Chereads / Aku dan Mafia / Chapter 46 - Membunuh dan Dibunuh

Chapter 46 - Membunuh dan Dibunuh

Bersamaan dengan Fatin ke Floris, maka Griffin menerima laporan dari polisi setempat, tentang penyelidikan penyerangan yang menimpanya. Sepertinya, ada unsur kesengajaan dari penyerangan itu. Ada motif balas dendam. Salah satu dari pelaku penyerangan sudah dapat diintrogasi untuk memberikan keterangan.

"Ronald, sebenarnya siapa yang melakukan penyerangan?" Griffin tidak serta merta mempercayakan semuanya pada polisi. Dia juga mengutus detektifnya, untuk menyelidiki.

"Menurut mata-mata kita, ada hubungannya dengan kelompok Red Devil. Namun, Tuan pasti tidak menyangka siapa yang bekerja sama dengan mereka. Zio, Tuan Bos. Dia dalang dari semuanya." Griffin terlihat mengerutkan keningnya. Namun, dia tidak asal mengambil kesimpulan. Pasti, ada sebab dibalik itu. Griffin bangkit dan membuka tirai yang menghalangi pandangannya ke luar. Dia mengantiongi kedua tangannya.

"Sudah diketahui motifnya apa?" tanya Griffin.

"Belum, Tuan Bos. Dia masih bungkam." Griffin menoleh ke arah Ronald yang duduk di kursi depan meja kerjanya.

"Siapkan heli! Kita berangkat sekarang." Griffin meraih gawainya. Dia menghubungi Fatin, namun tidak diangkat. Sehingga, dia menuluskan pesan untuk istrinya tersebut.

"Sayang, aku keluar kota. I love you." Pesan itu dia kirrim, kemudian mematikan ponselnya. Ronald dan kedua body guard mengikutinya. Mereka menuju tempat parkir, untuk menggunakan mobil menuju ke pangkalan. Sedangkan Ronald sibuk untuk menelpon pangkalan, untuk mempersiapkan heli. Mereka akan terbang ke Gili Trawangan untuk mengintrogasi langsung Zio. Mengapa, memilih berhianat.

Mereka sudah sampai di Gili Trawangan, setelah terbang beberapa jam. Griffin turun dari heli, mengenakan kaca mata hitamnya. Diikuti dengan pengawalnya, juga mengenakan kaca mata hitam. Mereka menuju tempat, dimana Zio di sekap.

"Ronald, sudah cari tahu kelemahan Zio? Kekasihnya, misal?" Ronal mengangguk sekali.

"Ada adiknya, yang sakit kanker otak di Singapura." Griffin sedikit kecewa. Ada adiknya sakit, tapi mengapa Zio tidak memberi tahunya. Apakah, penghianatannya terkait dengan pembiayaan adiknya?

"Kontek di lapangan. Siapa yang membiayai rumah sakit adiknya. Satu lagi, jika kali ini Zio kita eksekusi, ambil alih pembiayaan adiknya." Ronald langsung menghubungi anak buah yang ada di lapangan. Perintah Griffin tidak bisa dielakkan lagi. Sebenarnya, lelaki itu merupakan sosok pria yang welas asih. Hanya saja, dia bersikap tegas, jika sudah menyangkut kesetiaan. Maka dari itu, gampang untuk menjadi orang yang paling dia percaya. Yaitu hanya butuh kesetiaan saja.

Griffin dan anak buahnya menuju ke ruangan yang lembab dan gelap. Tercium bau amis, karena darah-darah para penghianat yang tumpah di sana. Kemarin saja, anak buahnya mengeksekusi seorang penghianat, yang membocorkan beberapa dokumen miliknya. Lelaki itu, berhasil menjebol portal keamanan yang sudah dirancang oleh perusahaan Griffin. Kali ini, entahlah. Apakah Zio akan bernasib sama, atau sebaliknya? Dia akan mendapatkan pengampunan.

Terlihat seorang lelaki duduk di kursi dengan tangan terikat ke belakang. Wajahnya menunduk, karena lemas, melalui penyiksaan. Sudut matanya bengkak, begitu juga mulutnya tidak hentinya mengeluarkan darah karena terkena tonjokan yang bertubi-tubi.

"Bangunkan dia!" Satu ember air diguyurkan di kepalanya, sehingga lelaki itu tergagap.

"Zio, tangan ini yang mengambilmu dari jalanan bersama adikmu. Apa kau lupa?" Griffin menjambak rambut belakangnya, untuk membuat Zio menatapnya.

"Ma-af." Hanya kata lirih itu yang keluar dari dalm mulut Zio.

"Katakan! Apa sebenarnya yang kau inginkan? Kau mau menghancurkanku?" Zio menggelengkan kepalanya.

"Lalu, kenapa? Sebelum peluru ini menembus otakmu, lebih baik kau katakan! Atau, adikmu akan lebih tragis nasibnya." Griffin menarik kursi dan duduk di depan lelaki yang sudah lemah itu. Lelaki itu berusaha melihat rupa Griffin. Sosok malaikat baginya dan adiknya, kini serasa seperti akn menjadi malaikat maut untuk dirinya. Ada perasaan takut membungkus diri ringkihnya.

"A-ku ter-pak-sa, Tuan." Dengan terbata-bata dia mengatakannya.

"Terpaksa? Karena apa?! Cepat !" Kali ini, Ronald yang paling kesal karena Zio tidak buka mulut.

"Saya a-kan ka-takan. Na-mun, jika saya ma-ti. Tolong a-dik saya. Dia se-orang wa-nita, julukannya Ratu Sexi." Griffin memelototkan matanya. Ratu sexi? Berarti adalah mantan istrinya. Dia menerima saja, surat cerai itu, ternyata ada niat di belakangnya. Dia sudah mengobarkan api perang kepadanya, akan dia teriam akibatnya. Tidak akan pernah ada yang bisa menyentuhnya.

"Baik, satu lagi, siapa targetnya? Aku, atau istriku." Zio sudah kehilangan kesadaran. Dia tidak mampu lagi mendengar perkataan Griffin.

"Sial! Obati dia! Jaga dengan ketat! Ronald, koordinasi dengan yang dilapangan. Jaga adik dia. Atau, Helia akan berbuat nekat. Dia telah gelap mata rupanya. Selidiki juga, siapa dibelakang Helia. Dia tidak akan bisa sendiri." Griffin berjalan keluar dari ruangan gelap dan sepi itu. Kini, tinggallah Zio dalam nestapa di dalam sana, dengan seorang dokter yang hanya datang sesekali saja. Dia bagai mayat hidup. Perih menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Tuan Bos, kita pulang sekarang?" tanya Ronald.

"Iya, tapi temukan Helia sekarang. Cari tahu sebanyak-banyaknya tentang siapa yang membekingi. Setelah itu, bawa ke hadapanku, wanita jalang itu." Griffi9n melangkah jenjang menuju ke mobilnya, didikuti oleh anak buahnya. Ternyata begitu sulit untuk lepas dari dunia hitam ini. Dia ingin melangkah jauh lari dari dunia penuh darah itu. Tapi, tidak bisa. Selalu saja, langkahnya tercekal oleh lingkungan. Jika dia lengah, maka akan terbunuh.

Griffin memijit pelipisnya. Hati nurani memberontak untuk lari dari semua kekejaman ini. akan tetapi, kenyataan selalu memaksanya untuk turun lagi, dan lagi.

"Tuan Bos, anda baik-baik saja?" Griffin menoleh pada Ronald yang berada di sampingnya.

"Ron, apakah mungkin, jika kita berhenti dari dunia kelam ini? Aku lelah rasanya. Membunuh dan resiko dibunuh. Ini membuatku muak." Ronald tersiam. Dia menundukkan kepala. Ada yang aneh dengan Tuan Bosnya tersebut. Tidak biasaanya, dia mengeluarkan rasa hatinya, kegundahannya, kegalauannya. Istrinya yang sekarang, telah memnyirami dia dengan cinta. Sehingga, nurani malaikatnya muncul kepermukaan. Entah ini sesuatu yang baik atau buruk. Mengingat, resiko pekerjaan mereka adalah membunuh dan dibunuh. Jika tidak membunuh, maka resiko dibunuh akan membayangi.

"Tuan Bos, sepertinya akan sangat sulit untuk kita berhenti. Ada dua pilihan. Kalau kita menyerah, berarti siap memberikan kepala kita." Griffin diam setelah mendengarkan kata dari Ronald. Lelaki itu benar. Akan tetapi, wajah kekecewaan Fatin terbayang selalu.

"Tuan, Bos. Mengapa tidak coba jujur saja sama Nyonya Fatin? Dia akan mengerti dengan pekerjaan Tuan Bos." Griffin menyorot tajam kearah Ronald.

"Kau pikir, dia tidak menangis, ketika aku pergi? Dia akan ketakutan, jika tahu aku pergi untuk berperang. Aku tidak mau itu terjadi." Ronald hanya bisa diam. Dalam pikirannya, dia mulai takut. Sebab, jika Griffin lemah, maka akan banyak masalah yang menyertai The Predator kedepannya.