Chereads / Sahabatku Cintaku / Chapter 17 - Punya Mama

Chapter 17 - Punya Mama

Setelah semalaman Rifa'i merasa seperti cacing kepanasan akhirnya pun dia terlelap setelah salat subuh. Alarmnya terus berbunyi namun dia tetap tidak bangun sangking lelapnya.

Alarm yang begitu keras sampai membuat semua orang seisi rumah membangunkannya. Tania, Indana, bahkan pembantunya. Mereka semua berdiri dan menggedor-gedor pintu kamar Rifa'i.

"Ayah bangun ... Ayah bangun, ayah kerja Kerja. Kerja. Banyak pasien Ayah ...." teriak Dana dari luar kamar.

Ceklek

"Apa sih ... aku akui aku tadi malam,

melamar Tania, kenapa sih ... Kalian itu pagi-pagi sudah rame banget," kata Rifai sadar akan ucapannya. Dia segera menutup mulutnya dan wajahnya seketika merona karena malu, matanya terbelalak saat tahu Tania ada dihadapannya.

"Apa Ayah bilang? Ayah melamar tante Tania?" tanya Dana sambil menggoyangkan tangan Rifa'i.

"Tidak kata siapa? Waduh Sudah jam 8 ini, Indana ayah akan segera berangkat kerja. Tania kamu tetap di rumah, nanti ini aku akan melacak keberadaan orang yang dimimpikan Indana semalam," ujar Rigai sangat jelas kemudian Tania dan Indaha pergi dari depan kamar Rifai, Rifai bergegas membersihkan diri untuk bekerja.

"Rifa'i kendalikan dirimu kenapa kamu ini, bodohnya kamu Fa'i ... sebenarnya tadi kamu itu harus bicara jujur, malah kamu kembali membantah kalau Tania meragukan kamu bagaimana? Kamu harus bertindak cepat agar tidak kedahuluan Dion. Sulitnya bilang cinta padahal tadi sudah keceplosan kenapa aku masih mengelak, heh ...." kemudian Rifa'i meraih ponsel lalu mencari di internet Bagaimana cara melamar agar tidak ditolak.

Sudah 1 jam dia di dalam kamar dan terus membaca, mencari informasi. Bagaimana cara melamar yang tepat, sampai dia lupa jam kerjanya sudah dimulai.

Dret dret dret panggilan itu dari dokter Sonia.

"Maaf Dok aku sakit parah ini," jawabnya cepat, dokter Sonia belum berbicara apapun namun Rifa'i segera menutup telepon.

"Bagaimana ... bagaimana ... aku bisa meriang seperti ini. Apa aku harus benar melamarnya? Sekarang atau bagaimana Ya Allah ... beri aku jalan," ujarnya. Melihat bunga di vas bunganya dia mengambil kemudian dia berjalan cepat ke ruang makan.

"Loh, Ayah kok belum ganti baju katanya mau kerja?" tanya Dana. Rifa'i menyembunyikan Bunganya di balik punggung.

"Ayah kurang enak badan Dana. Tania Tolong ambilkan air lemon teh," titahnya lalu duduk.

'Mau melamar kok malah menyuruh sih. Aduh gawat mulai error nih otakku,' gumamnya dalam hati.

Kenapa Ayah bawa bunga untuk siapa ... bukan untuk aku kan?" tanya Dana meledek.

"Nih Pak Bos," Tania meletakkan.

"Tania, aku jatuh cinta bersedialah kamu menjadi Ibunya Dana dan Anak-anakku?" tanya Rifai dengan mejamkan mata lalu bernapas lega.

"Tania kamu kok tidak menjawab sih!" tanya Rifa'i memandang Tania, Tania dan Indana kebingungan mereka saling menatap.

"Memang Ayah tadi bilang apa, aku tidak mendengar apa-apa tante Tania juga, merasa tidak ada pertanyaan dari ayah," sahut Dana.

"Jadi tadi aku belum melamar Tania?" tanya Fai menatap Dana, Dana tercengang lalu memggelengkan kepala.

"Oke aku menyerah. Apa kamu mau menjadi istriku?"

"Ayah ... Tante Tania ke depan menyiram bunga," sahut Indana, "Makanya melek, jangan merem," tegur Dana. Rifai merasa muak, dia mengambil apel lalu mengigit.

"Tania ... aku mencintaimu, apakah kamu mau menjadi istriku?" teriak dan bertanya.

"Apa aku pantas. Aku mau ... tapi ... apa aku pantas. Bagaimana jika ada pertemuan Dokter, mereka mengenal jika aku hanya pengasuh. Apa aku pantas. Apalagi Ibuku seperti itu. Ayahku juga bukan orang baik. Apa Pak Bos mau menerima ku? Namaku sangat buruk, apa Pak Bos bisa tidak akan memperdulikan comooh dari mereka? Apa Pak Bos yakin? Aku banyak kekurangan, sangat banyak," jelas Tania menekuk kepala.

"Apa aku pantas menikahimu? Apa aku boleh memilikimu? Apa aku sangat sempurna? Aku banyak kekurangan. Aku troma ditinggalkan. Apa aku tidak berhak mencintaimu? Walau aku sangat mencintaimu. Aku tidak ragu memilihmu. Aku sangat mencintaimu sampai aku kehabisan cara. Bagaimana agar kamu tidak menolakku, bagaimana agar kamu mau menerimaku? Aku sangat berharap kamu akan menerimaku. Aku ... tidak main-main. Saat aku jatuh cinta,

perasaan ini sangat dalam. Kamu memang bukan yang pertama Tania, tapi aku berharap kamu mau menerimaku, apa kamu berkenan mendampingi ku sampai maut memisahkan? Jangan tanya bagaimana aku pun tidak tahu kenapa aku bisa sangat mencintaimu. Aku mohon jangan ada alasan apa dan kenapa untuk kita, jika kita sudah saling cinta marilah maju ke pelaminan."

Rifai mengulurkan mawar yang dari tadi di pinggangnya walaupun mawar itu sudah peyot dan kelopaknya rontok.

"Sudah ribuan detik aku menunggu dan menanti ingin bisa mengungkapkan perasaanku yang sesungguhnya kepadamu, jadi aku meminta apakah kamu berkenan menjadi istriku? Tanpa memandang siapa aku dan siapa kamu, terus belajar menjadi sosok yang baik untuk keluarga kecil kita nanti. Maukah kamu menjalankan sunah-sunah yang mendatangkan pahala. Aku capek ngomong terus kamu mau menerima atau tidak? Aku mohon jawab iya ... aku mohon jawab iya ...." Rifai memejamkan mata semua tertawa. Setelah kata puitis, pasrah lalu bercanda.

"Pak Bos yakin tidak menyesal telah menik memilih ku untuk dijadikan istri?" tanya Tania, Rifai menggelengkan kepala.

"Kalau begitu aku berjanji aku akan mendampingi mu sampai maut memisah, aku juga berjanji akan menyayangi Indana seperti anakku sendiri walaupun anak kita nanti ada tujuh," ucapan Tania membuat Rifai menatapnya terkejut.

"Tujuh?" gumamnya syok.

"Kurang? Sebelas?"

"Aku pingsan ... aku. Baiklah berapapun anak kita aku akan menerima kamu apa adanya, jadi ... benar mau kan?" tanya Rifai. Tania tertawa sampai lemas, Rifai kesal dengan itu.

"Kamu membodohiku? Aku serius ...." Rifai membuang bunga lalu berjalan cepat.

"Siapa yang berpura-pura, aku tidak membohongimu. Aku mencintaimu lebih dulu. Caramu perhatian dan caramu yang lainnya, aku suka kamu marah, aku suka kamu kesal, aku suka ... dengan caramu yang jaim. Aku suka semua ... aku bersedia, aku sangat ... mencintaimu Pak Bos. Sudah lama aku menanti tapi kadang aku ragu. Seringnya ... juga takut. Takut jika semua hanya mimpiku. Sekarang apa Pak Bos mau menjadi suamiku? Apa Pak Bos ... aku juga bingung. Sekarang Pak Bos marah lagi," ujarnya lalu cemberut. Rifai berbalik badan.

"Ke KUA yuk ... Nikah yuk ... mencari penghulu yuk ...." ajak Rifa, Tania menatapnya terlintas senyum yang begitu manis di pipinya.

"Terima kasih sudah menerimaku," ujar keduanya serempak lalu tertawa bersama.

Terkadang jodoh memang tidak terduga siapa dan kenapa? Terkadang sama sekali tidak mengenal dan terkadang bisa yang dikenal dari kecil. Kini Rifai sudah melamar Tania.

"Hore ... punya Mama dan bisa punya adik bayi ... Hore ... hore ...." Indana sangat riang gembira sambil loncat-loncat.

Bersambung.