Pria berbadan atletis itu bernama Reza. Tentu bukan nama sebenarnya, karena Reza hanya panggilannya saja.
Nama sebenarnya adalah Bachtiyar efendi. Seorang yang dua temannya bilang berotak pas-pasan. Seorang yang dalam berbicara saja kurang terampil. Tapi untuk penampilan fisik, tak usahlah ditanya. Dia paling tahu bagaimana cara agar selalu terlihat menarik.
Sebenarnya Reza lebih menyukai nama aslinya yang sama dengan nama alm. kakek tercintanya. Tetapi karena alasan itu juga, dia tak mau mengotori warisan pertama yang diberikan orang tuanya.
Mengenai side job-nya yang jauh lebih banyak menghasilkan uang dibanding pekerjaan utamanya.
Entah dari kapan, Reza tak ingat jelas saat pertama kali menjadi pria panggilan. Sedangkan pekerjaan utamanya adalah sebagai personal trainer di fitness center ternama di ibu kota tercinta, Jakarta.
Memasuki usia ke 25, Reza adalah tipe lelaki yang sangat menikmati hidup, terutama masa mudanya.
Bersenang-senang, menghabiskan sebagian uang untuk sesuatu yang tak penting. Menikmati waktu luang dengan berteduh di suasana café yang nyaman. Baginya, setiap moment harus dinikmati karena hidup terlalu singkat untuk berlalu begitu saja.
Walau terkadang kondisi tak mendukung, apapun yang diinginkan, harus dia dapatkan.
"I like my body, and I like my style!"
Aset sekaligus tiket untuk mendapat kemewahan dan kesenangan.
Tinggal di apartement pribadi yang diwariskan salah satu client-nya, sebelum dia kembali ke negara asalnya.
Walau terkadang ingin bertemu atau sekadar melihatnya, tetapi kini dia entah berada dibelahan bumi yang mana.
Tinggal dengan ditemani Gaston, kucing kesayangan yang namanya lebih keren dari namanya sendiri.
Untuk transportasi sehari-hari, Reza memiliki satu mobil dan satu motor yang saat dia mengendarainya, maka kadar kegantengannya naik sebanyak lima inchi.
Deposito dan beberapa tabungan yang cukup untuk menjamin kehidupan selama tiga tahun kedepan.
Bermain-main dengan kenikmatan, lalu menukarkan dengan uang atau benda yang tak semua orang dapat memilikinya.
Sebenarnya, ini hanya sebentuk kehidupan yang rumit. Tidak semua sisi dalam kehidupannya menyenangkan. Ada pula bagian buruk yang mungkin akan membuat orang ingin muntah bila
mengetahuinya.
Baginya, penilaian negatif sudah menjadi makanan sehari-hari yang tak perlu dikhawatirkan. Bagaimana tidak, karena ini sebanding dengan apa yang dia dapatkan.
Jika orang berpendapat kalau ini adalah profesi yang kotor, menjijikkan, bermartabat rendah juga berkubang dengan dosa. Itu benar sekali. Dirinya memang binatang jalang yang sudah sepantasnya masuk neraka.
Saat Reza sedang merebahkan tubuhnya, terasa handphone bergetar dari bawah badannya.
Ketika saraf motorik seperti tak mampu menggerakan anggota tubuh. Rasa kantuk masih menguasai konsentrasinya. Kepalanya juga masih pening sisa dari pesta semalam. Sudah pukul sembilan pagi rupanya.
"Isabella..," pelan menyebut namanya.
Reza beranjak duduk dengan wajah tertunduk layu. Diam beberapa sambil melakukan ritual pengumpulan nyawa.
Reza masuk kedalam kamar mandi dan keluar beberapa saat kemudian lalu menyeduh kopi pada cangkir marmer. Menyeruput saat itu juga hingga membuat lidahnya terasa terbakar.
Reza menuju teras untuk sekadar melakukan olahraga ringan, dan masih tertarik untuk menggunakan inversion table.
Kembali teringat akan janjinya dengan Isabella, Reza masuk untuk membersihkan badan.
*
Saat ini Reza berada di ground floor pusat perbelanjaan yang lokasinya satu gedung dengan stasiun televisi swasta di sekitar Senayan. Menemui Isabella yang ternyata sudah berada di lantai tiga, di café tempat biasa mereka bertemu. Ya, Isabella, wanita berusia tiga puluhan yang selalu tampil menarik.
Sama seperti client lainnya, Isabella adalah murid di kelas Muay Thai-nya.
Menemaninya jalan dan belanja adalah waktunya untuk berbelanja juga. Tanpa perlu mengeluarkan cash money, atau menambah tagihan credit card nya. Dengan syarat, dirinya harus bisa membuat Isabella nyaman.
Senang karena Reza adalah pribadi yang tak peduli dengan pandangan miring orang-orang. Sudah pasti banyak diantara mereka yang diam-diam mencibir dan berkata buruk padanya yang seorang pemalas dan tak tahu malu. Mencari uang dengan menjilat tubuh wanita tua. Tidak, Isabella belum setua itu. Baginya, dia masih sangat menarik.
*
Satu dari dua teman Reza adalah Juno.
Tidak seperti Reza yang lebih menyukai nama samaran, Juno lebih senang memperkenalkan diri dengan nama sebenarnya.
Juno merupakan pribadi yang tak terlalu menyukai keramaian. Tidak menyukai kebohongan terutama kebohongan untuk membodohi diri sendiri.
Seorang yang pandai menggunakan kepolosannya untuk memanfaatkan kebaikan orang lain. Tidak. Tidak benar. Juno tak seburuk itu. Dirinya tidak berprofesi sama seperti Reza.
Juno asli keturunan jawa yang bila dilihat dari namanya sama dengan nama salah satu tokoh pewayangan yaitu Arjuna atau Arjuno.
Lahir dalam keluarga sederhana, bukan berarti Juno tidak hidup bahagia.
Sebagai anak kelima sekaligus anak laki-laki pertama. Tak mengerti bagaimana bisa orang tuanya begitu banyak memiliki anak. Sepertinya mereka korban dari slogan banyak anak banyak rezeki yang pernah dicanangkan. Dikatakan korban, karena mereka tak sepenuhnya berhasil untuk hidup berkecukupan seperti tujuan program itu.
Lahir dalam keluarga miskin bukan keputusan manusia, tapi mati dalam keadaan miskin adalah dosa manusia.
Ayahnya meninggal saat Juno baru masuk SLTP. Sejak saat itu, kehidupan keluarganya berubah drastis, hingga dirinya memutuskan bermigrasi ke Surabaya. Tetapi karena usianya masih terlalu muda, disana Juno tidak mendapat pekerjaan.
Itulah sedikit mengenai masa lalunya.
Sekarang Juno telah menjadi lelaki dewasa dan bekerja sebagai terapis disebuah perusahaan dari negara tetangga.
Mendatangi client yang baru sekali ini Juno menanganinya. Wanita cantik dengan warna kulit kuning langsat bernama Yi Jie atau biasa dipanggil Miss. Yi oleh petugas Kasir.
Bentuk hidung mungil berpadu sudut kemiringan mata, membuat wajah Yi Jie tampak agak sayu. Sekali lihat siapa pun pasti langsung tahu jika dia bukan asli Indonesia, walau masih satu rumpun Asia.
Miss. Yi seorang Taiwan yang telah beberapa tahun menetap di Indonesia. Lebih banyak menggunakan bahasa Inggris dengan selipan berbahasa Indonesia membuat komunikasinya jadi belèpotan.
Walau seorang yang baik dan menyenangkan, tak sedikit rumor yang mengatakan jika Miss. Yi atau Yi Jie atau Miss. Yi Jie selalu meninggalkan komplain setiap kali datang.
Pertama kali menanganinya, Juno langsung tahu apa yang sebenarnya dia inginkan. Menghitung dari lama Miss. Yi tersenyum sambil menatapinya.
Menatap ramah, seakan Juno memberitahu untuk Miss. Yi tak perlu khawatir karena Juno seorang yang akan menjaga nama baiknya.
Singkat cerita, sejak saat itu hubungan Juno dan Miss. Yi Jie menjadi semakin dekat. Beberapa kali bertemu diluar jam kerja, hingga suatu kali Miss. Yi Jie meminta Juno menjemputnya di bandara. Dia terbang dari Taiwan menuju Jakarta.
Hampir satu jam menunggu di terminal penjemputan, hingga Miss. Yi Jie muncul sambil melambaikan tangan. Sungguh kali ini dia terlihat lebih sexy dari sebelumnya.
"Hi.., sory my.., my plane was delayed!"
Bertanya dengan menjelaskan alasannya terlambat. Masih dengan gaya khas berbicaranya yang belepotan.
"It's oke", jawab Juno singkat.
"You want to eat first or..", tampak berpikir untuk kalimat selanjutnya. "Or.. we, emm.. kita, langsung-jalan- now?"
Hampir Juno menertawai Yi Jie yang menghela napas diakhir kalimatnya.
Tak berbeda dengannya, Juno pun menjadi seperti kelelahan karena menahan napas saat mencerna kalimat yang terpatah-patah.
"Hemm, langsung, better!" jawab Juno.
"Oke. I'll booked hotel first!"
Kemudian mereka mencari taksi, menuju Hotel berbintang yang berlokasi disekitar bundaran HI, Jakarta pusat.
Kini Juno dan Miss. Yi Jie atau Yi Jie telah berada dalam satu ruang. Juno duduk di sofa besar yang lembut menunggu Yi Jie keluar dari kamar mandi, dengan hanya mengenakan pakaian tipis nan sexy.
"Can we do this now?"
Terkejut dengan pertanyaan yang terlontar dengan nada seperti menggoda.
"Now?" jawab Juno dengan mengulang pertanyaannya.
"Yea. You.., kamu bawa.., is this your work' tools, right?" tampak berpikir keras. "Hemm, peralatan. Yaa, peralatan", mengulang dengan tertawa senang karena akhirnya menemukan kosa kata yang dimaksud.
Membalas dengan tersenyum, Juno merasa malu karena salah memperkirakan maksud dari perkataan Yi Jie.
"Yea, of course!"
Mengeluarkan peralatan dan mempersilakan Yi Jie untuk duduk, bersandar pada pangkal ranjang.
Menjelaskan urutan treatment yang sama seperti ketika dia datang ketempat kerjanya. Hanya perlu ber-improvisasi menyesuaikan tempat.
Walau sudah cukup akrab selama berkomunikasi menggunakan aplikasi chat, bertemu kembali cukup membuat Juno menjadi kaku. Hingga diakhir treatment tiba-tiba Yi Jie melingkarkan kedua tangannya ke belakang, pada Juno yang tengah berdiri sambil memijat bagian pundaknya.
Menjawab dengan hanya menempelkan bagian depan tubuhnya, supaya Yi Jie bisa merasakan melalui kulit punggungnya. Saat Yi Jie mendongak keatas, tanpa ragu Juno memberi ciuman untuknya.
Lalu mereka mengakhiri batas kekakuan yang menjadi pagar penghalang.
Seperti mantera yang mampu menggetarkan jiwa, hingga dimabuk kepayang. Detak jantung memompa darah, memacu adrenalin hingga puncak tertinggi.
Bercucuran bulir-bulir kenikmatan dari setiap tetesannya.
Bermandikan peluh, nafsu membara, membakar raga.
Kenikmatan mengalir hingga ke urat nadi, dalam dekap kepalsuan.
Terbangun ketika telah sama-sama telanjang dibawah selimut. Terlebih dahulu Juno pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Apa benar yang baru saja terjadi? dan dirinya baru saja melakukan sesuatu hal yang tak seharusnya terjadi. Entahlah saat itu Juno hanya mengikuti naluri serta otaknya saja.
Diam, membiarkan air shower menghangatkan bagian kepala dan memberi sensasi pijatan pada bagian punggung.
Tiba-tiba Juno kembali merasakan jari-jari Yi Jie menyelinap dibawah lengannya.
"Can we do it again? Ucapnya bertanya dengan nada merayu.
Membalikkan badan dan langsung menemukan wajahnya.
"Yea, sure!" jawab Juno sebelum kembali mencumbuinya.
*
Yang terakhir.., Albert.
Seorang karyawan yang Reza deskripsikan sebagai salah satu penyumbang kemacetan di jalanan Ibu kota tercinta. Saat ini Albert berprofesi sebagai seorang produser senior disebuah Production House.
Dalam pekerjaan, sebenarnya Albert tak pernah main-main karena dia seorang hardworker sejati dan selalu profesional dalam bekerja.
Disamping karena atasannya seorang wanita yang sebenarnya tak terlalu cantik, tetapi terlalu menarik untuk dimiliki seorang lelaki biasa.
Berbeda dengan Reza atau Juno yang 100% keturunan pribumi, Albert seorang Indo-Belanda.
Ayahnya memang keturunan Belanda, tetapi entah keturunan yang keberapa. Yang pasti gelar Tiebout dibelakang namanya adalah sejenis marga keluarga besar di negeri kincir angin sana.
Belakangan, Albert sudah berkomunikasi dengan mereka yang menyambutnya sebagai salah satu kerabat yang hilang.
Ayahnya, Robert Tiebout menikahi ibunya yang seorang Tionghoa, saat masih merintis usahanya. Sudah pasti perusahaan miliknya semakin maju karena istrinya memiliki banyak uang untuk mengembangkannya. Dalam artian, Robert Tiebout seorang materialistis yang cerdas, yang sepertinya Albert akan mewarisi sifat buruknya, juga memawarisi sifat cerdasnya.
Buktinya dia bisa dengan mudah menjadi Senior produser meskipun dia tak memiliki basic didunia entertainment.
Disisi lain, atasannya yang nernama Monika hanya berotak pas-pasan. Seorang yang menuruni darah seni ibunya. Ya, ibunya seorang pematung yang mengkhususkan diri dalam pembuatan patung kayu.
Mengenai latar belakang kehidupannya yang tak terlalu menarik.
Alasan Albert meninggalkan rumah, meninggalkan perusahaan, dan meninggalkan segala fasilitas yang dia miliki adalah, karena sebenarnya Albert tak ingin terlibat dalam bisnis keluarganya.
Albert lebih menyenangi kehidupan yang tak terikat. Juga karena suatu kali dia pernah melihat langsung kedua orang tuanya bercinta dengan melibatkan seorang pekerja sex yang sengaja mereka datangkan.
Bila dibandingkan dengan Reza si kulit duren dan Juno si bodoh yang ceroboh. Albert memang paling sempurna. Paling tinggi. Paling keren. Paling ber-uang, dan paling Smart.
Saat ini Albert tengah berada di ruang meeting bersama Monika, putri dari Pak Mikail. Pemilik perusahaan sekaligus Direktur utama tempatnya bekerja.
Tetapi bukan berarti dia, Monika bisa melakukan apa saja sekehendak hatinya.
Bagi Pak Mikail, di lingkungan kerja tak ada hubungan anak dengan orang tua. Yang ada hanya profesional dan loyalitas bagi perusahaan.
Monika seorang yang selalu tertarik dengan tantangan. Seorang yang akan memukul jatuh siapa saja lawannya.
Namun saat ini dia sedang berada diposisi sulit.
Bermula ketika Pak Mikail mengetahui Monika melakukan pertemuan tertutup dengan Gilang, yang tak lain adalah putra dari rivalnya.
Rupanya mereka berencana mendirikan perusahaan bersama, diposisi Monika yang masih menjabat sebagai Manager di Miracle, menggantikan Randy, saudara laki-lakinya yang kini entah berada dimana.
Merasa prihatin dengan putrinya yang dianggap tersesat karena ketidaktahuannya. Berkhianat pada perusahaan yang telah memberinya kepercayaan.
Seharusnya Monika dapat membedakan mana lawan dan mana kawan. Walau dirinya yakin suatu saat dia akan merasakan sendiri bagaimana keras dan kejamnya persaingan untuk bertahan diposisi teratas.
Diluar skenario, diam-diam Monika jatuh hati pada Gilang yang telah memiliki kekasih. Sementara Gilang hanya menganggap Monika sekadar partner bisnis.
Kecewa dengan putrinya yang dengan sangat mudahnya menunjukkan kelemahannya, Pak Mikail marah besar.
Bukan Pak Mikail bila tidak dapat mengendalikan keadaan, termasuk mengendalikan putrinya sendiri.
Pada akhirnya Monika kembali fokus pada Miracle. Berhasil mengantisipasi dengan memadamkan api kecil sebelum berkobar menjadi besar.
Sejak saat itu, Pak Mikail selalu mengawasi dan mencari tahu apapun kegiatan yang dilakukan Monika, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.
Berharap Monika sadar dengan kebodohannya dan segera memperbaiki kesalahan yang telah dilakukannya. Karena bagaimanapun, Pak Mikail ingin suatu saat Monika mampu menggantikan posisinya, setelah sebelumnya dia kehilangan Randy, putra pertamanya yang lebih memilih kekasihnya daripada perusahaan dan orang tuanya sendiri.
Karena itulah Pak Mikail berusaha untuk tidak sedikitpun lengah dan kehilangan kendali atas Monika. Hingga dia menjadi sosok yang benar-benar kuat dan tidak mudah ditaklukkan.
***