Lima hari berada di kota Kupang dilewati Anastasia dengan ceria, meski rasa yang mengganjal itu tetap ada, namun gadis itu berusaha abai. Dan, malam ini adalah malam terakhirnya berada di kota Kupang. Dan, malam ini Danzel akan membawa Kevin yang asli ke hadapan Anastasia.
"Kau yakin bahwa aku harus menemuinya?" tanya Kevin ragu. Danzel mengangguk, "Dia- maksudku, aku menyatakan perasaan cintaku kepadanya, Kev. Dan, dia sudah menerimanya. Tapi, aku yakin ia menerimanya karena ia mengira aku adalah kau. Jadi, sampai kapan kita akan bersandiwara seperti ini? Dia sudah jujur mengakui segala kebenarannya. Tapi, kita mempermainkan perasaannya," kata Danzel.
"Apa kau serius mencintainya?" kata Kevin.
"Apa kau pernah melihat aku bermain-main dengan cinta?" tanya Danzel.
Kevin menggelengkan kepalanya dan menghela napas perlahan.
"Biarkan saja dia mencintaimu dan menjadi milikmu. Jika memang harus seperti itu aku harus bisa pasrah menerima. Aku tidak mau ia merasa kehilangan untuk kesekian kalinya. Kau harus menjaganya kelak jika aku sudah tidak ada lagi di dunia ini."
"Kau sudah menjadi Tuhan? Tidak ada yang tau tentang kehidupan manusia. Termasuk kematian, kau juga tidak akan bisa meramal apa yang terjadi besok atau lusa."
"Kau tau penyakit yang aku derita, kau tau bahwa tidak mungkin untuk aku bisa hidup lebih lama lagi tanpa seorang pendonor. Dan, sampai hari ini belum ada yang bisa menjadi pendonor, kan?"
Danzel mengepalkan tangannya, ia berusaha untuk tidak percaya dengan apa yang Kevin katakan. Selama ini ia selalu berpura-pura bahwa Kevin baik-baik saja.
"Lupakan dulu penyakitmu. Setidaknya,jika besok memang harus mati, kau tidak akan mati penasaran dan menjadi hantu karena sudah pernah bertemu dengannya."
"Heh! Kau mendoakan aku mati?"
"Setidaknya tidak ada lagi yang aku khawatirkan jika kau mati!"
Tawa keduanya pun meledak bersamaan.
"Baiklah, kita akan pergi makan malam bersama, dan besok aku akan ikut mengantarkannya ke bandara."
"Aku setuju kalau begitu."
***
Anastasia sudah menunggu di sebuah restoran terenak di kota Kupang. Ia sengaja memilih Waroenk Resto Kupang karena melihat rekomendasi dari hasil pencariannya di internet. Sengaja ia mengenakan sebuah dress berwarna hitam selutut dengan kerah cheongsam membuat penampilannya tampak begitu elegan dan cantik.
Tak lama kemudian, Kevin dan Danzel pun datang dan langsung menghampiri Anastasia. Dan, saat pandangan Anastasia bertemu dengan Kevin, ia merasakan sesuatu yang hangat menjalar di dadanya.
"Ini Danzel, sahabatku yang sering aku ceritakan kepadamu. Dia penasaran ingin bertemu denganmu," kata Danzel sedikit ragu. Anastasia tersenyum, "Kevin sering menceritakan tentang dirimu. Ternyata kau cukup tampan, sayang sekali masih jomlo," kata Anastasia dengan ramah. Kevin tertawa kecil, ia melirik pada Danzel yang tampak kesal.
"Ha, jadi bajingan ini ternyata menceritakan tentang predikat jomloku padamu," kekeh Kevin. Untuk sesaat Anastasia tercekat, mendengar suara Kevin. Mengapa ia merasa sangat mengenal suaranya, dan mengapa...
"Ada apa, Ta?" tanya Danzel sambil menepuk bahu Anastasia. Gadis itu seolah tersadar dan langsung menoleh.
"Tidak, tapi aku merasa dejavu melihat Danzel. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Mungkin di kehidupan sebelumnya kita pernah bertemu, itu sebabnya kau merasakan dejavu," jawab Kevin dengan tenang sambil menyesap minumannya. Mereka mulai makan dengan gembira sambil sesekali bersenda gurau.
"Jadi, besok kau akan kembali pulang ke Jakarta?" tanya Kevin.
"Iya. Lusa aku harus melakukan jadwal yang sudah di persiapkan oleh kakakku. Jadi, aku akan kembali menghadapi dunia dan menghadapi semuanya seperti dulu saat masih ada Mama."
Saat mengucapkan kata 'Mama', wajah Anastasia tampak sendu. Namun, beberapa detik kemudian seulas senyum kembali menghiasi wajah cantik itu.
"Maaf, aku jadi terbawa perasaan. Hmm, bagaimana jika kita bicara tentang kalian saja? Bagaimana ceritanya kalian bisa menjadi sahabat baik?"
"Bukankah ak-hm, bukankah Kevin sudah menceritakan tentang kami kepadamu?" kata Kevin yang langsung mendapat tatapan tajam dari Danzel yang melotot. Merasa hampir kelepasan dengan sandiwaranya sendiri, Kevin pun berpura-pura menyesap minumannya.
Anastasia tau ada sesuatu yang tidak beres, namun ia tidak berani untuk menduga-duga.
"Aku tidak ingat, yang aku ingat hanyalah soal kalian yang berteman baik sejak kecil dan sama-sama senang melukis."
"Aku kira kau hanya ingat soal jomlo saja,"kekeh Kevin.
" Jika kalian jadi ke Jakarta, aku akan memperkenalkanmu pada kakakku. Dia biasanya memiliki banyak kenalan gadis cantik yang siapa tau bisa menjadi kekasihmu," kata Anastasia.
"Aku sudah memiliki seseorang yang tidak dapat tergantikan," sahut Kevin membuat Anastasia terdiam. Entah mengapa hatinya terasa begitu bergetar dan menghangat.
**
"Jika sudah sampai, kabari aku," kata Danzel pada Anastasia. Gadis itu mengangguk, "Setiap hari, aku akan memberimu kabar. Kau jaga kesehatan baik-baik, ya. Cepatlah minta kedua orangtuamu untuk kembali ke Jakarta."
"Jika aku akan kembali ke Jakarta bersama kedua orangtuaku, pasti kau adalah orang pertama yang aku beri kabar."
Anastasia memeluk Danzel dengan erat berusaha untuk menemukan rasa nyaman yang selama ini ia cari. Selama beberapa saat keduanya saling berpelukan, Kevin yang melihat itu hanya diam dan tersenyum sambil berusaha mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
"Aku pamit ya, Dan. Titip Kevin baik-baik," kata Anastasia sebelum ia melangkah masuk ke dalam bandara.
"Aku pastikan kekasihmu ini hanya bercinta dengan kanvas dan kuas juga design gambar yang harus dia buat," jawab Kevin pada Anastasia.
"Seharusnya, kau memberitahu kepadanya bahwa kaulah Kevin, bukan aku," kata Danzel.
"Kau sudah berjanji tidak akan membuka rahasia ini padanya," kata Kevin.
"Keras kepala."
"Biarkan dia mencintaimu, bukan aku."
"Ingat, dia menerima cintaku karena dia mengira aku adalah dirimu."
Kevin tak menjawab, namun melihat darah yang tiba-tiba keluar dari hidung Kevin membuat Danzel berhenti bicara dan segera membawa sahabatnya itu ke rumah sakit. Kevin kembali kambuh dan harus segera cuci darah.
Sementara itu, perasaan Anastasia saat pesawat lepas landas terasa tidak menentu. Entah mengapa saat ia berpamitan tadi ia merasakan berat untuk melangkah. Dan anehnya ia merasa berat saat ia berpamitan pada Kevin. Hati kecil Anastasia yang sesungguhnya memang tidak salah mengenali orang. Jiwa mereka saling mengenali. Itulah yang sebenarnya sedang terjadi.
Anastasia hanya bisa menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Gadis itu pun kemudian memejamkan mata, ia memilih untuk tidur hingga tak terasa pesawat yang ia tumpangi tiba di bandar udara Internasional Soekarno-Hatta. Dan, saat ia keluar dari terminal kedatangan, Lisa sudah melambaikan tangan untuk menyambutnya.
"Bagaimana petualanganmu? Kau sudah puas?" tanya Lisa.
"Iya,aku cukup puas. Dan, kau sudah mengatur semuanya untukku?" tanya Anastasia.
"Ah, tentu saja tuan putri, besok kau sudah mulai bekerja kembali."