Chereads / GIGOLO METROPOLITAN / Chapter 4 - 4. "Hi, I am a new comer. Nice to see You," ...

Chapter 4 - 4. "Hi, I am a new comer. Nice to see You," ...

Ini adalah kali pertama Reza datang ke club malam dengan mengajak Juno. Didepan pintu masuk mereka berhenti.

"Lo duluan aja", ucap Reza.

"Lo mau kemana?" Juno.

"Toilet!"Reza.

Juno nampak ragu.

"Albert ada didalam. Tenang aja, gue segera nyusul!" Reza memastikan.

"Oke!" Jawab Juno.

Kemudian mereka berpisah, Reza beralih pada tiga prnjaga pintu.

"Dia sama gue!" Ucap Reza pada penjaga yang di balas dengan acungan jempol oleh salah satunya, kemudian mempersilahkan Juno masuk.

Kini mereka menuju arah berbeda. Reza pergi ke toilet yang posisinya berada di samping ruangan, sementara Juno masuk, melewati tiga penjaga berbadan besar yang terlebih dulu memeriksanya.

Setelah masuk, Juno berjalan dengan canggung melewati lorong remang yang ketika sampai di penghujung, seketika dunia seakan berubah total.

Musik keras, lampu warna-warni menyorot tajam menembus kegelapan. Euforia begitu terasa diseluruh ruangan. Sejauh mata memandang hanya ada kesenangan dan kegembiraan. Gelak tawa, kata-kata nakal keluar dengan sangat mudahnya dari mulut-mulut beraroma alkohol. Diantara mereka semua, sebagian adalah wanita cantik berpakaian sexy yang tampak disetiap sudut remang-remang. Irama musik party memekak telinga, memacu adrenalin.

Disudut sana, seorang DJ berpenampilan cool, memainkan musik keras hingga perbincangan hanya tedengar bila dikatakan didekat telinga saja.

Juno menyapa beberapa diantaranya sembari mencari Albert yang sudah terlebih dahulu berada didalam. Hanya sebentar mencari dan sama sekali tak sulit menemukannya dia sudah menemukan Albert. Rupanya dia tengah duduk sendirian di meja Bartender ditemani segelas besar Bir yang masih tampak berbusa walau hanya tinggal setengahnya. Sepertinya dia sedang tidak terlalu senang. Nampak dari mimik mukanya yang flat dan tatapannya yg kosong meski ditengah keramaian.

Juno mendekat kemudian melambaikan tangan begitu Albert menoleh kearahnya. Sedikit bertanya dalam hati melihat Juno datang seorang diri, kemudian Albert menyambut dengan jabat tangan khas mereka.

"Woi bro! Mana Reza?"

"Toilet, Mas!"

Sambil matanya menyisir kesekeliling. Tampak orang-orang begitu larut dalam kegembiraan yang tak berbatas.

Meski sama sekali tak masalah baginya, diam-diam Albert memperhatikan cara berpakaian Juno yang dirasa kurang sesuai dengan tempat yang mereka kunjungi. Rambut kering kurang tertata, jaket parasut serta kaus yang sudah melebar pada bagian lehernya menambah kesan jika dia adalah pendatang baru di dunia malam seperti ini.

Namun yang mengganjal bagi Albert bukan soal penampilan Juno melainkan Juno yang berteman dekat dengan Reza yang sangat ahli dalam memadupadankan penampilan. Seharusnya Reza mengajarkan pada Juno bagaimana cara berpenampilan yang baik dan benar. Kali ini bukan Juno yang salah, tapi Reza yang tak peka. Seharusnya dia meminjamkan atau memberinya salah satu pakaian yang sudah memenuhi lemari pakaiannya.

Memaklumi tanpa bermaksud menertawai Juno yang berpenampilan seadanya. Tak ada salahnya memang bertahan dengan prinsip, don't judge a book by its cover. Ya, itu memang benar, tetapi untuk kutu buku saja. Menurutnya, sampul yang baik, sangat berpengaruh pada daya jual. Sampul yang baik akan membuat orang tertarik untuk membelinya.

Kembali pada Juno si itik buruk rupa. O, bukan, tapi si kadal culun buruk rupa dan buta mode, yang sedang berbincang dengan bartender saat memberinya segelas minuman.

Meski dirinya bukan seorang penyuka sesama jenis, Albert dapat melihat jika seharusnya Juno bisa jauh lebih menarik jika sedikit saja mau mengubah penampilannya. Kulit coklat terang serta muka orientalnya yang berkarakter. Bentuk badan serta tinggi badannya juga sangat proporsional. Tentu tak kalah bila dibandingkan dengan Reza si kulit duren yang pandai dalam berpenampilan dan menempatkan diri. Menurutnya, Reza hanya beruntung karena ditempatnya bekerja memang gudangnya wanita-wanita pencari kesenangan. Selebihnya, nol besar!

Meminum sekaligus hingga habis, Bir dalam gelasnya.

"Nanti gue pilihin beberapa baju buat lo!" Ucap Albert pada Juno tanpa memberitahu maksud perkataannya.

"Kenapa mas?" tanya Juno yang tak terlalu jelas mendengar ucapannya.

"Forget it!" Kilahnya.

Saat mereka sibuk menilai satu sama lain, tiba-tiba Reza sudah berada diantara mereka.

"Hello, Brother!" melakukan jabat tangan khas mereka.

"Apa kabar lo? Lama ngga ketemu, makin keren aja lo!" Albert.

Hanya tertawa mendengar ocehannya yang sama sekali tak menarik itu.

Albert meminta satu gelas Bir lagi

pada Bartender yang sudah sangat mereka kenal.

"Malam ini, gue yang traktir!" Ucap Reza kepada mereka berdua.

"Wow, balik dari Singapura, bawa Dolar banyak lo!"

Hanya tersenyum tanpa berniat untuk menutupi karena itu memang benar.

"Habis dipake tante tajir dia, Mas!" ucap Juno dengan sangat enteng dan polosnya.

Reza memukul bagian belakang kepala Juno dengan cukup keras dengan harapan hal itu dapat membuat sarafnya yang melenceng kembali ke jalur yang benar. Tak seharusya dia mengatakan itu dengan nada keras hingga beberapa orang melihat kearahnya.

"Btw, thank's bro, udah jagain Gaston!" Ucap Reza pada Juno. Percakapan yang sebenarnya tak ada kaitannya dengan pertemuan mereka malam ini dan sedikit tidak nyambung. Itu karena tiba-tiba Reza ingat pada Gaston kucing kesayangannya yang sudah dijaga baik oleh Juno. Selalu dijaga kebersihan kandangnya, selalu diberi makan sesuai porsi dan tepat waktu. Walau bagi Juno, sebenarnya itu pekerjaan yang sangat tidak menyenangkan.

"Santai. Gaston udah gue anggap anak sendiri!" jawab Juno.

"Really? Jangan bilang kalau Gaston cewek, terus lo pacarin!" Albert bereaksi.

"Hemm, akan gue pertimbangkan!" Juno.

Membuat Albert hampir tersedak minuman, saat mendengarnya.

"Hohh God, ampunilah dosa-dosanya!" Reza memotong.

Albert tertawa ringan menanggapi perbincangan mereka yang unfaedah tapi menyenangkan.

Beralih pada Reza yang kini tampak sibuk menyisir sekeliling ruang club.

"lo yakin mau traktir kita-kita?" Albert memastikan.

"Of course! Terserah kalian mau pesan apa. Mau mabuk sampai tewas juga silakan!" jawab Reza menegaskan.

Meminta tiga botol Wine pada Bartender, saat itu juga Reza memberikan sejumlah tips sebelum dia beralih pada pengunjung lain.

"Gue ada client, ada yang mau?" Tanya Reza menawarkan pada kedua temannya.

"Client?" Albert mengulang pertanyaannya.

"Ngga usah pura-pura polos gitu!"

Seketika pemahaman Albert langsung terhubung.

"O, okeyy,"..

Tak biasanya Reza berbagi seperti itu. Apa mungkin dia tak lagi memerlukan uang atau karena dirinya sudah kewalahan. Membayangkan jika client-nya adalah nenek keriput yang sudah bau tanah. Sungguh itu sangat menyeramkan.

"Mungkinkah karena dia sudah bosan atau kurang puas dengan pelayanannya? Sepertinya itu tidak mungkin!" Berpikir buruk jika client-nya kali ini seorang yang tak terlalu banyak uang sehingga membayarnya dengan harga di bawah standar.

Tahu apa yang dipikirkan kedua temannya.

"Jangan khawatir, she's a sexy women, amazing and big!"

"Pig?" Juno.

"Big!" Sambil mencengkeramkan kedua tangan kedepan dadanya.

"Wow, really?" Albert.

"Yea. Dia hanya sedang ingin barang baru."

Menyamakan dirinya dengan barang sekali pakai. Terdengar kurang mengenakkan memang, tetapi

untuk Wanita dan uang, sepertinya menarik untuk dicoba.

Albert meminum bir dalam gelasnya yang masih penuh. Melihat Juno yang asik sendiri dengan kacang kulit menjadikannya seperti Monyet club. Namun jika benar dia monyet club berarti dirinya adalah Anjing club.

Albert tertawa sendiri.

"Kenapa, Mas?" Tanya Juno.

"Enggak," jawab Albert masih sambil menahan tawanya.

"Woi, mau ngga lo?" sekali lagi menegaskan pada Juno yang hanya melemparkan pandangan ke

sekeliling ruang club yang selalu nampak remang.

"Eem.., enggak, Bray", sambil menggelengkan kepalanya.

"Ahh payah lo. Di kasih enak malah ngga mau!"

Dan hanya tertawa menanggapi ledekannya. Beralih pada Albert yang tidak mungkin dapat menolaknya.

Jelas sekali dari raut mupèngnya yang menjijikkan.

"Lo harus coba, kalo ngga mau menyesal!"

Membuat Albert semakin tertarik dengan tawarannya yang memang layak untuk dicoba.

"Bisa Gue lihat fotonya dulu?" Albert.

"Lo mau uang, atau sex?" Reza.

"If I can got twice. Why not?" Albert.

"Mau aja, Mas. Nanti pasti ketagihan!" Juno yang terpancing untuk berpendapat.

"Lo do'ain gue jadi gigolo juga?"

Tahu Juno hanya bercanda dengan kepolosannya, Reza hanya tertawa tanpa tersinggung oleh ucapannya.

"Gue pengen coba, tapi apa lo berani jamin kalau client lo bukan maniak atau menyeramkan?" ucap Albert menanggapi.

"Lo pikir client gue monster. Client gue semuanya high class dan bukan orang sembarangan pastinya!"

Sementara Juno hanya tertawa sambil

memperhatikan.

"Bengong aja lo!" Albert melempar kulit kacang padanya.

Melalui smartphone flagship nya, Reza memperlihatkan foto wanita cantik berumur sekitar tiga puluhan pada Albert. Memang benar yang dikatakannya, sama sekali tak mengecewakan. Jelas wanita itu terlihat menarik dan tampak seperti penikmat kesenangan yang hebat. Berpikir apakah dirinya mampu membuatnya terkulai lemas atau berbalik, dirinya yang akan meminta ampun karena tak ada lagi tenaga untuk melayaninya.

"Tidak. Itu tidak akan terjadi", bantah Albert dalam hati.

"Gimana, masih mau nolak?" Reza.

Albert menimbang dan sepertinya Reza memang tidak sedang bebohong.

"Oke", jawabnya langsung setuju.

"Good" timpal Reza.

Meminta waktu untuk dia menghubungi wanita dalam foto itu untuk appointment. Mendengar reaksinya, sepertinya dia sedang sangat berminat untuk malam ini.

"Oke. This night!" Reza.

"Malam ini?" Albert

"Ya. Gimana?" Reza.

Berpikir, menimbang dan..,

"Eemm, oke!" Reza.

"Boleh saya memilih sendiri traktirannya kali ini?" Juno memotong setelah mereka selesai bertransaksi.

"Ya, lo mau apa?" tanya Albert menyetujui.

Berpikir tentang sesuatu yang menarik yang dia inginkan tetapi belum terpenuhi.

Menyebut jenis gadget terbaru dengan fitur-fitur ter-update yang baru meluncur dipasaran.

"Iphone 14 pro max!" Jawab Juno antusias membuat Albert

tercengang, sementara Reza menoyor bagian belakang kepalanya Juno karena kesal dengan kekonyolannya.

"Apa gue salah?" Juno.

"Enggak. Hidup lo yang salah!" Reza memotong.

Albert hanya menertawai kepolosanan Juno yang tidak dibuat-buat.

"Tapi ngga apa kalo lo ngga keberatan. Itung-itung amal buat anak yatim, Bro!" lanjut Reza membuat Albert ikut menertawainya.

Beralih pada bahasan lain. Tentang tipe wanita yang mereka inginkan. Wanita yang membuat mereka tertarik untuk mencobanya. Lalu Reza mengalihkan

mereka pada tiga wanita diseberang yang datang secara bersamaan. Satu diantaranya masuk tipenya. Tentu saja dia cantik, sexy dan tinggi dengan rambut hitam pekat sepanjang bahu.

"Malam ini gue akan ML sama dia!"

Ucap Reza yakin sambil menatap pada wanita itu.

Tahu sedang menjadi obyek perhatian, wanita itu mengusap rambut serta bagian lehernya.

"Darimana lo yakin?" Albert bertanya.

Albert tertawa seolah melihat satu temannya yang sedang larut karena khayalannya. Memperhatikan gadis di seberang yang sesekali menatap kearahnya sambil memainkan gelas kristal berisi Wine. Wanita itu tersenyum kemudian melipat kaki indahnya.

Reza kemudian mengangkat gelas miliknya seolah memotong komunikasi non-fisik antara Albert dengannya. Wanita yang kini tersipu malu lalu tersenyum padanya. Ia kembali mengusap bagian kulit lehernya kemudian beranjak dari duduknya. Seperti mengatakan pada kedua temannya jika dirinya akan segera kembali dari toilet.

"Mau bertaruh?" Reza pada Albert.

"Eemm, no!" Jawab Albert.

Albert menggeleng kemudian beralih pada Juno yang sepertinya juga tak tertarik untuk melakukan taruhan sex dengannya.

"Oke, kalian tunggu disini. Lima belas menit!" selorohnya.

Kemudian Reza beranjak kearah tiga gadis diseberang sana. Tetapi tidak bergabung, melainkan hanya melintas saja didepan mereka. Diikuti salah

satu dari mereka yang kemudian juga beranjak kearah yang sama.

Terheran dengan kenyataan yang baru

saja Reza sombongkan. Berpikir tentang bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan hanya saling melihat. Albert tertegun dan sepertinya dia harus banyak berguru padanya. Tentu saja dalam urusan menaklukan hati wanita. Mulai menghitung hingga Reza kembali dalam waktu dua puluh menit kemudian. Lima menit lebih lama dari waktu yang dia tentukan.

Bersama gadis yang kemudian diperkenalkan pada dua temannya. Lalu Reza memanggil Albert dan Juno untuk bergabung bersama mereka. Mengobrol, bercanda, dan saling bertukar kontak.

Sebenarnya sangat menyenangkan menghabiskan waktu bersama mereka, tetapi ada satu pekerjaan yang mengharuskan mereka keluar dari tempat itu lebih awal.

*

Kini mereka telah meninggalkan tempat clubbing. Berangkat bersama untuk mengantarkan Albert yang kembali menjadi ragu karena keputusannya. Ia berharap itu hanya keraguan yang wajar karena baru sekali ini dia melakukannya. Hingga Reza berhenti di tepian jalan tak jauh dari hotel.

Terlebih dahulu memastikan

penampilannya, Juno meminta Albert untuk memakai parfum untuk meningkatkan kharismatiknya. Tidak lupa Juno juga memberikan sebotol kecil Mouthwash pada Albert untuk menghilangkan bau alkohol dari mulutnya.

Layaknya seorang pelayan pada sang raja, Reza mempersilahkan Albert turun dengan membukakan pintu mobil untuknya.

"Tunggu!" memberinya beberapa sachet pengaman lengkap dengan pelumas padanya.

"Keep safety, Bro!" Reza.

Mengingatkan padanya untuk tidak bermain tanpa pengaman. Tak ada yang tahu dengan siapa saja wanita itu mungkin bercinta dan bukan tidak mungkin sesuatu yang sepele bisa membuat kecelakaan fatal.

"Selamat berjuang, Bro!" Reza tertawa kecil atas kelakuannya, dilanjutkan Juno yang tertawa lantang kemudian tancap gas, melajukan mobilnya kembali menuju apartement.

Kini tinggalah Albert yang tampak bodoh sendirian. Mengambil nafas panjang kemudian membuangnya melalui mulut sebelum memberanikan diri untuk memasuki lobby hotel. Mengatakan pada petugas jika dirinya sudah ada janji dengan tamu di room 102. Setelah mengkonfirmasi tentang nama dirinya dan nama tamu yang ingin dia temui, salah satu petugas mengantarnya hingga ke lift.

Meluncur ke lantai lima belas bersama seorang pengunjung lain yang terlebih dahulu keluar dari lift.

Albert menggosok-gosokkan kedua telapak tangan untuk menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba datang. Menemui seseorang asing untuk sesuatu yang dirinya sendiri hampir tak percaya berani melakukannya.

Berpikir bagaimana bila Reza ternyata hanya mengerjainya dan wanita yang akan dia temui tidak sesuai dengan yang difoto.

"Haruskah dia membatalkan keputusannya? Tidak, sebelum melihatnya!" Albert berdebat dengan pikirannya sendiri.

Pintu lift terbuka, kemudian Albert mencari ruang bernomor 102 yang langsung dia temukan. Berharap

tak mendapat kejutan buruk dan memikirkan apa yang pertama akan dia katakan jika telah bertemu

dengannya. Tidak mungkin dirinya memperkenalkan diri dengan mengatakan.

'Halo, gue Albert. Cowok bokingan yang tante tunggu!'

Atau yang lebih berbeda.

'Hi, I am a new comer. Nice to see you!'

Albert tertawa atas candaan konyolnya sendiri hingga membuatnya menjadi semakin ragu. Satu trik untuk mengalahkan keraguannya, Albert langsung mengetuk pintu tanpa menghitung atau mempertimbangkannya lagi.

Tak menunggu lama, seseorang membukakan pintu untuknya, tetapi bukan wanita yang dia lihat di smartphone Reza, melainkan pedangdut sexy dengan goyangan hot bernama..,

"Anggita Bohai!" Albert dalam hati.

Memang benar dia memiliki ukuran dada maksimal. Berpikir jika itu bukan asli dan ada sesuatu didalamnya. Tetapi biarpun itu asli atau palsu, intinya masih tetap sama. Sama-sama mengenyangkan dan enak dilihat.

Berpikir apa mungkin Reza memberikan alamat yang salah. Kembali melihat alamat yang dia terima dan memang sudah sesuai. Albert tersenyum garing pada wanita yang masih berdiri sambil menatapinya.

"Aku ada janji dengan Karmila", ucapnya pada wanita sexy di depannya.

Merasa senang namanya disebut oleh seorang pria tampan sepertinya.

"Karmila?" ucap Anggita Bohai mengulang nama aslinya sendiri.

"Tak seharusnya Reza mengatakan

nama aslinya", pikirnya. "But, its oke!"

Albert melihat ke dalam melalui sela pintu yang terbuka tetapi tak melihat siapapun lagi.

"Tak ada orang lain, seperti yang kamu lihat", ucap Karmila, tahu apa yang dilakukan Albert.

Sepertinya memang benar, Reza memberikan alamat yang salah atau mungkin dia sedang mengerjainya. Mana mungkin seorang terkenal sepertinya membayar laki-laki untuk sekadar berkencan dengannya. Bahkan tanpa perlu dibayarpun, sebagian laki-laki normal pasti bersedia berkencan dengannya.

Kesal dengan prasangkanya yang mengira Reza hanya sedang mengerjainya saja. Terlintas dibenak Albert untuk mengajak Reza berduel setelah ini. Sudah pasti dirinya akan menang melawannya.

"Maaf, sepertinya saya salah kamar", Albert membuang napas putus asanya.

Meski kesal, entah mengapa Albert merasa lebih tenang karena tak jadi bertemu dengan orang yang akan dia temui.

Albert berlalu pergi.

"Albert?" ...

Mendengar Anggita Bohai menyebut namanya, Albert berhenti namun tak langsung berbalik.

Dengan bola mata yang melebar.

"What! Benarkah itu dia?" teriak Albert dalam hati.

"Sepertinya kamu tidak salah kamar", Karmila.

Berkata dengan nada menggoda, sambil bersender manja pada daun pintu. Oh sungguh, itu sangat sexy. Apa ada yang terlewatkan olehnya. Rasanya ingin berorasi sambil meneriakkan kata

'Yess!'.

Berhayal dengan logikanya yang masih tak yakin, Albert berbalik dan mengangkat tubuh Karmila yang ramping lalu membawanya masuk. Tak peduli dirinya akan mendapat uang bayaran atau tidak. Bagi Albert, dapat bercinta dengannya ibarat mendapat

durian jatuh. Sakit tapi enak.

"Halloo..," Karmila melambaikan tangan hingga membuat Albert tersadar dari lamunannya.

"Tak mau masuk?"

"Mau kok, mau!" Sambil meraba alat kontrasepsi dan pelumas dalam kantong celananya.

Membayangkan dirinya menjadi pria polos dan Anggita Bohai yang binal menggoda dengan goyang ajak-ajaknya. Sepertinya lebih keren jika dirinya menjadi seorang pria pemberani yang baru saja menyelamatkan hidup sang wanita pujaan lalu sang wanita itu menghadiahinya dengan, 'Goyang ajak-ajak yang aduhai'

Karmila kembali melambaikan tangan didepan muka Albert yang kembali diam.

"Kenapa, kaget? Aku tahu kamu pasti kaget!" Ucap Karmila.

Sungguh kenapa dirinya menjadi semakin terlihat seperti pria bodoh, namun hal itu membuat Karmila semakin tertarik untuk segera mencobanya.

"Tak mau masuk?" mengajak dengan sebuah pertanyaan.

"Mau kok, mau!" jawab Albert cepat.

Melangkah melewati Karmila yang dengan senyum menggoda hingga berada didalam. Karmila menutup pintu lalu mengambil segelas air bening untuk Albert.

Untuk sekali ini Albert merasa bangga menjadi teman Reza. Teman yang tahu bagaimana cara menyrnangkan temannya.

"Aku Albert, temannya Reza!"

"Ya, Aku tahu!" Jawab Karmila dengan kalimat menggoda.

Berharap Karmila tak kecewa dengan pelayanannya. Membayangkan dirinya yang lebih banyak mendapat godaan, tidaklah benar. Berpikir dan berpikir untuk melakukan tindakan yang seharusnya dia lakukan. Albert membayangkan adegan romantis dalam film biru yang pernah dia tonton. Ya, dia masih ingat beberapa

adegan yang membuatnya terangsang.

"O God, I like Missionari! And I will do the best to do!"

Membusungkan dada agar terlihat semakin gagah. Menatap dengan menjorokan bola matanya ke dalam

seolah mengatakan jika dirinya sedang sangat bernafsu. Membayangkan sebuah adegan saat seorang tetangga baru memintanya sebuah bantuan lalu dirinya yang datang. Ketika sang wanita kembali dengan membawa peralatan dan terkagum pada sexy badannya yang kekar, lalu __ 'Tiitttt', ...

"Tak usah berakting. Aku lebih suka kamu menjadi dirimu sendiri." Ucap Karmila mematahkan penilaian atas aktingnya yang sepertinya sangat buruk.

Mempertimbangkan permintaannya untuk menjadi dirinya sendiri. Bila

harus menjadi dirinya sendiri, saat ini Albert hanya ingin segera bercinta dengannya.

"Oke. Kita bisa lakukan sekarang?"

Reaksi itu semakin membuat Karmila tertawa senang pada Albert yang berpikir apakah dirinya kembali membuat kesalahan.

"Aku mau mandi", dengan memperlihatkan gerakan menggodanya. "Mau ikut?"

Tentu saja dirinya sangat, sangat bersedia. Bukan hanya karena ingat pesan Reza agar dirinya memberikan apapun yang client nya inginkan. Hanya menjawab dengan kata 'ya' untuk semua permintaannya.

Sungguh Albert terpana melihatnya menuju kamar mandi sambil melepas pakaian yang dia kenakan terserak begitu saja di lantai. Mendengar suara air yang menyembur dari shower Albert langsung membuka baju dan celananya. Segera menyusulnya kedalam kamar mandi.

Sepertinya Albert akan mempertimbangkan untuk alih profesi jika semua client seperti Karmila.

"Sungguh pekerjaan yang sangat menyenangkan, dan pake goyangan ajak-ajak!"

***