Chereads / IMPERFECT CEO / Chapter 44 - 44. Opening Night

Chapter 44 - 44. Opening Night

Bagaimana rasanya bermain dengan pria yang baru saja kau kenal? Tentu rasanya akan begitu asing, juga nikmat dalam waktu yang bersamaan. Luna adalah gadis biasa. Ia mengetahui perselingkuhan sang kekasih. Akan tetapi waktu yang mengubur itu dalam-dalam. Ia tak ingin membahasnya dengan William atau siapapun. Cukup Damian Edaurus saja yang tahu. Toh juga, Luna mempercayai Damian untuk menjaga rahasianya dengan Luna. Ia tak ingin kehilangan William sekarang ini, meskipun nantinya ia akan mendapat seseorang yang lebih baik dari William, namun tetap saja. Luna mencintai kekasihnya itu.

Tak pernah menutup kemungkinan ia akan ikut berselingkuh untuk membalasnya. Merasakan apa kiranya yang membuat William melakukan itu padanya. Jika karena masalah materi, Luna sudah banyak memberikan apa yang ia punya untuk sang kekasih. Luna memberinya tempat tinggal yang nyaman, membelikan barang-barang mahal dan berkelas kalau William ingin pergi menemui seseorang. Luna merawat kekasihnya itu dengan baik tak kurang apapun, jika yang diminta adalah pemuas hasrat dan napsu pun Luna akan memberikan itu untuk William. Sepuasnya! Tanpa ada batasan waktu.

Ia menatap Tuan Ge penuh keteduhan. Pria itu kembali ambruk tak sadarkan diri selepas menggoda dirinya dengan sentuhan lembut dan kalimat yang memicu napsu juga gairahnya. Tepat di sisi wajahnya, Tuan Ge kembali melayang dalam mimpinya. Pria tak pernah bersungguh-sungguh mengatakan hal itu. Efek samping dari alkohol yang ia minum benar-benar mengerikan.

Luna menarik selimut tebal untuk menutup sebagian tubuh kekar milik Tuan Ge. Tak bergerak bak orang mati di atas ranjang. Nyaman, pasti pria bertubuh kekar dan jangkung itu mulai merasakan nyaman dan hangat selepas Luna menyalakan pemanas ruangan. Melepas semua yang mengganggu di atas tubuhnya memberi selimut tebal selepas merapikan posisi tidurnya. Tuan Ge sudah terlelap dalam mimpi yang gelap. Kini saatnya ia pergi tanpa ada suara yang mengganggu lagi.

Perlahan pintu kamar ia tutup dengan penuh kehati-hatian. Tak ingin menimbulkan suara yang berarti. Tubuh Luna berputar. Alangkah terkejutnya ia menatap perawakan tubuh kurus nan tinggi dengan rambut pekat yang sudah menunggunya sedari tadi. Ia berdiri di sisi meja besar. Tersenyum padanya sembari menyodorkan sekaleng soda yang ia ambil dari dalam almari pendingin di dalam dapur.

"Sejak kapan kau berdiri di sana?" tanya Luna mengintrogasi. Tatapannya tak pernah absen menelisik perawakan tubuh kurus yang ada di depannya itu. Tak aneh, tak seperti gadis yang baru saja bertengkar dengan kekasihnya.

Luna melirik jam dingin di sudut ruangan. Tak biasanya Eva datang di jam seperti ini. Itulah mengapa kedatangan Eva terkesan aneh dan tiba-tiba.

"Aku tak boleh datang ke rumah sahabatku sendiri?" Gadis itu tertawa ringan. Mulai mengikuti langkah Luna yang berjualan masuk ke dalam dapur. Di sana Luna ingin menyelesaikan malamnya dengan mencuci pakaiannya. Ia hidup sendirian. Hanya uang yang datang setiap sebulan sekali, bukan kedua orang tuanya. Mereka terlalu sibuk untuk mengembangkan bisnis dan usahanya, hingga lupa bahwa ada seorang anak gadis yang perlu mendapat kasih sayang dari mereka.

"Kenapa kau membawa pria itu datang kemari?" Eva memulai percakapan. Ditatapnya si lawan bicara yang kini menghentikan aktivitasnya untuk memasukkan satu persatu pakaiannya ke dalam mesin cuci.

"S--siapa?" tanya Luna terbata-bata. Eva tahu Tuan Ge ada di dalam kamarnya sekarang ini?

"Bos besar Ge Sketchbook Company." Bingo! Tebakan Luna tepat sasaran. Eva melihatnya. Mungkin juga melihat posisi intim di antara mereka berdua sebelum ini. Syukurlah, bukan William, Damian, atau Barend yang datang malam ini.

Luna kembali menutup mesin cucinya. Lamat-lamat tatapan itu datang pada gadis yang terdiam sembari menunggu jawaban pasti dari Luna. Tak ada yang salah memang. Baginya, menolong orang bukan sebuah dosa besar. Orang-orang hanya pandai dalam menghakimi, bukan pandai memahami dan memberi toleransi. Jika pun Luna menjelaskan semuanya dari awal, Eva belum tentu ingin mendengar kalimatnya yang mungkin menjadi alasan semata darinya. Ia hanya cukup mengatakan apa yang ingin ia katakan saja.

"Aku menemukannya mabuk di jalan. Aku tak tahu rumahnya, jadi aku membawa Tuan Ge kemari." Gadis itu menyela. Tersenyum aneh untuk Eva.

"William tak pulang malam ini?" Eva kembali menyahutnya. Kini ia berjalan ke arah kulkas yang ada di belakang Luna. Tak ada suara sedikitpun yang menyela. Keduanya sama-sama diam dengan fokus mereka masing-masing. Jujur saja, Luna ingin memberitahu semuanya pada Eva. William berselingkuh. Mempermainkan perasaanya selepas puas berpesta di atas tubuhnya. Rasanya tentu menyakitkan. Bahkan sampai saat ini pun Luna masih bisa merasakannya dengan baik.

Ia tak berdaya. Semua rasa yang tertanam untuk William Brandy terlalu dalam. Akarnya terlalu dalam masuk ke dalam hatinya. Mencabut itu sangatlah sulit. Untuk itu Luna memutuskan tetap pada pendiriannya. Berada di sisi William apapun keadaan dan situasi pria itu. Luna yakin, manusia akan berubah jika terus disentuh tepat dalam hatinya.

"Dia akan berada di rumah keluarganya. William berkata kalau ibunya sedang sakit. Jadi ia ingin merawatnya." Luna mempersingkat. Tak ingin banyak berbasa-basi untuk sekarang. Gadis itu terlalu polos dalam mempercayai William. Cinta memang benar-benar membutakan dan membodohkan seseorang.

"Kalau gitu berpestalah malam ini." Eva menyahut. Kembali menutup kulkas yang ada di depannya dan berbalik badan. Ia mengambil beberapa minuman kaleng milik Luna. Memasukkan itu ke dalam tote bag kecilnya. Eva tersenyum manis. Menepuk pundak Luna yang diam sebab masih belum bisa menangkap semuanya. Luna gila jika benar berpesta dengan Tuan Ge malam ini.

"Maksudku, lakukan dengan pria itu. Rasakan kenikmatannya," tutur Eva tertawa kecil.

Luna hanya bisa terdiam. Menundukkan pandangan matanya untuk menatap lantai bersih yang menjadi pijakannya. Eva berlalu selepas mengatakan itu. Kini ia paham kalau sahabatnya itu mampir hanya untuk meminta minuman kaleng di dalam kulkasnya. Eva tak pernah tertarik dengan kehidupan Luna. Pun jikalau ia melihat adegan intim dengan dua manusia yang saling bergulat di atas ranjang beberapa waktu yang lalu, Eva akan lebih memilih untuk diam. Ia bahkan lebih menyukai fakta Luna berselingkuh dengan para pejabat tinggi ketimbang harus berpacaran dengan William Brandy.

Suara pintu ditutup sedikit nyaring. Memberi pertanda padanya bahwa Eva sudah pergi sekarang ini. Kembali meninggalkan Luna di dalam ruang dapur seorang diri. Gadis itu menghela napasnya kasar. Entahlah, pikiran Luna pasti sedang tak waras malam ini. Napsu yang ada di dalam dirinya masih saja ia rasakan begitu kuat. Pesona Tuan Ge malam ini benar melekat hebat di dalam ingatannya.

--sugar daddy! Yap, Luna menyukai sebutan itu.

... To be Continued ...