Setelah solat subuh Andra dan Anna bersiap ke Bandung, meletakkan barang bawaan, keduanya berpamintan mereka pergi.
Mobil Pajero Sport melaju dengan pelan, "Nanti beda kamar," ujar Andra, membuat Anna refleks menoleh kepadanya dengan mengerutkan kening.
"Kenapa harus beda? Mubadzir tau, aku mau kok tidur di kursi, jangan buang-buang untuk hal seperti itu, lebih baik uang disisihkan tuh untuk mereka," tunjuk Anna ke anak jalanan dan orang tua yang tengah menjual koran. Andra tetap diam tidak peduli, mobil tetap melaju.
"Hai, kamu asli pendiam seperti ini? Dan jutek juga ke sekertaris? Pada kabur nggak?" tanya Ana.
Andra tidak menjawab. "Oma suka makanan apa?" tambahan wanita cantik itu, Andra tidak bergeming. "Heh ... Ya Allah ... Orang kok betah ya diam membisu begitu, ada suara ada mulut, hah ... Nasib, tapi tenang saja aku akan sabar kok," ujar Anna dengan kecerewetannya. Andra terkejut da menoleh ke suatu tempat.
"Dengan diammu aku malah semakin bertekat, aku yakin banget, saat sebentar saja kamu tidak melihatku kamu pasti sudah merindu, ahai ... aku yakin, walaupun ini sangat kepedean, tapi apa salahnya kan pedenya sama suami sendiri." Begitulah Anna sangat cerewet dan selalu ceria, sedang Andra tidak peduli sangat malas, ingin menutup telinganya. Anna melihat headset di depannya, dia lalu mengambilnya.
"Pakai ini biar tidak terlalu berisik, karena sepanjang jalan aku mau ngomong terus," ujarnya lalu akan memakaikan di kedua telinga Andra. Andra segera menyahut lalu memakai sendiri, wajah datar tanpa ekspresi.
"Kamu tau, ah ... Ya pasti. Aku dari dulu memang ingin mendapat suami yang acuh agar lama prosesnya, biar ada kenangan yang membekas, aku masih terlalu berisik, ya?" ujarnya ke Andra, dia mengambil ponsel lalu mencolokan headset dan memutar lagu.
Dia terus bergerak hingga headset lepas dari telinga Andra, dia lalu memakaikan salah satu headset ke telinga Andra lagi, lalu Ana memandang keluar kaca sambil menikmati alunan musik yang didengarnya.
Andra melirik malas.
"Ya ... Ketahuan ... curi-curi pandang. Pandang saja, aku istrimu," ledek Anna menunjuk ke Andra, Andra tetap diam, Anna tidak menyerah kedua jarinya dengan cepat ke bibir Andra untuk di kembangkan, Andra segera tahu dengan kasar. Tangan Anna yang ke tampel itu terkena silet berdiri karena laci tidak tertutup rapat.
"Darah ...." dia segera mengambil tisu, Andra tetap diam tanpa peduli. Anna menghela napas. "Tidak bisa berhenti sebentar lagi!" pinta Anna dengan nada keras, Andra membelokkan ke pinggir jalan berhenti.
"Tidak punya hati," gumamnya marah, dia turun dan membersihkan luka di telapak tangan, dia melirik ke Andra dan berharap Andra akan membantunya, namun itu tidak terjadi. Andra sama sekali tak bergeming.
"La illaha illallah ... Aku tidak akan pergi hanya karena suamiku tidak peduli padaku, aku akan membuat dia lebih mencintaiku, Bismillah ...." kata Anna keras dan menyindir Andra.
'Kapan wanita ini sadar aku kira dengan tidak peduli dia akan marah besar dan menyerah, hah ... Na Anna,' batinnya.
"Heh cepat! Lama!" titah Andra sambil kecap, Anna pun masuk dengan sedikit kesal.
"Pengantin baru tidak ada sweet-sweetnya. Tiup dulu," pintanya sambil menunjukkan tangan itu, Andra malah menampik tangan itu.
"Heks heks, sakit ... Aku akan melapor ke Pak Presiden," kata Anna tidak dipedulikan Anna yang akan melaju dengan kecepatan tinggi.
'Aku tidak peduli,' batin Andra, namun karena Anna bukan sosok yang mudah menyerah.
"Kamu tau tidak sayang, aku itu suka banget sama kepribadianmu ih... Jadi ingin memberi vitamin C," ujarnya.
'Gila nih cewek, sumpah ingin ku tenggelam ke laut rasanya,' batin Andra yang ingin menutup telinganya.
"Ini sangat pedih tapi kamu tidak peduli, tapi tidak apa? Apa silet itu untuk membasmi brewokmu?" tanyanya menghadap penuh ke Andra.
"Ya Allah... Aku memang gila karena suamiku." Dia terdiam sambil menggerakan bibir dan memejamkan mata. Aura kecantikannya terpancar dia sangat cantik namun Andra belum melihatnya secara detail.
"Akhirnya," ujar Andra sangat lega tahu kalau Anna terlelap.
"Sumpah ku mencintaimu," itulah lagu yang didengarkan Andra, lagu milik band Seventeen.
"Aku sakit Bu... Ibu... Bu...." gumam Anna di tengah lelapnya, Andra menghadap ke Anna. Terdengar pelan Anna merintih dan menitihkan air mata.
"Bu ... Ibu ...." dia terus memanggil Ibunya, suaranya penuh iba, raut wajah memelas. Andra tetap acuh dia tidak peduli, hati pria ini memang membeku karena patah hati sejak awal.
"Ibu... Heh.... Hiks hiks," suara Anna kembali terdengar sangat pelan. Mereka sampai hotel.
"Heh bangun," titah Andra, malah turun dan membiarkan istrinya tetap di dalam mobil. Dia masuk hotel dan memesan kamar.
"Dua kamar," pinta Andra.
"Tidak ada Mas, karena ini musim bulan madu full semua."
"Apa ada Resort, cadangannya hotel ini? Dengan pemandangan alam di daerah sini?" tanya Andra.
"Ada Mas tapi penuh juga hanya tersisa satu ruangan, Mas naik mobil lagi nanti ada sopir kami yang akan mengantar ya," ujarnya.
"Ya ... Baiklah," kata Andra setuju lalu tanda tangan dan mengambil kunci. Andra berjalan cepat ke mobilnya mengambil beberapa barang.
"Nah, bangun, aku tinggal lo," titah Andra, Anna bangun wajahnya memucat dia turun dari mobil. Supir muda membantu mengelola barang.
"Mana suamiku?" tanya Anna pelan, karena Andra tidak mau repotasinya jelek di hadapan orang-orang, dia harus segera mombopong Anna dengan terpaksa.
"Terima kasih Mas," gumam pelannya lalu menikmati ketika bersandar di bahu lebar milik suaminya.
'Ha ha ha akhirnya, walau sebentar lagi aku akan mengingat kejadian ini," ujar Anna, berpegangan sangat erat. "Kalau aku sakit parah apa kau tetap acuh?" tanya Anna, lalu Andra memasukkan Anna ke dalam mobil.
"Ingat ... Repotasimu sebagai suami dipertaruhkan, jadilah baiklah kepadaku ini, ya," ujar Anna selanjutnya.
Andra terpaksa duduk di kursi kedua, Anna berbantalkan paha Andra, Andra sangat muak dengan tingkah laku Anna, dia tetap acuh dan tidak melihat Anna.
"Aku demam ... kangen sama Ibuku, Ibuku pergi jauh tanpa dia pergi bersama-laki lain, aku sangat mencintai laki-laki namun dalam hatiku masih saja nanti, bagaimana pun dialah yang melahirkanku. Jadi aku tidak bisa membencinya, jangan terlalu benci padaku, memang apa salahku. Ini semua bukan rencana kita tapi kenapa kamu melampiaskannya kepadaku, jika ada luka kamu boleh cerita. Tapi ... Aku tau kamu masih mencintai pacar iya kan? Sama kali, aku juga begitu, kita senasib tau ... Tapi bedanya bangkit aku dan kamu masih tenggelam," ujar Anna pelan, Andra menunjukkan wajah malasnya.
"Pak supir jangan baper ya," ujar Anna lemas.
"He he, sudah biasa Mbak, setiap pengantin baru pasti ada mana tahannya, aduh ... Kalau Mbak sepertinya sakit, jadi aku biasa saja," ujar sopir adegan itu.
"Kamu suka dengan pekerjaan ini?" tanya Anna pelan sambil menyentuh leher Andra, Andra merasa risih namun tidak menyingkirkan.
"Suka tidak suka ya harus di nikmatin, sampai Mas," ujar sopirnya, segera memarkir dan turun, membantu memasukkan barang ke Resort.
"Gendong lagi," pinta Anna dengan suara lemas, Andra terlihat sangat kesal namun dia menurut mau istrinya.
Bersambung.