Chereads / Raja Bucinnya Kanaya / Chapter 18 - Aira Sakit keras

Chapter 18 - Aira Sakit keras

Tubuh Ara sudah pucat karena memang bertahan dengan satu ginjal tidaklah mudah, semua orang sangat menghawatirkan keadaan Aira. Kanaya dan Rahma bahkan telah berlinang air mata karna Menghawatir keadaan Aira sedangkan Jalal, Arka dan Ray telah berusaha mencari donor Ginjal untuk Aira.

"Mama..... jika usia Aira nanti sudah tidak cukup untuk membahagiakan papa dan mama tolong berbahagia lah dengan dengan tetap berada disamping Papa, Aurora dan kak Ray..... Aira akan sangat bahagia jika kalian semuanya bahagia..... mama tolong maafkan lah kesalahan papa, papa hanya terlalu menghawatirkan ku dan tidak mau mama bersedih karna mengetahui penyakit ku ini, bukankah papa sangat baik bahkan sanggup menyembunyikan kesedihannya sebesar ini sendirian. Jika memang Allah SWT telah menentukan waktu untuk ku kembali berpulang padanya tidak lama lagi aku iklas asalkan papa dan mama hidup bersama dan bahagia seperti dulu lagi....." ucap Aira sambil tersenyum manis.

Wajah pucat Aira terlihat bersinar terang dan senyum manis membutkan Rahma dan pun yang melihatnya langsung memeluk tubuh Aira yang terlihat rapuh.

"Mama....hanya akan memaafkan Papa mu.... dan kembali padanya jika keadaan mu baik-baik saja, mama ingin keluar kita untuk ada Mama, Papa, Ray dan kedua putri bunda ini pastinya....." ucap Rahma sambil menahan tangisnya.

"Iya Aira akan sembuh papa, abang dan Arkan sedang mencari pendonor ginjal untuk Aira..... semuanya akan baik-baik saja.....," ucap Kanaya meyakinkan.

"Iya nak Aira harus berjuang untuk sembuh...." ucap Rahma sembil memeluk erat tubuh Aira bersama dengan Kanaya.

"Iya..... Ma... Aira akan berjuang demi kalian, kepalanya Aira pusing ma... Aira tidur dulu ya..." ucap Aira kemudian hilang kesadaran.

Sebenarnya dari tadi Aira telah berusaha menutupi rasa sakit kepalanya dengan bersikeras seakan baik-baik saja dan ketika tidak sanggup menahan sakit lagi Aira sebelum pingsan malah berkata ingin pergi tidur.

"Tidak nak bangun lah, Aira.....," teriak Rahma yang khawatir.

"Kita harus panggilan dokter Ma...,"ucap Kanaya kemudian menekan tombol khusus yang hanya boleh dipencet disaat kondisi darurat.

Karna dokter belum datang juga Kanaya memencet tombol itu sampai 3 kali karna khawatir akan keadaan Aira yang terlihat semangkin pucat. 5 menit kemudian dokter Rabia pun datang.

"Maaf kan saya tapi dokter yang seharusnya menangani Aira sedang menangani pasien lain yang juga dalam kondisi darurat saat ini." ucap Rabia menjelaskan.

"Lalu bagaimana ini kakak Aira tiba-tiba pingsan dan wajahnya sudah semangkin pucat?" tanya Kanaya dengan mata berkaca-kaca menahan tangisnya.

"Saya akan memeriksa terlebih dahulu." ucap Rabia yang kemudian memeriksa kondisi Aira.

Rahma dari tadi hanya bisa menagis sambil menggenggam tangan Aira yang terlihat semangkin pucat.

"Nak tolong lakukan tindakan cepat, denyut nadi Aira melemah." ucap Rahma menahan tangis paham sedikit mengenai medis karna memang dirinya seorang mantan psikoterapis walaupun bukan dokter.

"Iya anda benar kondisi Aira mulai melemah. saya akan mencari dokter lain yang akan segera menagani Aira secepatnya, Tante dan kamu dek berusaha untuk membuat Aira sadar agar kondisi tidak semangkin lemah kata-kata yang membuatnya termotivasi untuk berjuang mempertahankan hidup dan tegar melawan penyakitnya." ucap Rabia yang kemudian keluar ruangan itu dengan terburu-buru.

Kanya dan Rahma pun berusaha mengajak Bicara Aira dan terus menyemangati Aira.

"Nak bertahanlah, mama sangat bangga memiliki putri yang kuat seperti mu..." ucap Rahma sambil berusaha menahan tangisnya.

"Aira bangunlah jangan terus tertidur, bahkan kau belum sempat bercerita dengan ku...., aku akan sangat marah padamu..., jika kau masih terus tertidur." ucap Kanaya yang berpura-pura marah.

Ternyata Aira merespon ucapan Kanaya tadi dengan senyum kecil diwajahnya, walaupun hanya terlihat samar.

"Kau sangat jahat Aira, kau bahkan menertawakan ku...., sekarang bukanlah matamu... mama telah banyak kehilangan air mata... karna kau tak kunjung bangun..." ucap Kanaya.

"Iya nak bangunlah, mama...akan melakukan apapun yang kau minta jika kau bagun dan kembali sehat.....," ucap Rahma berusaha menahan tangisnya.

Dilain tempat Arka sudah berhasil menemukan donor Ginjal yang tepat untuk Aira, dan tersenyum senang karna sebentar lagi sahabat yang diam-diam dicintainya itu akan sembuh dan akan tersenyum manis padanya dalam keadaan yang sehat.

"Om, bang Ray aku telah menemukan keberadaan donor ginjal untuk Aira." ucap Arka dengan tersenyum.

"Benarkah kalu begitu ayo kita Kerumah sakit dan segeralah melakukan tindakan sebelum kondisi Aira memburuk." ucap Jalal antara senang dan khawatir.

"Iya pendonornya dimana sekarang Ar?" tanya Ray.

"Pendonor ginjalnya kebetulan ada di rumah sakit yang sama dia meninggal karna kecelakaan dan membuat wasiat untuk mendonorkan ginjalnya bagi orang yang sangat membutuhkan." jawab Arka.

"Kalau begitu ayo kita menuju rumah sakit sekarang." ucap Ray.

Kemudian Ray, Jalal dan Arka sampai dirumah sakit dengan mobil 2 mobil karna Jalal satu mobil dengan Arka sedangkan Arka membawa mobilnya sendiri.

"Kak bagaimana kondisi Aira?" tanya Arkan yang langsung menemui kakaknya itu.

"Aku telah berusaha menghubungi dokter yang spesialis tapi dia belum datang juga dek, karna kakak masih Dokter bedah bisa bukan Dokter spesialis organ dalam kakak masih perlu dibimbing." ucap Rabia dengan panik.

"Kalian hampir melupakan ku...." ucap Arkan yang tiba-tiba muncul.

"Apakah kau seorang dokter sob?" tanya Ray.

"Bukan tapi Akau memiliki Abang sepupu seorang spesialis" ucap Al.

"Lalu apa yang kau lakukan cepat panggil dia adikku setengah sekarat didalam!" ucap Ray yang telah mencengkeram kera baju Al.

"Sabar sab, kau sendiri yang bersalah baru memberitahu beberapa menit yang lalu. Abang sepupu ku itu sedang dalam perjalanan kesini." ucap Al berusaha tenang agar tidak terpancing emosi.

"Nak hentikan jangan membuat keributan kita seharusnya berterimakasih pada nak Al." ucap Jalal yang memisahkan kedua sahabatnya yang sedang perang dingin ini.

"Maafkan aku sab, aku terlalu menghawatirkan keadaan Aira." ucap Ray menyesal.

"Tidak apa-apa sob aku paham, aku mungkin juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi mu saat ini." ucap Al dengan tenang.

15 kemudia Abang sepupu Al datang dan operasi dan tindak cepat segeralah dilakukan oleh Dokter Adam atau Abang sepupu al yang ternyata seorang ahli penyakit organ dalam yang bersama dengan dokter Rabia yang merupakan dokter bedah.

"Kenapa mereka lama sekali ini bahkan telah 3 jam, tapi belum juga ada kabar akan keadaan Aira." ucap Ray dengan panik mondar-mandir didepan ruangan ICU.

"Kelihatannya kau selain panik, tapi juga cemburu, iya kan sob?" ucap Al dengan jahil agar suasana tidak terlalu tengang.

"Tidak." ucap Ray dengan datar.

Sebenarnya Ray sangat merasa kurang nyaman melihat kedekatan dokter Adam dengan Rabia tadi entah mengapa hatinya merasa sedikit panas, tapi disaat terdesak seperti ini keadaan Aira lebih penting dari pada perasaannya sekarang.