Chereads / MY SWEET LECTURER / Chapter 18 - MSL - BAB 18

Chapter 18 - MSL - BAB 18

"Aku akan ke kantor hari ini. Ada klien yang harus kutemui di kantor." Christ menatapku sambil mengikat dasinya, sementara aku masih bergulung dibalik selimut tebal di atas ranjangnya.

"Ok." Anggukku paham. Christopher Hudson adalah pria yang sangat mobile, dia mendedikasikan duapuluh jam dalam sehari untuk bekerja dan sisanya untuk beristirahat, tapi sejak mengenalku, dunianya mengalami perlambatan total.

"Hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatu."

"Ok."

Christ mengecup rambutku kemudian mengambil blazernya dan pergi dari kamar. Aku kembali bergulung di dalam selimut tebal itu.

Pria ini, yang baru kukenal entah beberapa hari atau minggu, tapi aku sudah berbaring di atas ranjangnya semalaman tanpa rasa canggung ataupun takut sedikitpun. Oh, . . . kurasa aku mulai gila sejak bertemu pria ini.

Aku meraih ponselku dan menghubungi Zevanya melalui pesan singkat untuk menanyakan kabarnya. Ze menjawab dengan cepat, dia mengatakan bawa hari ini dia akan bekerja di outlet Hudson.Co, bersama semua teman kami yang bekerja di kedai paman Bento, termasuk Justin, pria yang pernah hampir mengalami patah tulang hidung karena pukulan Christ, si pemilik Hudson.co.

Ze menanyakan keberadaanku dan aku tidak bisa berkata jujur, aku hanya mengatakan bahwa saat ini aku berada ditempat yang aman, dan begitu semuanya berakhir aku akan menemuinya.

Aku beringsut dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Saat menginjakkan kakiku di pintu kamar mandi aku merasakan rambutku ditarik oleh seseorang dan kepalaku di benturkan di tembok dengan sangat keras, hingga aku jatuh tersungkur dengan kepala yang berdenyut-denyur keras.

Aku melihat sepatu stiletto wanita yang terlihat sangat buram karena pandanganku mulai kabur dan kurasakan denging keras di telingaku. Tiba-tiba semua menjadi gelap.

***

Aku merasa sedang berdiri di sebuah padang luas tanpa ada siapapun disekitarku. Aku hanya mendengar seseorang menyebut namaku. "Isabella Stuart." Suara itu terdengar lembuat dan berulang-ulang. Sementara aku berlari kesana kemari untuk mencari arah datangnya suara dan aku tidak menemukannya. Suara itu terdengar semakin pelan, sangat pelan, hingga benar-benar hilang. Tak lagi kudengar suara itu sekarang.

Hanya ada hembusan angina semilir yang menerpa wajah dan rambutku hingga membuat sebagian berkibar di sisi wajahku. Aku menutup mata, merasakan hembusan angina yang begitu lembut, suasana damai yang begitu hening. Tapi saat aku membuka mataku, wanita itu, Lindsey Mc. Kurtney berdiri di hadapanku dengan pisau di tangannya, tidak ada waktu untuk menghindar saat tangannya mengayun dan pisau itu menghujam dadaku.

Aku terbatuk dan mendenar semuanya, semua orang yang bising di sekitarku sementara mataku yang terbuka meski tak cukup lebar tapi bisa melihat beberapa orang dengan pakaian biru, masker penutup mulut tengah berkerumun di sekitarku.

Aku terbatuk-batuk merasakan nyeri di dadaku juga nafas yang sesak, hingga seseorang datang dan memasangkan alat bantu nafas hingga aku merasa cukup mendapatkan oksigen.

Oh . . . apa yang terjadi padaku?