Chereads / Bullying And Bloody Letters / Chapter 18 - Catatan Larasati

Chapter 18 - Catatan Larasati

Bahkan berkat Tyas ada beberapa anak laki-laki yang mulai berusaha mendekatinya.

Salah satunya bernama Anton. Anton adalah salah satu playboy di sekolahnya.

Awalnya dia enggan mendekati Larasati, karna penampilan Larasati yang terlalu culun  dan kampungan.

Namun setelah Larasati berubah menjadi cantik, Anton pun langsung tertarik untuk mendekatinya.

Bahkan bukan sekedar mendekati tapi Anton mulai terobsesi untuk mendapatkan Larasati.

Namun karna Larasati lebih menyuakai Wijaya, akhirnya Larasati menolaknya.

Sebenarnya Larasati dan Jaya tidak pernah berpacaran. Tapi Larasati tidak mau menerima pernyataan laki-laki lain demi menunggu Jaya, panggilan akrab untuk Wijaya.

Hingga suatu ketika peristiwa yang kelam kembali terjadi.

Saat itu Anton mengajak Larasati, bertemu.

Meski Larasati berusaha menolaknya, Anton tetap memaksanya, dan terus merayunya dengan iming-iming tidak akan mengganggunya lagi setelah bertemu hari ini. Anton menulis dalam suratnya jika ini terakhir kalinya dia berada di Jakarta, karna setelah ini dia akan pindah Jerman.

Karna hal itu akhirnya Larasati mau di ajak bertemu, sebagai tanda perpisahan seorang teman.

Anton menuliskan alamat tempat dimana dia mengajak Larasati ke temuan.

Namun ternyata alamat yang di tulis oleh Anton di surat itu adalah alamat sebuah hotel.

Saat itu Larasati begitu ragu-ragu untuk melanjutkan pertemuannya dengan Anton.

Namun ketika Larasati masih berada di depan gedung hotel, Anton langsung menghampirinya. Dia bilang bahwa hotel itu adalah milik keluarganya. Dan dengan berbagai cara, Anton pun berusaha meyakinkan Larasati untuk masuk kedalam hotel itu. Hingga akhirnya berhasil. Dan Larasati pun mau masuk kesalah satu kamar hotel yang sudah di pesan khusus oleh Anton.

Dan ketika berada di dalam hotel Anton mencekoki Larasati dengan obat tidur dosis tinggi, lalu dia memperkosa Larasati ketika tidak sadarkan diri dan setelah itu dia meninggalkan Larasati di dalam kamar hotel begitu saja.

Dan ketika Larasati terbangun dia mendapati dirinya sudah tidak mengenakan pakaian lagi. Seketika Larasati langsung menangis sejadi-jadinya. .

Dia tak menyangka jika Anton sudah menipunya dan sudah menodainya.

Dia harus merelakan mahkotanya di renggut oleh pria yang sama sekali tidak dia sukai.

Setelah itu Larasati kembali memendam kesedihannya sendirian. Dia tidak berani menceritakan kesedihannya kepada siapa pun. Jangankan kepada orang tuanya, kepada Tyas sahabat dekatnya saja tidak berani. Apalagi sampai memberitahu  Jaya.

Tentu itu hal yang tidak mungkin. Hanya sesaat dia merasakan bahagianya, telah di hargai dan memiliki teman. Lalu setelah itu dia merasa sendiri lagi. Dia merasa kembali terjatuh.

Namun hari kelulusan sekolah masih satu tahun lagi, dia harus bertahan demi mewujudkan impiannya.

Akhirnya Larasati mencoba bangkit dan merahasiakan apa yang terjadi kepadanya. Dia berusaha untuk melupakan apa yang sudah di lakukan Anton.

Dia tidak bisa menuntut Anton, karna Anton sudah pindah keluar negeri, selain itu jika dia melaporkan kejadian yang menimpanya. pasti suasana akan semakin runyam dan orang-orang akan menjadi tahu tentang apa yang sudah dia alaminya, dan dia kembali di gunjing dan di lecehkan.

Akhirnya Larasati hanya berani menulis segalanya di dalam sebuah buku diary.

Lalu tulisan berhenti. Larasati tak lagi menuliskan tentang perasaan dalam diary.

Hingga 2 bulan berlalu, Larasati kembali menulis lagi.

Dia menuliskan bahwa saat ini dia positif hamil. Semua akibat ulah Anton, si Pria tidak bertanggung jawab.

Dalam kertas itu terdapat bekas noda kuning kebiruan, yang membuat sebagian tulisan dalam diary itu pudar.

Di duga noda itu adalah bekas air mata Larasati.

Mungkin saat itu Larasati benar-benar sudah tidak kuat lagi menghadapi masalah hidupnya.

Dan dia menulis diary sambil menitikkan air matanya.

Namun beberapa hari kemudian dia menuliskan dalam buku diary jika dia mengalami keguguran, akibat terjatuh dari tangga. Semua itu disebabkan oleh Seruni dan kawan-kawannya yang mendorongnya hingga terjatuh.

Meski terasa menyakitkan tapi, berkat itu semua Larasati bisa melanjutkan sekolahnya.

***

Larisa merasa sangat bersedih saat membaca buku diary milik Larasati.

Tak sadar air matanya pun terjatuh.

Namun karna hari sudah malam akhirnya dia tidak melanjutkannya.

Dan Alex pun juga harus pulang, karna tidak baik berkunjung ke rumah seorang perempuan lalu pulang terlalau larut malam.

"Yasudah, Larisa. Aku pulang dulu ya. Dan salam untuk Ibumu," tukas Alex.

"Iya, hati-hati." Sahut Larisa.

Dan Alex pun mengangguk tapi sebelum pulang dia sempat menghapus air mata Larisa.

"Stop. Menangisnya sudah, aku harap kamu jangan membacanya dulu sebelum ada aku." Pesan Alex.

Larisa pun tersenyum, "Baik, Alex. Terima kasih,"

"Terima kasih untuk apa?" tanya Alex.

Larisa pun terdiam sejenak, karna dia bingung harus menjawab apa. Karna yang dia maksud adalah terima kasih kepada Alex karna sudah mau menghapus air matanya. Selama ini tidak ada yang mau menghapus air matanya, Alex lah satu-satunya pria yang pertama kali menyentuh pipinya.

***

Malam pun semakin larut Larisa merebahkan tubuhnya. Namun tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintunya.

Larisa pun langsung membukannya, dia pikir yang mengetuk pintu itu adalah Ibunya.

Namun ketika dia membuka pintu itu ternyata tidak ada siapa pun.

Dan saat itu Larisa kembali menutup kembali pintunya.

Namun tak lama pintu itu kembali ada yang mengetuk, namun saat dia buka, lagi-lagi tak ada siapa pun.

"Ah, pasti si Ibu ini sedang iseng kepadaku!" gerutu Larisa.

Belum sempat duduk kembali di atas kasur. Namun ketukan pintu kembali terdengar.

Tok tok tok!

"Ah, sekali lagi tidak ada siapa pun, maka tidak akan aku buka lagi!" gumam Larisa sendirian.

Ceklek!

Lalu setelah Larisa membuka pintu itu dia melihat sesosok wanita berwajah pucat itu tengah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Larasati!" teriak Larisa.

Larisa langsung menutup pintu itu kembali, namun tiba-tiba Larasati malah sudah ada di dalam kamarnya dan duduk diatas kamarnya.

Dengan wajah menunduk dan rambut panjang berantakan yang hampir menutupi seluruh wajahnya.

"Hah! kamu kenapa malah sudah duduk disini sih!?" bentak Larisa.

Dan Larasati pun perlahan mengangkat wajahnya.

Lalu dia berkata, "Tolong aku, Larisa...." ucapnya dengan suara memohon.

Larisa pun terdiam, tanpa Larasati minta, dia memang sudah ingin menolongnya.

Karna dia turut bersedih melihat Larasati yang hidup dengan segala kepedihan dan ketidak adilan.

Namun dia masih merasa takut  saat bertemu langsung begini. Selain merinding, dia juga merasa sangat deg-degan.

"Larasati, aku memang ingin membantumu, tapi apa yang bisa aku bantu?" tanya Larisa.

Lalu Larasati pun menengok kearah Larisa sambil tersenyum.

Namun saat itu dia tidak menjawab apa pun dan malah menghilang begitu saja.

Kemudian Larisa terbangun dengan buku  diary yang masih dia pegang dan di taruh di bagian dadanya.

Rupanya kejadian yang tadi hannyalah mimpi. Dan dia kembali mendapatkan secarik kertas di taruh di dalam buku diary milik Larasati.

Dan surat itu bertuliskan, 'Amara akan segera mati, jika dia tidak mengakuinya!'

To be continued