"Udah buruan, ih!" Danubarata langsung ngacir ke kamar untuk mandi. Tidka butuh waktu lama, dia langsung berpakaian. Baju santai, yang dia kenakan.
"Ayo!" Danubrata mengulurkan tangannya, sehingga disambut oleh Alicia. Kedua sejoli itu memang selalu mesra dalam setiap suasana.
Mereka menuju rumah Griffin dengan supir di depan. Sore yang sedikit mendung, terdengar petir tanpa hujan samar-samar riuh memecah keheningan.
"Ma, boleh papa tahu, kenapa dengan wajah mama?" Danubrata mencoba bertanya, sebelum nanti akhirnya istrinya mengeluarkan kemarahan kepada menantunya.
"Pa, siapa yang tidak kesel. Kata Brenda, Fatin menemui laki-laki ketika Griffin tidak ada." Danubrata tersenyum mendengar keterangan istrinya.
"Mama percaya? Brenda menyukai Griffin sejak masih jadi suami Helia. Apa mama tidak curiga, bahwa Brenda mengada-ada?" Danubrata mencoba membuka pikiran istrinya. Alician mulai mempertimbangkan kata-kata suaminya. Sepertinya, memang Brenda ingin mengadu-domba antara dirinya dan menantu. Alicia yang semula marah dan berapi-api, bisa sedikit meredam emosi.
"Jadi, dari pada istriku yang super cantik ini nanti malu sendiri, mendingan diredam amarahnya, ya? Kamu tanya baik-baik ke Fatin." Alicia mengangguk. Dia mengerti, bahwa Brenda sepertinya bukan wanita yang baik. Namun, dia adalah anaknya sahabatnya, jadi tidak bisa, Alicia mengusirnya begitu saja.
Alicia dan Danubrata sudah sampai di rumah Griffin. Terlihat Fatin sedang sibuk di dapur. Alicia langsung duduk di bar kecil dapur tersebut.
"Boleh pesan teh hijau, Nyonya?" Fatin membalik badan.
"Mama, kapan datang?" Fatin mencuci tangannya, kemudian mendekati mertuanya tersebut.
"Mama sama siapa?" Fatin meraih tangan mama mertuanya, kemudian mencium punggung tangannya, disusul dengan cium pipi kanan-kiri.
"Sama papamu." Fatin mengangguk, kemudian mengambil cangkir untuk membuat dua minuman. Satu teh hijau, yang satunya kopi susu untuk papa mertuanya. Tidak lupa, kopi susu ditambah krimer untuk memberi gambar di atas, agar lebih menarik.
"Ayo, Ma! Kita ke belakang saja. Sambil menikmati senja," ucap Fatin. Dia membawa dua cangkir minuman dan beberapa cemilan untuk meramaikan suasana sore itu. Sedangkan untuknya, ada jus jambu, yang sudah ada di dalam botol. Setelah mama mertuanya duduk, maka Fatin memanggil papa mertuanya, yang berada di teras depan. Rumah yang luas dan besar, membuat Fatin sedikit lama, mencapai teras.
"Pa, kita ngobrol di belakang saja, yuk! Mama sudah di sana." Danubrata mengangguk. Nevan sedang bermain bola dengan tukang kebun di belakang. Sesekali, Alicia tersenyum melihat kelincahan cucunya.
"Silakan, Ma, Pa dinikmati minumannya. Nevan!" Fatin memanggil putra sambungnya, agar mendekat. Akan tetapi, saking asiknya, Nevan tidak mendengarnya. Sehingga, Fatin, mendekati mereka. Nevan sedang asik-asiknya menendang bola, hingga tendangannya mengenai Fatin.
"Au!" Mendengar teriakan Fatin, Nevan berhenti dan membalik.
"Mama!" Nevan berlari menghampiri Fatin yang terduduk karena pusing terkena bola.
"Mama, mama tidak apa-apa? Maafkan Nevan, Ma. Sudah mencelakai mama." Fatin tersenyum dan membelai putranya tersebut.
"Tidak apa-apa, Sayang. Ada nenek dan kakek datang. Berhenti dulu, ya?" Nevan meluruskan pandangannya ke arah teras rumah. Benar saja, ada kedua paruh baya sudah ada di sana. Nevan membantu Fatin untuk berdiri. Mereka berjalan menuju ke tempat kedua paruh baya itu berada.
Nevan mencium punggung tangan kedua paruh baya itu secara bergantian. Fatin menyuruh Nevan untuk mandi dulu, di bantu oleh salah seorang pelayan laki-laki. Mulai ada Fatin, semua yang berhubungan dengan Nevan selalu laki-laki. Fatin akan mengajarkan, bahwa aurat tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain.
"Fatin." Alicia nampaknya mulai akan bertanya.
"Iya, Ma." Fatin duduk di kursi satu meja dengan pasangan paruh baya itu.
"Tadi siang, kamu kemana? Kata Brenda, kamu pergi." Fatin mengerti. Brenda pasti sudah meracuni mertuanya tersebut.
"Oh, saya ke Floris, Ma. Tapi, Nevan dan Bang Griffin juga tahu, kok. Aku pamit dengan mereka." Alicia mengangguk.
"Kamu menemui siapa?" Fatin mengerutkan keningnya. Sepertinya, Brenda sudah mengatakan hal-hal tidak benar tentang dirinya.
"Oh, di sana ada kakek Bagyo, dan sepasang kekasih Dinda dan Rasya. Kenapa, Ma?" Alicia mengangguk-angguk. Rupanya, memang Brenda telah mengatakan hal-hal yang berlebihan.
"Mamamu curiga, kamu pergi dengan lelaki lain." Alicia mencubit perut Danubrata. Dia merasa sedikit malu karena sudah mencurigai menantunya tersebut.
"Ma, aku mencintai Abang dengan sangat. Tidak mungkin, aku menghianatinya. Kalau menemui lelaki lain, sudah pasti karena ada keperluan. Bukan semata-mata untuk berselingkuh." Fatin mendekati mertuanya tersebut, kemudian memeluknya. Alicia menjadi malu sendiri. Ternyata, sebegitu baiknya menantunya.
"Bagaimana, Ma? Jadi, jangan langsung percaya sama orang lain. Salah-salah, kita sendiri yang rugi." Alicia mencubit perut suaminya tersebut, sehingga Danubrata mengaduh karena merasakan sensasi cubitan istrinya. Fatin tersenyum, melihat tingkah kedua paruh baya tersebut. Dia pamit ke dalam, untuk menyiapkan makan malam. Sebentar lagi, maghrib menjelang. Sedangkan paruh baya tersebut, masih asik bercengkrama.
"Sebaiknya, aku telepon Abang, kalau mama dan papa datang. Sehingga, tidak pulang larut malam." Fatin melangkah, melenggang ke kamarnya. Kebetulan, dia tidak membawa ponselnya tadi. Masih di dalam tas, ketika dia baru pulang.
Fatin sedikit berlari menaiki anak tangga. Dia tidak sabar, untuk sampai di kamarnya. Setelah sampai di depan kamarnya, dia menekan handle pintu, dan mendorong pintu kayu jati, yang besar tersebut. Dia langsung menuju tas warna coklatnya, yang dibelikan Griffin beberapa waktu yang lalu, secara on line. Tas berharga lebih dari lima belas juta.
Fatin mendial nomor suaminya. Tapi, hanya suara operator saja yang menyapa. Sehingga, dia buka aplikasi warna hijau. Ternyata, suaminya tersebut sudah mengirimkan pesan padanya. Ternyata, hari ini Griffin ada tugas ke luar kota, sehingga tidak pulang kerumah. Fatin tersenyum sambil membaca pesan dari suaminya, diikuti emoji cinta.
Fatin turun untuk ikut menyiapkan makan malam. Terlihat, mama mertuanya sudah berada di ruang makan untuk mempersiapkan makan malam.
"Ma, mama duduk saja. biarkan Fatin yang melakukannya. Griffin tidak pulang malam ini. Dia ada tugas ke luar kota." Fatin mengembangkan senyumnya. Alicia hanya bisa mengangguk saja. Wanita paruh baya itu, menurut apa kata menantunya. Dia duduk dan memperhatikan menantunya itu, cekatan dalam mempersiapkan makan malam.
"Kamu memang idaman, Fatin. Tidak salah, Griffin memilihmu." Fatin hanya tersenyum saja, kemudian sedikit mengklarifikasi ucapan mertuanya.
"Mama jangan buat Fatin GE-ER. Aku hanya beruntung saja, bisa membuat Abang jatuh cinta. Yang kabarnya, pengusaha Griffin Kyler super jutek dan sangat galak, hahahaha." Alicia ikut tertawa, akan tetapi, kemudian mengerutkan keningnya.
"Memang, begitu kabarnya diluaran sana? Anakku memang sangat dingin kalau sama wanita. Maka dari itu, kamu bisa merubahnya jadi seperti itu, mama kaget banget. Dia sebenarnya tampan, kalau sering tersenyum."