Tiupan angin terhembus sahdu menerpa tirai. Senja beranjak dan datang waktu malam. Andra menjadi imam solatnya, tanpa berdizikir Andra berdiri dan segera mengambil ponsel.
"Heh Mas bojo ... kamu manusia kan? Kok tidak berdzikir, itu sama saja manusia berakal kera tolah toleh cus. Pergi begitu saja, lupa sudah diberi kekayaan dan kesehatan?" tegur Anna malah mengaji tidak mau mendengar tentang teguran sang istrinya, Andra pergi.
"Ih ... dasar, sabar sabar ... super nyebelin, semoga aku bisa sabar. Beri kekuatan yang ektra ya Allah," gumam Anna yang mengusap wajah lalu lanjut mengaji.
Sementara Andra sudah berada di dalam mobil dia berusaha mencoba menyalakan mesin.
"Ceh kehabisan bensin, niat mau menghindari tikus cerewet malah tidak tepat, lebih baik aku tidur di sini," gumamnya.
Angin malam menerpa, suara nyamuk membuat dia terbangun, akhirnya dia kembali ke kamarnya.
Melihat Anna dengan mukenanya, terlihat jelas wajah ayu berseri yang cerpancar.
"Na ... bangun, heh ... Na ...."
"Gendong dong Mas ...." pintanya dengan suara serak dan terlihat malas, dia melepaskan mukena tepaksa berdiri lalu melangkah terlilit rok mukena, dia menjatuhi tubuh Andra seketika mata indah itu menatap ke satu tujuan.
Anna tidak menyingkir malah terus menindih suaminya sambil meletakkan kepala dan telinga di dada yang di dalamnya penuh dengan guncangan jantung Andra.
Andra sangat muak, mengangkat lengan Anna dengan kasar, namun Anna sengaja melemaskan tubuhnya agar Andra tidak kuat. Ada sesuatu yang bergerak di bagian tengah badan, Anna mengangkat kepala, ketika merasa ganjal dia berdegup kencang. Aliran darah berdesir hebat.
"Heh kalau minta, tutup tirainya," ujar Andra sepertinya sudah siap untuk melakukan nafkah batin. Anna segera bangun dia terlihat panik dan sangat cemas.
'Apa dia benar-benar akan melakukannya? Aku harus bagaimana ... bodohnya mengapa aku tadi memancingnya kalau aku sendiri belum berani, aduh ....' batin Anna terdiam dan terus berpikir sambil mengigit kukunya, wajah gelisahnya membuat Andra menahan tawa.
Andra bangun dia menarik semua tirai sampai penutupan Anna meneguk tegang saat menghadapi tirai. Dugapan jantung yang semakin tidak terkendali seperti ada kembang api yang menyala-nyala.
Raut wajah yang sulit dijelaskan, tangan yang mulai nyeri, dia meremat kain roknya. Kakinya terus bergerak senada dengan detak jantungnya.
"Kurang wangi, bersihkan dirimu," titah Andra dengan melempar handuk. Lalu duduk di sebelah ranjang.
'Sok menggoda aku tau kamu dalam ketakutan saat aku tantang, tidak mungkin aku mengeluarkan udara cinta, lebih baik ku keluarkan dengan bantal,' batinnya.
Dengan gugup Anna menghela napas, lalu berjalan ke kamar mandi. 'Mungkin ini memang waktunya aku melepaskan kesucianku, semoga dengan baktiku dia bisa mencintaiku sepenuh hati,' Anna akan pasrah namun terlihat jelas ada kegelisan yang paling banyak rasa adalah takut.
Setelah selesai Anna mengelap dahinya, dia lupa membawa baju, dia akan memakai baju yang tadi, namun tidak ada disangka dia malah menjatuhkannya.
"Aduh ... basah deh, groginya aku hingga lepas kendali, aduh ... masa aku kembenan, untung ada lengannya, tapi ini sangat minim aduh ... bagaimana ini? Pahaku terekspos," gumamnya lalu meneguk ludah berkali-kali.
Dia membuka pintu, Andra tengkurap dengan ponselnya bahkan dia hanya main game, dia melangkah pelan dengan mengigit bibir bawah. Setiap tiga detik sekali dia meneguk ludah dan debaran yang sangat mengecewakan, dia dengan pelan membuka lemari.
"Sudah siap?" tanya Andra lalu membalik arah duduk namun tetap menghadap ponsel.
Glek ...
"Kamu tegang ya? Suara ludah sampai ke sini," ujar Andra lalu meletakkan ponselnya dan lepas dengan melepaskan kaosnya lalu melemparnya kemana.
Langkahnya mendekat kepada sang istri, Anna tercengang disaat dia baru mengambil pakaian, Andra berdiri tepat di belakang Anna.
'Niat itu menggodanya, namun mengapa barang kecil ini bangun,' batin pria itu. Bagaimana tidak datang rasa ingin, jika wanita di sana sangat wangi dengan kulit putih yang mulus, walau kulit putih berlengan dan yang terlihat paha, namun terlihat jelas itu teramat menggoda, lemah seketika iman Andra.
Datang angin menerpa di handuk di tengah kaki bagian atas terlihat jelas itu sangat menggoda, Anna kembali meneguk ludah dan tanpa memandang belahan, tangan yang mempertahankan dada dan tangan di seluruh handuk.
Dia Andra mendekat di telinga kanan.
"Jangan kepedean," bisiknya mengambil cas lalu berbalik arah, Anna menarik lengannya lalu menginjak kaki suaminya.
"Au ...." teriak Andra lalu duduk di pinggir ranjang.
"Jangan bercanda lagi, menafkahi batin itu wajaib, kalau aku takut dosa makanya aku mau ... tapi kamu dengan mudah mengatakan kepedean. Nyebelin," ucapan Anna sangat cepat, wanita cantik itu segera mengambil pakaian dan kembali ke kamar mandi.
Selang beberapa menit dia kembali Andra masih merasakan sakit di kakinya.
"Maaf, ih ... gara-gara mandi, haccing ... ha_ha hah ... jadi, est ... demi Mas malah tersiksa," gumamnya lalu masalah dengan menutup semua selimut.
Andra melihat istrinya lalu ikut naik ke atas kesedihan dan masalah. Andra membelakangi istrinya, Anna tidak henti-hentinya bersin suaranya mengigil kedinginan. Tapa kata dan tanpa basa-basi Andra mendekat lalu memeluk istrinya dari belakang.
"Apa ...?!"
"Jangan cerewet!" tegurnya segera menyelah istrinya. Anna membalik arah membalas membalas itu.
"Apa ini sebuah rasa bersalahmu? Penebusan?" tanya Anna, tanpa berkata tangan besarnya menyumpat bibir tipis kecil itu.
'Dia selalu saja cerewet, hih tidak betah,' batinnya. Anna menikmati itu sambil menikmati ingus.
"Huh ... jorok banget sih," keluh Andra bangun dari tempat tidur.
"Kan kamu tadi yang minta, jadi ya seperti ini hajjcing ... ha_hajjcing, est ..."
"Heh ...." Andra benar-benar muak, dia tidak betah lalu bangun dan keluar dari resort.
Anna duduk di atas ranjang sambil memeluk kedua kakinya, karena hidung yang tersumbat dia tidur dalam posisi duduk.
Andra menikmati malam berbintang lalu berbalik tanpa sengaja melihat putih-putih kemerahan di atas sana, dia memastikan berulang kali apa yang dilihatnya.
"Hi ..." dia merinding lalu datang masuk, dia segera menutup tirai lalu beranjak naik ke ranjang.
"Pernikahan itu bukan sekadar memasakkan, kalau hanya memasak kan bisa beli ke Bude Nah, Yah, Sati. Pernikahan itu juga bukan sekadar mencucikan baju salah satu pasangan, kalau mencuci cucian juga banyak. Pernikahan itu sama-sama belajar, menerima kelebihan dan kekurangan, jika mandi malam aku begini terus bagaimana Ha ..." ucap Anna dengan mata tertutup rapat.
"Tidak terjaga, tidak terlelap tetap saja cerewet, heh ..." Andra sangat pusing dia mengambil bantal lalu menutupi telinganya.
'Nayla apa kamu sudah malammu dengan suami tuamu? Aku harap kamu datang bulan sampai kamu dan dia tidak melakukannya, atau ... aku harap suamimu barangnya lemas. Aku masih belum rela, aku belum iklas, aku berharap kamu akan segera cerai. Aku tidak peduli bagaimana nanti dengan Anna, kalau kamu mau kembali padaku aku akan sisa umurku bercinta. Tapi ... Oma? Tidak mungkin aku mengharapkan Oma pergi dengan cepat, walau sudah tua, namun aku masih membutuhkannya, Oma ... kalau tidak karna Oma mungkin aku menikah dengan Anna,' batin Andra yang merasa pusing dan tidak betah.
Bersambung.