belum terisi berhari-hari.
Lalita membuka mata sedikit-sedikit arggg….silau Lalita megerang menahan matanya terkena silaunya cahaya matahari. Lalita menyipit menghalangi matanya dari sinar matahari. Ini pasti sudah sangat siang gumamnya dengan suara mengantuk. Lalita meringis saat mencoba bergerak, "auuhhh….", Lalita merasa nyilu bukan hanya di bagian terintimnya tapi juga diseluruh tubuhnya terasa sakit. Apa seperti rasanya saat melakukannya pertama kali, benar-benar tidak nyaman dan serasa remuk diseluruh tubuh.
Perut Lalita bergemuruh dengan tidak tahu malunya. Menandakan betapa laparnya Lalita sekarang. Lalita menoleh pada tirai yang tersibak. Matahari sudah sangat tinggi apa ini sudah siang piker Lalita menatap sekeliling dengan sesekali menguap. Lalita merasa sangat lega tidak mendapati Lardo di dalam kamar. Lalita tidak bisa membayangkan betapa malu dan tidak menentunya perasaannya saat menatap muka Lardo.
Lalita mengeleng-gelengkan kepala. Apa bedanya aku dengan wanita-wanita yang memuaskan Lardo selama ini. Lardo pasti tersenyum puas mendapati betapa murahannya aku. Lalita menghela napas panjang. Aku bahkan tidak mengenali lagi siapa diriku yang sekarang.
Lalita kembali mencoba menggerakan kakinya turun dari ranjang. Lalita perlu ke kamar mandi untuk melakukan rutinitasnya di dalam kamar mandi. Lalita mengigit bibirnya saat rasa sakit itu kembali menyerang. Aku harus bagaimana rengek Lalita merasakan kesakitan setiap kali mencoba bergerak.
"Pagi nyonya...!!"
Lalita terlonjak saking kagetnya. Jatuh terduduk dengan mengenaskan di karpet berbuluh hitam yang terasa sangat lembut saat tersentuh jari-jemarinya. Lalita mengeratkan selimut yang melilit tubuhnya. Menatap ke arah suara yang menyapa.
"Pagi…, juga jawab Lalita gagab". Malu dengan keadaannya yang masih telanjang dan tampak sangat kacau"
Subi menatap Lalita tidak enak. Maafkan saya nyonya, saya tidak bermaksud membuat anda terkejut. Wanita paroh baya itu menunduk takut tampak sangat menyesali perbuatannya.
Lalita yang masih duduk di atas karpet, berusaha bangkit berdiri sambil menahan rasa sakit yang kembali menyerangnya. Tidak apa-apa, saya saja yang terlalu terkejut tadi.
Wanita paroh baya itu mendekati Lalita, sini nyonya saya bantu, apa nyonya mau ke kamar mandi?
Lalita menganggukkan kepala.
"Saya Subi pelayan yang bertanggung jawab mengurus apartemen tuan Lardo".
"Saya Lalita bu. Bu Subi jam berapa sekarang?". Tanya Lalita lembut. Lalita berjalan dipapah Subi dengan tertatih-tatih ke kamar mandi.
"Ini sudah sangat siang nyonya, pukul 13.00 Wib, saya sudah menyiapkan makan siang untuk nyonya. Saya sudah dua kali kemari, tapi nyonya masih tidur, jadi saya membawa nampan sarapan nyonya kembali ke dapur.
Lalita tampak syok. Sudah sesiang itu. Seumur hidup Lalita belum pernah bangun sangat siang seperti sekarang ini, pantas saja cacing-cacing di dalam perutnya berdemo ganas.
"Sebentar nyonya saya akan mengisi bathtube sampai penuh agar nyonya bisa berendam.
Lalita merasa tidak nyaman di layani Subi seperti saat ini. Belum lagi panggilan bi Subi. Lalita tidak pantas dipanggil nyonya. Terima kasih bu Subi.
Subi tersenyum ramah. Nyonya tidak perlu terlalu formal seperti itu, nyonya bisa memanggil saya Subi seperti tuan muda.
Lalita mengeleng, ibu lebih tua dari saya tidak sopan kalau saya memanggil ibu dengan nama.
Subi tersenyum lembut. Bathtube sudah penuh, sini saya bantu nyonya berendam.
Lalita mengeleng tidak usah bu Subi saya bisa sendiri.
Subi mengangguk mengerti. Saya akan menunggu di luar, nyonya bisa memanggil saya kalau membutuhkan bantuan.
Lalita mengangguk.
Lalita menghela napas lega saat tubuhnya sudah masuk ke dalam bathtube yang terisi penuh air hangat dan wewangian membuat tubuhnya kembali terasa rileks.
Wajah Lalita bersemu merah mengingat apa yang terjadi sepanjang malam tadi. Lardo membuat Lalita terjaga sepanjang malam pergumulan panas mereka berlansung sepanjang malam. Lardo tak henti-hentinya menyentuh Lalita. Lardo baru berhenti menjelang subuh saat Lalita benar-benar kelelahan dan memohon Lardo untuk berhenti.
Lalita mengipas-ngipas wajahnya yang terasa panas menggunakan kedua tangan. Sekarang ia bukan lagi Lalita yang dulu. Lalita menghela napas panjang. Apa yang telah aku lakukan?. Lalita menutupi wajahnya dengan kedua tangan
Sedang di tempat berbeda Lardo dan ketiga temannya yang lain tampak sangat serius membahas proyek besar yang mereka kerjakan bersama.
Max bersiul menatap penampilan Lardo. Kau terlihat sangat tampan pagi ini kakak sepupu. Apa wanita yang kau kencani memberimu servis memuaskan?.
Lardo menatap Max tajam. Tutup mulut besarmu, Max. Lardo berdesis dingin
Max menghendikan bahu tidak peduli. Aku baru saja memujimu dan kau langsung bersikap dingin seperti itu. Sungguh air susu dibalas dengan air tubah. Benar-benar pria tua membosankan. Max berjalan melewati Lardo yang masih menatapnya tajam. Liam dibelang Max menunduk sedikit memberi hormat pada Lardo
Aahhh….Max menghentikan langkahnya berbalik menatap Lardo. Satu lagi yang terasa kurang pagi ini. Aku tidak melihat Robi. Kemana perginya bajingan itu?, tatapan Max mencari-cari ke belakang Lardo.
"Robi cuti jawab Lardo ketus"
Max tampak bengong mendengar jawaban Lardo. "Robi cuti", ulangnya tidak percaya. Liam apa benar Robi cuti, seperti yang di katakan pria tua itu?
Liam mengeleng, kesal melihat Max yang pagi-pagi sudah memancing keributan. Itu yang saya dengar sir dan berhentilah mencari-cari keributan, sir. Tegur Liam setengah hati. Karena tahu apun yang dikatakannya. Max tidak akan mempedulikannya
Max memincingkan mata, ada apa ini?, aku mencium bauh-bauh sesuatu yang tidak pada tempatnya disini, pagi ini Lardo juga tampak berbeda, tampak senyum menghiasi wajah suramnya.
Liam mendelik semakin kesal. Sir lebih baik kita ke ruang rapat sekarang sebelum tuan Dante menghajar anda karena berani datang terlambat.
"Aahhh pria tua yang satu lagi". Beberapa hari ini semakin mengerikan saja. Max melebarkan langkahnya. Aku tidak ingin jadi sasaran empuk bajingan tua itu, ayo ajaknya pada Liam.
Dante menatap tajam ke tiga sahabat sekaligus rekan kerjanya. Apa kita bisa memulai pembahasan kita pagi ini
Ruang rapat yang tidak terlalu besar itu diisi beberapa orang termaksut mereka berempat. Moderator memaparkan semua proyek mereka dengan sangat baik dibawah tatapan mengintimidasi Dante yang hari ini aura mengerikannya semakin menjadi seperti perdiksi Max.
Hampir dua jam mereka berdebat mengenai proyek yang sedang mereka kerjakan bersama, sebelum akhirnya mereka mencapai kesepakatan. Saat bekerja sifat Max yang suka usil dan bercanda akan menjadi serius seperti ketiga sahabatnya.
Max menegak habis air mineral yang disedikan. Proyek kita kali ini akan memakan waktu dan uang yang sangat besar. Lelahnya Max menyingsingkan lengan kemejanya..
Setelah yang lain pergi meninggalkan ruang rapat tinggal mereka berempat yang masih sibuk membahas beberapa detail yang mereka rasa masih harus diperbaiki.
Bagaimanan kalau malam ini kita bersenang-senang di tempat Andre, aku akan menelpon memintanya menyiapkan banyak wanita untuk menemani kita. Max tampak bersemangat
"Aku tidak bisa, Lardo buka suara. Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kalian bisa pergi bersenang-senang tanpa aku".
Max menatap Lardo jengkel. Ayolah sepupu disana akan banyak model cantik seperti kesukaanmu kau pasti puas
Lardo menghela napas, aku tidak bisa bergabung. Setelah bekerja aku akan langsung pulang ke apartemenku, beristirahat, aku lelah
"Hahahahaha….Max terbahak. Wooo kau menolak wanita cantik, apa usia tua benar-benar sudah membuatmu impoten sepupu".
Lardo mendelik tajam, mengabaikan ocehan Max
"Bagaimana dengan kalian berdua. Kalian ikutkan tanya Max penuh harap."
"Aku tidak bisa jawab Ramond lesuh"
"Kau bisa pergi sendiri Max, desis Dante tajam"
Max menghela napas, ayolah Ramond kau ikut, aku akan menghiburmu yang sedang patah hati. Hanya bermuram durja tidak akan membawa wanitamu kembali padamu. Lupakan Lalita dan bersenang-senanglah kita masih muda, diluar sana ada banyak wanita yang lebih cantik dari Lalita.
"Tutup mulutmu Ridde!!", bentak Ramond menatap Max dingin. Aku pergi pamit Ramond meninggalkan ruang rapat dengan wajah muram