Silia pun segera pergi kamar Amera. Benar saja dugaan Ariela, sepertinya Amera memang sedang patah hati. Dia mendengar suara anaknya itu sedang menangis.
Tok tok tok
Silia mengetuk pintu kamar Ariela, "Apakah ibu boleh masuk?" Tanya Silia.
Suara tangis itu berhenti dan tiba-tiba pintu kamar terbuka. Silia bisa melihat pipi Amera yang basah dan napasnya yang sesenggukan. Ia masuk ke dalam kamar Amera dan putrinya sontak memeluknya, tangisannya pun kembali pecah.
Silia mengusap punggung Amera, membuatnya menuntaskan kesedihan yang dia rasakan.
Setelah cukup senang, Silia mengajak Amera untuk duduk di sofa. Dia siap mendengar alasan di balik tangisan putrinya.
"Ada apa, sayang?" Tanya Silia, dia mengusap air mata putrinya.
"Ibu ingat pria yang sudah aku sukai sejak kecil itu kan?" Tanya Amera.
Silia mengangguk, "ya, sayang."
"Tadi kak Riujin mengajakku bertemu, Bu."
"Ya... lalu?"