Zea duduk diam sambil menatap ayah dan ibunya lalu kakaknya dan terakhir pria yang sedari ia duduk di sana menatap zea dengan sendu. Zea menghela nafas sebelum mulai berbicara.
"Ada gerangan apa dad dan mom berserta Ka Rendra datang kemari. Tidak terjadi apa–apa akan?" Tanya Zea dengan sangat canggung.
Melihat kecanggungan putrinya, Laila menghampiri Zea dan duduk di sampingnya.
Sambil memeluk Zea. "Mom dan Dad berserta Kakakmu datang kesini karena sangat merindukan Princes kami yang tidak pernah pulang–pulang selama tiga tahun belakangan ini. Apakah ia sudah melupakan kami?" Ucap Laila dengan suara sedihnya sambil menekat kata tiga tahun di kalimatnya.
Zea langsung menggeleng mendengar ucapan ibu angkatnya itu. "No Mom, jangan katakan itu, Zea tidak bermaksud begitu, hanya saja ada yang belum siap Zea sampaikan pada kalian dan sekarang kurasa sudah waktunya zea jujur pada kalian"
"Tentang apa sayang?" Tanya Hendra yang juga ikut duduk di samping Zea sambil mengusap pelan puncak kepala Zea.
Zea menarik nafas panjang lalu ia buang perlahan. "Tentang alasan kenapa aku meminta pindah kesini." Jawab Zea.
"Bukannya alasanmu pindah ke sini karena kau ingin bersekolah di sini, yah?" Tanya Rendra.
Zea mengangguk. "Salah satunya itu. tapi sebenarnya, alasan kuat kenapa aku pindah kesini itu karena..." Ucap Zea sengaja menggantung ucapannya.
"Karena apa Zea?" Tanya Laila bingung sambil menatap suaminya dengan tatapan sama bingungnya.
Zea kembali menghela nafas panjang. "Karena waktu itu aku tengah mengandung"
Laila yang mendengar itu hampir saja pingsan kalau saja Diandra dan Reila yang juga di sana tidak segera menahan tubuhnya. "Ba-bagaimana itu bisa terjadi? " Tanya Laila setelah di bantu Diandra.
Zea pun mulai menceritakan semuanya. Berawal ia datang ke acaran itu sampai sekarang pada Daddy, Mommy dan Kakaknya.
Laila bahkan sudah menangis di awal ceritanya, Hendra dan Rendra menatap Zea dengan tatapan sendu mereka.
"Aku–aku tidak sanggup mengatangannya pada kalian. Aku tidak ingin kalian malu karenaku. Karena itu aku memilih pindah kesini. Maafkan aku karena sudah membuat kalian malu dan kecewa. Aku juga tidak ingin menghilangkan mereka. maafkan aku, maafkan ak–" Belum selesai berucap, Laila langsung membawa Zea kedalam pelukannya.
"Kau tidak membuat kami malu atau kecewa, sayang. Kau malah membuat kami bangga karena kau lebih memilih kebahagiaan dan kehormatan kami di banding dirimu sendiri. Kami juga bangga karena kau membertahankan mereka, pasti kau sangat kesulitan mengandung di usiamu yang masih muda" Ucap Laila dengan isak tangis.
Zea menggeleng. "Aku tidak kesulitan karena ada para sahabatku yang membantu dan menjagaku selama ini. Aku juga tidak menyesal mengandung di usia muda. Karena itu sudah membuatku belajar menjadi seorang wanita dewasa walaupun di usiaku yang masih muda ini" Ucap Zea di akhiri kekehan.
Laila tersenyum. "Lalu dimana mereka, usia mereka pasti sudah tiga tahunkan?" tanya Laila terlihat antusiasi ingin melihat cucunya.
"Sebentar aku tadi meminta Reila memanggilnya. Eh! Itu mereka"
Semua orang langsung menoleh ke arah kiri Zea dan menatap ke tiga bocah yang berdiri di samping laila. Laila melongo dan langsung menatap Zea tak percaa.
"Me–mereka ...?" Zea mengangguk seakan tau apa yang ingin di ucapkan oleh ibunya itu.
"Iya, Mom. Mereka kembar tiga"
Sean, Nico dan Dei menghampiri Laila dengan senyum.
"Halo granma! Apa kabar?" ucap mereka dengan kompak.
Melihat senyum indah itu membuat Laila histeri dan langsung membawa ke tiga cucunya itu ke dalam pelukannya. "Oh, ya ampun!! Kalian benar–benar imuut!!!"
Ketiganya hanya diam dalam pelukan Laila.
"Yang pertama siapa? Kakak?" Tanya Hendra menatap ketiga cucunya.
Sean berdiri dan tersenyum tipis. "Saya, Granpa. Athan Nocean Scarlett, Sean. Itu nama pemberian Mommy"
Hendra mengangguk-angguk. "Sean, yah? Nama yang bagus" Pujinya dengan senyum.
Setalah Sean duduk Nico pula yang berdiri. "Kalau aku Atlas Niccolen Scarlett. Panggilanku Nico" Seru bocah itu girang.
Semua orang tertawa melihat kelakuan Nico yang sangat energik.
Dei yang duduk di pangkuan Zea hanya diam tidak ada niatan memperkenalkan namanya. Bukannya kenapa? Ia merasa ketakutan karena semua orang disana terlihat baru untuknya.
Zea yang mengerti kegelisahan putrinya itu, mengusap pelan pipi Dei sambil berkata. "Tidak apa-apa"
Dei pun turun dari pangkuan Zea meski tangannya masih memegang erat ujung baju Zea.
"N-Namaku Dei, Adeira Neontea Scarlett" Setelah mengatakan itu ia kembali duduk di atas pangkuan Zea.
Laila duduk di samping Zea. "Dia pemalu yah?"
Zea tertawa pelan kemudian menggelang. "Tidak. Dia hanya takut dengan orang baru saja. Disinikan anak seusiannya hanyalah kedua kakaknya. Kami juga jarang mendapat kunjungan tamu jadi, dia akan merasa gelisah bila ada orang baru yang ia lihat" Jawab Zea sambip mengusap pelan puncak kepala Dei.
Zea mengalihkan pandangnnya dari keluarganya ke sosok yang sedari tadi menatapnya sendu.
Pria yang dibawa oleh keluarganya. Seperti yang di katakan Reila, pria itu memiliki warna mata sepertinya biru Saphire namun ia lebih tua sedangkan Zea lebih terang.
Melihat Zea yang terlihat penasaran dengan sosok yang mereka bawa, Rendra memperkenalkan pria itu.
"Ze, perkenalkan dia adalah Orion Wezlyn. Dia adalah... Kakak kandungmu"
*****