Temasek, 1707.
Sore itu Cil lagi-lagi pulang terlambat ke rumah karena keasikkan bermain dengan teman hingga ke hutan. Yunus, seorang anak yang lebih tua tiga tahun dari Cil memberi tahu jika ia akan mencoba menangkap ayam hutan dan menggoda untuk ikut menemaninya dengan seribu satu macam godaan. Mengiming-imingi akan memberi seekor burung pipit hijau yang sangat diidam-idamkan Cil karena sering mencoba menangkapnya, namun tidak pernah berhasil. Yunus juga mengatakan kalau Cil hanya anak manja yang tidak berani masuk hutan.
Akhirnya Cil mengikuti Yunus masuk hutan karena tak tahan olok-olokkannya yang mengatakannya anak manja. Saat mengikuti temannya itu, Cil baru tahu kalau hutan itu tidak seseram cerita ibunya yang mengatakan banyak beruang dan Datuk, sebutan lain orang Melayu tentang harimau. Ya... mungkin saat itu Cil belum pernah melihat langsung sosok Datuk atau pun beruang, jadilah Cil tidak menganggap hutan itu tidak seseram perkiraannya, apa lagi anak itu bersama seorang teman yang lebih tua tiga tahun darinya. Yang lebih banyak tahu.
Meski tidak sebanyak pengetahuan orang dewasa. Tapi paling tidak Yunus itu tahu cara membuat perangkap untuk menjerat ayam hutan, bagaimana cara menangkap burung pipit, mencari jamur yang bisa dimakan dan cukup tahu tanaman yang berkhasiat untuk meredakan sakit perut, juga pertolongan pertama menghentikan pendarahan dari luka, andai mereka terluka, luka gores yang tidak terlalu parah tentunya.
Dari pagi hingga sore bermain di hutan tanpa pulang ke rumah, ternyata membuahkan hasil. Dari sepuluh perangkap yang dipasang, enam di antaranya berhasil. Meski ayam hutannya hanya dapat satu, dua burung puyuh dan tiga burung ruak-ruak. Petualangan seharian di dalam hutan itu juga membuahkan hasil untuk Cil. Yang berhasil mendapatkan seekor anak kepiting dari sungai untuk pertama kalinya saat istirahat siang di pinggir sungai, di dalam hutan sambil berenang pastinya.
Ketika pulang, Cil menagih janji Yunus yang akan memberinya burung pipit hijau, tapi ia mengelak dengan mengatakan besok akan ia usahakan untuk menangkapkan pipit untuk Cil. Namun karena Cil mengira pipit yang akan ia beri itu, pipit di rumahnya yang pernah ia tangkap seminggu yang lalu dan sudah mau bernyanyi lagi setelah trauma tertangkap, Cil sudah pasti kecewa karena merasa dibodohi. Tapi sebagai gantinya, Yunus memberikan ke dua burung puyuh hasil tangkapannya dan tetap berjanji memberi pipit lain esok harinya.
Melihat Cil tertawa senang karena diberi dua ekor burung puyuh, Yunus mengatakan jika Cil bocah menyebalkan dan manja meski hanya bercanda.
Cil tahu kalau Yunus itu tidak pernah benar-benar marah, meski mulutnya sering mengeluarkan kata-kata umpatan, sumpah serapah dan ia juga sebenarnya baik. Selalu melindungi Cil dari teman-temannya, anak yang lebih besar.
"Baiklah... saatnya pulang! Ayo semangat!" Cil mengangkat dua burung puyuh di ke dua genggamannya tinggi-tinggi saat membalik badan ke arah Yunus, begitu ke dua anak itu keluar dari hutan. Anehnya Yunus malah sembunyi di balik pohon terdekat. "Kenapa?" Cil bingung melihat tingkah Yunus yang jarang-jarangnya bersembunyi dan terlihat sedikit ketakutan.
Masih dalam persembunyiannya Yunus menunjuk ke belakang Cil takut-takut. "Itu..."
Senyum Cil sedikit memudar melihat tingkah Yunus yang aneh. Tapi saat mulai memahami maksudnya, Cil tahu ada seseorang di belakangnya karena langsung menangkap ke dua lengannya yang terangkat tinggi.
"Ternyata benar ya, kamu main di hutan!" Ucap seseorang di belakang Cil yang tak lain adalah ibunya saat anak itu menengadahkan kepala melihat ke atas untuk mencari tahu siapa yang ada dibelakangnya.
Cil mencoba tersenyum karena ingat kata-kata ibu yang akan menggantungnya hidup-hidup. Dengan kepala ke bawah atau mengikat di pohon yang banyak semut rang-rangnya.
Yunus yang sedang bersembunyi sering mendengar kemarahan ibu Cil itu, tapi sampai sekarang ibu Cil tidak pernah sekali pun melakukan perkataan ancamannya karena ia sangat sayang kepada anaknya itu.
Ibu hanya takut terjadi sesuatu kepada anaknya karena itulah ia sering membatasi waktu bermain anaknya, melarang ke hutan dan mengeluarkan kata-kata ancaman yang hanya terjadi jika Cil pulang dalam keadaan kotor. Maka keluarlah kemarahan ibu yang sebenarnya. Memandikan Cil dengan mengusuk semua tubuh dengan kuat karena tidak suka melihat kotoran yang melekat di tubuh.
Rasanya lumayan sakit hingga membuat Cil minta ampun, tidak akan main kotor lagi seperti badak main di kubangan. Hari itu karena Cil pulang dalam keadaan lumayan kotor dan membuatnya khawatir setengah mati karena tidak pulang siang, anak itu sudah pasti merasakan kusukkan maut ibunya dengan sabut mandi.
"Hei, Yunus. Ayo kamu juga balik! Tak baik anak-anak berkeliaran di hutan sore-sore."
Yunus keluar dari balik pohon tempat persembunyiannya dengan takut-takut.
Ibu Cil mungkin terkesan pemarah bagi sebagian besar anak-anak, namun sebenarnya ia sangat menyayangi anak-anak. Mau berbaur dan menemani anaknya main jika di rumah bersama teman-teman. Ibu Cil juga sangat cantik, ceria, lincah, pintar menari meski masakannya tidak begitu enak.
Ketika ibu Cil memuji Yunus yang jago membuat perangkap, wajah Yunus langsung berubah memerah dan sikapnya juga terlihat malu-malu. Menurut Yunus karena ibu Cil cantik dan masih muda makanya ia menjadi tersipu malu. Tapi Cil selalu mengingatkan Yunus untuk tidak merayu ibunya karena sayang ibu hanya boleh untuknya.
Ibu melahirkan Cil saat ia berumur enam belas tahun, jadi wajar ia masih muda dan banyak laki-laki yang suka usil menggodanya. Tapi langsung mundur begitu tahu ibu mempunyai seorang paman, Encik Muar yang ditakuti di daerah tempat mereka tinggal. Cil memanggil paman ibunya itu dengan sebutan guru, karena memang ia yang mengajarkan semua pelajaran dan semua pengetahuan yang sangat jarang di dapat anak-anak di sekitar tempat tinggal yang rata-rata anak petani.
Akhirnya sampai juga di rumah. Meski awalnya Encik Muar marah-marah karena Cil melewatkan pelajaran hari itu, tapi akhirnya ia harus meredam kemarahannya. Karena ibu mengatakan jika ia yang akan memberi Cil pelajaran. Maksudnya tak lain memandikan sampai membuat minta ampun tidak main kotor lagi. Sebelum memandikan Cil, ibu menyerahkan dua burung puyuh pemberian Yunus untuk di masak.
Di dalam kamar mandi, Cil setengah memohon ketika ibu mengusuk tubuhnya dengan sabut mandi sekuat tenaga awalnya agar semua kotoran dan daki-daki di tubuh Cil luntur. Setelah mengusuk dan menyabuninya barulah ibu memandikan dengan lembut seperti selama ini kalau Cil tidak membuat masalah dengan yang namanya kotor.
Setelah mandi dan berpakaian yang rapi, Cil memulai pelajaran yang sudah terlupakan seharian karena asik bermain di hutan. Encik Muar mengajari dengan keras seperti biasa tentang menulis dan membaca. Selain itu Encik Muar juga mengajari banyak pengetahuan lain yang katanya hanya anak bangsawan dan anak Sultan yang mendapat pelajaran khusus itu. "Kalau memang begitu, kenapa guru mengajarkannya kepadaku yang hanya anak biasa? Anak desa." Pikir Cil suatu waktu.
Menurut Encik Muar, karena ia mempunyai pengetahuan itu makanya ia ajarkan kepada Cil. Encik Muar mengetahui itu karena ia pernah bekerja di istana dulunya.
Cil masih belum tahu apa manfaatnya mempelajari menulis dan membaca karena teman-temannya tidak ada yang belajar seperti yang diajarkan Encik Muar. Tapi yang pasti semua pelajaran itu dan manfaatnya, kata Encik Muar agar Cil bisa bekerja yang layak setelah dewasa.
Encik Muar juga selalu mengatakan Cil akan tahu pada waktunya mengapa harus mempelajari semuanya, setiap kali anak itu mulai mengeluh dan merengek karena bosan dan lelah belajar seharian.
Bersambung...
***
Halo semuanya...
Sedikit penjelasan singkat dari saya.
Mengenai panggilan pada tokoh utama dalam kisah Raja Kecil ini. Panggilan Cil itu datang dari para pengawalnya yang biasa memanggil Tuan Kecil. Dan karena Tuan Kecil masih anak-anak, ia jadi ikut memanggil dirinya Kecil. Namun hanya ujungnya saja, yaitu Cil.
Itu saja dari saya.
Terimakasih.