Mata Keana seketika membola. Ia menatap fotonya yang tengah berada diboncengan Ales terpampang jelas disana. Tertulis dengan jelas dibawahnya 'Keana, Jalang SMA Harapan Bangsa! Ia rela mengkhianati kepercayaan kakaknya hanya untuk mengejar uang dari hasil menjalangnya! Ia bahkan menjadi mata- mata untuk geng musuh kakaknya agar bisa mendapatkan uang dari sana!'
Darah Keana seketika mendidih disana. Dengan cepat, tangannya terangkat mencabut tempelan kertas itu dari tempatnya. Matanya memerah menahan emosi agar tak meluap disana. Badan Keana berbalik menatap nyalang seluruh siswa yang menonton perbuatannya. Matanya menatap nyalang kearah mereka yang masih setia menatap jijik padanya.
"Siapa pelakunya?!" teriak Keana bertanya pada mereka. Matanya kian memerah menahan air mata. Siapa yang tega menghina harga diri disatu- satunya tempat yang digunakan untuk melupakan semua masalahnya. Begitu kejam dia!
"Ternyata ini pelacur Harapan Bangsa?" terdengar suara seseorang tak jauh dari kerumunan sana. Suara nyaring milik seorang perempuan yang berdiri dengan kedua antek- anteknya. Senyum licik tersungging tinggi dibibirnya. Matanya pun menatap seolah merendahkan Keana.
Mata Keana seketika membola. Ditatapnya perempuan itu dengan tatapan tak percaya. Penampilannya sangatlah berbeda dengan anak sma lainnya. Roknya jauh diatas lututnya. Bajunya ketat menjiplak postir tubuhnya. Bibirnya pun merah seolah telah memakan darah ayam tetangga. Siapa pelacur sesungguhnya? tanya Keana dalam hatinya.
Keana tahu siapa dia. Dialah Gladys Maulidia. Seorang murid dari kelas duabelas sekolahnya. Kelasnya satu tingkat diatas Keana. Hadirnya gadis itu pasti akan memperburuk keadaannya. Mengapa disetiap sekolah elit selalu ada yang sok berkuasa?
Perlahan kaki Gladys mulai melangkah mendekat kearah Keana. Dari arah belakang, Revana dan Agista dengan sigap mengikutinya. Keduanya bahkan selalu setia menemani Gladys kemana pun ia berada. Sungguh muak Keana melihat mereka.
"Dasar benalu! Lo tuh cuma numpang dirumah Abian! Sadar diri dong, cuma bisa nyusahin aja!" hardik Gladys penuh penekanan disetiap kalimatnya. Tangannya pun telah terangkat mencengkeram erat pipi Keana. Sedangkan kedua temannya sibuk memegangi tangan Keana agar tak memberontak pada Gladys yang tersenyum miring didepannya.
"Gue bukan pelacur!" jawab Keana dengan yakinnya. Matanya telah memerah menahan sakit karena ulah mereka. Kenapa hari- hari tentramnya berubah sejak berubahnya seketika? Kemana perginya tawa ria yang selalu menghiasi bibirnya? Rumah dan sekolah semakin sama saja.
"Lo tuh cuma anak pelakor!" hardik Gladys dengan santainya. Ia sangat amat sadar kalau ucapannya begitu menusuk hati Keana. Ia memang anak dari istri kedua. Lalu apakah itu sama dengan ucapan kakak kelasnya?
Tak terasa sebutir air mata lolos dari mata Keana. Hatinya hancur sehancur pecahan kaca. Dengan sepenuh tenaga Keana berusaha melepaskan cekalan dari Revana dan Agista. Namun usahanya sia- sia. Itu hanya membuang energinya semata.
"Gue pasrah kalau lo mau hina, tapi jangan pernah bawa- bawa nyokap gue untuk lo hina juga!" sarkas Keana pada Gladys yang tampak semakin marah didepannya.
Plakk!
Gladys menampar Keana. Semua siswa dibuat cengo disana. Rupanya Keana telah menjadi sasaran bully Gladys dan teman- teman selanjutnya. Para siswa hanya bisa menatap dari jauh menyayangkan nasib Keana. Mereka semua tak ada yang berani bergerak untuk membantunya. Karena melawan Gladys, sama dengan minta dikeluarkan dari SMA Harapan Bangsa. Jabatan sang ayah yang merupakan donatur tetap membuat Gladys semakin semena- mena.
"Keana!" suara seseorang berteriak mengundang perhatian kerumunan disana. Dari jauh, tampak Vanya yang berlari mendekat untuk menyelamatkan Keana.
"Kalian ada masalah apa sama Keana?" tanya Vanya setelah sampai disana. Tangannya pun sibuk berusaha melepaskan cekalan tangan kedua teman Gladys pada Keana. Namun nihil. Vanya semakin merasa iba.
"Lo dibayar berapa sampai mau bela dia?" tanya Gladys dengan tatapan sengitnya. Tangannya pun bersedekap dada sambil menatap remeh kearah Vanya.
"Gue masih punya hati nurani! Gue nggak kayak lo yang lebih mementingkan kodrat daripada harga diri!" hardik Vanya dengan beraninya. Dagunya pun terangkat menantang Gladys yang menatap dengan muka merah.
"Maksud lo apa?" tanya Gladys bergerak mendekati Vanya. Gladys hanya menganggap Vanya sebutir debu yang menempel di sepatunya.
"Lihat aja seragam lo? Lebih pelacur mana sama Keana?" ucap Vanya. Namun bukannya marah, Gladys malah tersenyum disana. Tawanya lepas seakan sedang menonton acara lawaknya.
"Lo sadar nggak sih, Keana juga ngerusak hubungan lo sama Regan! Dia datang ditengah- tengah kalian dengan mengaku sebagai sahabat. Tapi lihat, sahabat mana yang sampai ngebuat Regan berpaling dengan mengucap kata- kata perpisahan?" tanya Gladys menatap dengan tatapan tak percayanya. Sungguh bodoh Vanya dimatanya.
"Gue nggak pernah deketin Regan, Van. Percaya sama gue!" ucap Keana dengan tatapan mengemis kepercayaan. Hanya Vanya- lah teman perempuannya. Ia tak punya siapapun lagi kecuali dia. Itulah yang membuat Keana harus mati- matian meyakinkannya.
Vanya tampak berpikir disana. Ucapan Gladys memang benar adanya. Dahulu Regan adalah kekasihnya. Lalu mengapa kini Regan berpaling dan memilih untuk meninggalkannya? Apakah karena Keana?
"Vanya, please!" ucap Keana memohon padanya.
"Biar itu jadi urusan gue sama Keana! Pergi atau gue laporin kalian ke BK!" ucap Vanya dengan nada mengancamnya. Tujuannya saat ini hanyalah menyelamatkan Keana.
"Bego!" hardik Gladys tepat dihadapannya. Ia benar- benar jengkel atas batunya sikap Vanya pada penuturannya.
Mata Gladys beralih menatap Keana yang masih menangis disana. Banyak sekali air mata yang keluar hingga basah pipinya.
"Karena lo udah berani ganggu Abian, lo harua tanggung akibatnya!" ancam Gladys dengan menatap intens kearah Keana. Perlahan kakinya pun melangkah meninggalkan keduanya dan para siswa yang berkerumun seolah menonton opera. Revana dan Agista pun ikut dengannya. Sungguh tak berguna!
"Bubar!" teriak Vanya dengan lantangnya.
"Huu!!" sorak riuh para siswa karena aksi pembubaran yang dilakukannya.
"Lo nggakpapa?" tanya Vanya sambil memeluk erat Keana.
"Makasih Vanya," hanya itu kata- kata yang sanggup diucapkan Keana pada sahabatnya. Bahunya masih bergetar karena aksi bully yang pertama kali didapatkannya.
"Maaf ya, kemarin- kemarin gue masih sibuk dengan urusan gue sendiri. Maaf karena udah ninggalin lo disetiap lo ada masalah," ucap Vanya dengan lembutnya. Ia benar- benar merasa bersalah karena baru kali ini ia datang untuk menolong Keana setelah sekian lama. Beberapa hari lalu memang Vanya disibukkan dengan urusan pribadinya. Hingga ia tak punya banyak waktu untuk ada disamping Keana.
"Nggakpapa, masih adanya lo dalam hidup gue itu udah lebih dari cukup," ucap Keana disela- sela tangisnya. Tubuhnya pun masih berada dalam rengkungan Vanya. Sedangkah Vanya langsung terkekeh mendengar penuturan Keana.
"Gombal!" ucapnya sambil melepas pelukannya. Keduanya langsung tertawa disana. Mengabaikan rasa sakit yang tadi sempat diderita.