Chereads / MY SWEET LECTURER / Chapter 17 - MSL - BAB 17

Chapter 17 - MSL - BAB 17

Hari ini Christopher Hudson memutuskan untuk mengerjakan semua pekerjaanya dari rumah, dan tidak membiarkanku pergi kemanapun, bahkan dari kamarnya. Sebelumnya pria ini sudah sangat protektif, dan sekarang dia semakin tidak terkendali.

Dia menatapku dari sudut tempat dia mengerjakan tumpukan pekerjaannya, lengkap dengan berkas berserakan dan juga laptop yang menyala dan ponsel yang beberapa kali bordering sejak pagi.

"Mengapa menatapku seperti itu?" Aku bertanya dengan tatapan frustasi padanya. Dia membuatku lebih mirip tahanan daripada gadis tak berdaya yang sedang berusaha dia lindungi. Meski begitu dia memilih untuk tidak menjawab pertanyaanku. Aku menghela nafas dalam kemudian bangkit dari tempatku duduk dan berjalan mendekatinya, kemudian duduk di sofa tepat di hadapannya. "Mantan isterimu tidak akan menembakku, dia wanita yang cerdas dan dia juga tokoh public, hanya wanita yang bodoh yang melakukan kecerobohan seperti itu." Kataku.

Rahang Christopher Hudson mengeras sekilas, "Kau begitu naïf." Gumamnya.

Aku mengelak saat dia mengataiku seperti itu, "Aku berpikir logis, bukannya naïf." Jawabku tegas.

Alis Christopher Hudson terangkat sekilas, "Kau lupa bahwa dia memiliki power yang besar, dia juga punya cukup banyak uang untuk membayar pembunuh bayaran. Melenyapkanmu tanpa meninggalkan jejak bukan perkara sulit baginya." Ujar Christopher Hudson sembari menatapku. Kulihat kilatan kengerian terlintas di matanya

Aku bergidik ngeri, tapi kemudian aku bergumam, "Dia tidak mungkin melakukannya." Gumamku lirih sembari memmeluk diriku sendiri yang mendadak meremang.

Christopher Hudson menutup laptopnya, dia menatapku dalam-dalam, seolah ingin memastikan aku memahami apa yang akan dia katakana, "Dia sudah pernah melakukannya." Katanya singkat. Kilatan kengerian, seperti cahaya kecoklatan itu terpancar di matanya, meski ekspresi wajahnya cukup datar saat mengungkapkan fakta mencengangkan itu.

Mataku membulat penuh, seraya menelan ludah. Rasanya mendadak tenggorokanku terasa kering, "Dan dia tetap berkeliaran bebas?" Tanyaku naïf.

Christ tersenyum getir, "Pelakunya tertangkap tapi namanya tetap bersih." Jawab Christopher.

Alisku bertaut. "Bagaimana kau yakin wanita itu berada di balik pembunuhan keji semacam itu?" Tanyaku ragu.

Christopher menghela nafas dalam, "Aku pernah hidup bersamanya." Kata Christ singkat.

Bibirku berumam lancang, "Mengapa kau bisa menikahi wanita sepeti itu?" tanyaku.

Rahang pria itu mengeras lagi sekilas, "Semua tampak baik-baik saja saat kami berhubungan, sampai akhirnya pernikahan itu terjadi. Setelah kami tinggal bersama lebih lama, aku tahu banyak hal yang sebelumnya tak ku perhatikan darinya. Setiap hari aku seperti baru mengenal wanita itu dari sisi lainnya, dan itu alasan mengapa aku menceraikannya." Jawabnya lirih.

"Maaf, aku tidak bermaksud mengusik masalalumu." Sesalku.

Christopher menatapku dalam, "Kemarilah." Katanya sembari membuka tangannya, aku menelan ludah sebelum akhirnya berjalan ke arahnya dan bergelayut di pelukannya. Hariku menjadi kelam hanya dalam sekejap, harusnya aku tidak mencari tahu tentang Lindsey Mc. Kurtney jika tahu hasilnya akan seburuk ini.

"Siapa orang yang pernah dibunuhnya?" Aku menatap wajah Christ saat kami berada begitu dekat, bahkan tak berjarak lagi.

Christ membalas tatapanku, tapi matanya berubah menjadi sendu. "Esme." Jawabnya singkat seraya tertunduk.

Aku melafalkan nama asing itu kembali, "Esme?" Nama baru lagi, siapa Esme? "Siapa dia?" Tanyaku penasaran.

"Isteri pertamaku." Jawab Christ dan aku terkesiap, dia memiliki dua mantan isteri? Siapa yang mengira bahwa pria setampan dan sesempurna ini berkali-kali gagal dalam pernikahan? Dan bagaimana aku bisa dengan mudah jatuh ke pelukannya sementara aku juga dibuat terheran-heran dengan berbagai fakta baru yang ku ketahui tentangnya?

"Kau juga mengejutkanku dengan berbagai fakta tentangmu, seolah aku tidak mengenalmu sama sekali Mr. Hudson." Aku berusaha menarik diriku dan Christ memaksaku berada di posisiku.

Christ menghela nafas dalam. "Apa yang ingin kau ketahui?" Tanyanya padaku.

"Semuanya tentangmu yang tidak kuketahui, yang mungkin saat itu semua terungkap suatu saat nanti, jantungku akan berhenti berdetak karena terkejut." Kataku panjang lebar.

Christopher menghela nafas dalam. "Aku pernah menikah dengan Esme Craig, sebelum menikahi Lindsey. Esme berasal dari Oklahoma. Seorang dokter bedah." Ujarnya.

Oh Shit!! Semua wanita yang dekat dengannya adalah wanita-wanita hebat, kecuali aku. Siapa aku sampai pantas bergelayut di pelukannya sepeti ini.

"Empat tahun lalu kami bercerai karena Esme meninggalkanku diam-diam. " Ujar Christopher. "Bukan salahnya, hanya saja hubungan kami memang tidak berjalan baik." Christ menambahkan.

Aku sungguh iba pada pria ini, "Dia mencintai pria lain?" Tanyaku lirih.

Christopher menggeleng. "Kesibukannya sebagai dokter bedah yang harus standby on call di rumahsakit, pekerjaan yang membuatnya tertekan dan kebaikan hatinya yang terlalu besar sehingga dia mengikatkan diri pada setiap pasien yang dia tangani. Hatinya seperti dipenuhi dengan pekerjaan dan pasiennya, sampai-sampai aku merasa tidak ada ruang dihatinya untuk hubungan kami. Aku juga sangat sibuk dengan pekerjaanku, menganggap bahwa keterikatan kami mungkin sebatas hubungan seksual, dan itu baik-baik saja. Tapi ternyata seks bukan segalanya. Perhatian, sentuhan, itu penting dan Esme tidak mendapatkannya dariku. Mungkin di tempat kerjanya ada rekan kerjanya yang memberikan perhatian semacam itu, yang benar-benar dia butuhkan sampai akhrinya dia memilih untuk mengakhiri hubungan kami." Christopher menjelaskan panjang lebar soal kegagalan pertama pernikahannya. Dia tidak menyalahkan pasangannya sama sekali, dia sendiri mengambil porsi kesalahan saat menjelaskan duduk perkara perceraian pertamanya dan aku salut soal itu. Setidaknya dia tidak tampak terlalu egois dengan hanya menyalahkan salah satu pihak sementara pepatah mengatakan, "it's takes two to tanggo."

"Lalu?" Tanyaku.

"Dia menikahi David Zoe, rekan bisnisku. Kami berdua membangun rumahsakit tempat Esme bekerja dari nol. Aku dan David bersama-sama membangun bisnis di bidang kesehatan itu, bedanya aku adalah businessman sementara David memiliki latar belakang sebagai dokter bedah. Dia bekerja sebagai kepala rumahsakit saat itu, sementara Esme bekerja di bawah kepemimpinannya." Terang Christopher.

Aku menelan ludah, "Mereka berhubungan di belakangmu?" Tanyaku.

"Mungkin mereka tidak bermaksud menghianatiku, atau aku yang kurang peka dengan kebutuhan biologis isteriku saat itu. Aku juga tidak peka dengan situasinya sehingga kedekatan diantara keduanya kuanggap kedekatan yang biasa. Kami bertiga bahkan berteman akrab." Ujar Christ, oh pria ini benar-benar menyedihkan. Aku memperketat pelukanku, kuharap dia tidak cukup terluka setelah banyak hal yang dia lewati.

"Bisakah kau teruskan ceritanya?" Aku menatapnya dan dia membalas tatapanku. Kulihat banyak bekas luka yang kelam dalam tatapannya itu. Dia mengecup bibirku sekilas.

Christ menggeleng, dia mencubit ujung hidungku, "Sebegitu menarikah penderitaanku dimatamu?" Tanyanya.

Aku menggeleng, "Aku hanya ingin tahu seberapa dalam lukamu, dan seberapa mampu aku mampu membalut lukamu." Bisikku.

Christopher tersenyum, "Gadis pintar. Kau begitu cerdas memberikan jawaban." Gumamnya. " Well, singkat cerita aku berusaha melupakan masalaluku dengan cara menyibukkan diri dengan pekerjaanku. Aku mengakhiri bisnisku di Oklahoma dengan David dan kembali ke New York. Disinilah aku bertemu dengan Lindsey, setahun kemudian." Terangnya.

"Dan jatuh cinta padanya?" Tanyaku cepat. Aku sungguh tidak bisa menahan diri untuk menanyakan hal itu, tentang seberapa besar rasa cinta yang dimiliki Christ untuk mantan isteri pertamanya itu.

"Tertarik." Jawabnya diplomatis.

"Apa itu bukan cinta?" Tanyaku lagi.

Christopher menggeleng, "Jika aku memiliki rasa cinta seujung kuku saja, mungkin aku akan memperjuangkan Esme dan bukan menyerah begitu saja ketika dia mengatakan tak lagi bisa menjalani hubungan denganku." Katanya.

Pembicaraan diantara kami menjadi semakin berat, "Kau masih mencintai Esme?" Tanyaku.

Christ menghela nafas dalam. "Aku menceritakan apa yang ingin kau tahu." Dia tidak menjawab pertanyaanku sama sekali.

"Kau mencintai Esme?" Aku bertanya sekali lagi.

"Aku peduli padanya." Jawab Christopher sekali lagi.

"Setelah dia meninggalkanmu dengan pria lain? Apa perasaanmu masih sama?" Tanyaku lagi memastikan. Sebagai seorang perempuan, tentu ada rasa penasaran yang besar tentang bagaimana seorang pria menunjukkan perasaannya.

"Dia kehilangan suaminya hanya beberapa tahun setelah mereka menikah. Sejak saat itu aku bersimpati padanya, tapi bukan cinta." Jawab Christ.

Aku menaikkan alisku, "Dia meninggalkanmu Mr. Hudson, dan kau masih bisa berempati padanya?"

"Ya." Christ tampak terdiam setelah itu.

"Lanjutkan ceritamu." Aku menuntut.

"Aku menikahi Lindsey enam bulan setelah kami bekerja sama." Dia melanjutkan ceritanya. "Dan Lindsey mengetahui bahwa aku masih cukup sering berkomunikasi dengan Esme, sebagai teman. Bagaimanapun dia adalah isteri mendiang temanku, sekaligus mantan isteriku." Christ menatapku sekilas.

"Lindsey cemburu pada Esme?" Tebakku.

"Ya." Jawab Christ lirih.

Rahang Christ mengeras sekilas, dia kemudian memandang keluar jendela, seperti ingin mengusir perasaan tidak nyaman saat dia berusaha menjelaskan apa yang terjadi selanjutnya. "Esme ditemukan meninggal di rumahnya karena overdosis." Ujarnya dentan tatapan kelam.

"Lalu mengapa kau yakin sekali Lindsey yang melakukannya?" Tanyaku ragu.

"Esme adalah wanita yang begitu menghargai kehidupan. Siang dan malam dia berjuang untuk menyembuhkan orang sakit, mempertaruhkan waktu dan kebahagiaan pribadinya untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Dia tidak mungkin sebodoh itu mengakhiri hidupnya. Lagipula beberapa waktu sebelum itu, beberapa orang mendengar pertengkaran hebat Esme dengan seorang wanita asing di rumahnya. Itu yang dikatakan warga sekitar tempatnya tinggal. Tapi tak satupun yang tahu siapa wanita itu. Bahkan rekaman CCTV di rumah Esme juga raib, tidak ada jejak sampai polisi menutup kasusnya." Terang Christ.

"Dirumahmu?" Tanyaku.

"Dirumah Esme." Ujar Christ.

Aku menjadi semakin penasaran dengan kisah mereka bertiga, rasanya seperti baru saja menonton film thriller yang menakutkan tapi begitu membuatku penasaran, "Kau datang kerumah Esme?" Tanyaku. Oh aku semakin pusing mendengar cerita rumit ini.

"Pada saat pemakamannya. Wanita malang itu, aku sungguh prihatin padanya." Ujar Christ. Kesedihan jelas tergambar di wajahnya. Aku membebaskan diriku dari pelukannya dan dia beringsut bangun kemudian berjalan ke arah laci. Mengambil sebuah kertas dan menyodorkannya padaku. "Lindsey mengalami gangguan identitas diri." Ujar Christ sambil menyodorkan hasil pemeriksaan Lindsey Mc. Kurtney.

"Dalam keadaan tertentu Lindsey bisa bertingkah seperti bukan dirinya." Ujar Christ. Aku membaca hasil pemeriksaan itu dan terdiam.

"Aku pernah terbangun tengah malam dalam keadaan sesak nafas karena Lindsey tiba-tiba membekapku dengan bantal." Ujar Christ.

Mataku terbelalak membaca surat rekomendasi dokter ahli kejiwaan itu. "Kapan kau mengetahui semua ini?"

"Sebenarnya kecurigaanku sudah bermula sejak awal pernikahan, tapi baru semakin jelas saat tingkahnya mulai tak terkendali." Ujar Christ.

"Tapi kau tidak langsung menceraikannya?" Tanyaku.

"Aku membawanya ke psikiater, aku membawanya ke dokter kejiwaan, dia menjalani terapi, pengobatan, dan semuanya. Aku melakukan semua yang kubisa untuk membuat mentalnya stabil."

Aku meletakkan kertas itu di atas laci dan kembali pada Christ. Pria ini, dia benar-benar melewati banyak kesulitan dalam hidupnya, siapa yang menyangka. Semua orang memandangnya sebagai pria kaya, sukses, akademisi sekaligus praktisi bisnis dengan ketampanan mendekati sempurna. Dia berwibawa, sabar dan murah hati. Tidak ada yang kurang darinya, tapi siapa sangka hidupnya tak pernah mudah.

"Esme ditemukan overdosis di rumahnya, dan aku menemukan botol obat yang sama dengan obat yang ditelan oleh Esme di dalam tas Lindsey. Saat itu aku memutuskan untuk menceraikannya." Christ mengakhiri ceritanya.

"Kau menyerah?" Tanyaku.

"Lindsey melakukan tindakan kriminal, melenyapkan nyawa orang lain." Ujar Christ.

"Dan kau tidak melaporkannya?" Desakku.

"Jika aku melaporkannya dia mungkin akan dipenjara atau dimasukan ke rehabilitasi, dan dalam situasi terpojok, dia akan mencari cara untuk mengakhiri hidupnya sendiri." Ujar Christ. "Lagipula dengan begitu Esme tidak akan hidup lagi, dan Lindsey akan kehilangan kesempatannya untuk sembuh."

"Dia masih menjalani pengobatan hingga sekarang?" Tanyaku.

"Yang kudengar begitu." Jawab Christ acuh.

"Yang dia lakukan pada kedai paman Bento . . ." Aku tidak bisa menyelesaikan kalimatku.

"Itu Lindsey, tapi soal serangan jantung paman Bento, itu murni serangan jantung."

"Oh. . . " Aku meremas wajahku. "Ini semua karenaku."

"Aku sudah meminta orang untuk menemui teman-teman kerjamu dan memberikan mereka pekerjaan di outlet milik perusahaan di pusat kota." Ucap Christ. Aku melongo menatapnya.

"Kau melakukannya untukku?" Tanyaku lirih.

"I'll do anything, everything on my power to save you and people around you." Katanya berjanji padaku, dan itu membuatku berkaca-kaca. Tidak ada yang bisa ku katakana selain ungkapan terimakasih yang begitu besar padanya, "Thanks." Kataku dengan suara bergetar.