Niatnya sebenarnya menghabiskan Sabtu sore sambil nongkrong di salah satu resto miliknya, namun Valdy dibuat kelabakan oleh Karina. Entah dari mana gadis itu tahu alamat rumahnya, dan mengatakan akan datang berkunjung sekalian berkenalan dengan keluarganya. Tingkah agresifnya sudah mencapai tahap mengkhawatirkan. Padahal mereka masih berstatus pedekate, tak pernah melangkah ke jenjang yang lebih lanjut. Tak pernah dan tak akan, pikir Valdy. Dan sebelum niat gadis yang ngototnya kelewatan itu bisa terlaksana, Valdy menyeretnya dalam kencan semi romantis di tempat nongkrong paling romantis di pusat kota Jenggala.
Gadis itu tampil memikat dengan gaun merahnya yang pendek. Dia cantik, dengan jenis kecantikan yang membuat terpana beberapa detik untuk mengaguminya. Gerak-geriknya anggun, sekaligus manja dengan nyaris menempel setiap saat padanya. Walaupun sedikit cemas jika kencan mereka ketahuan salah satu penduduk sekolah mereka, Valdy berusaha menepiskannya jauh-jauh. Ia baru saja menikmati kebersamaan mereka, mencoba terbiasa dengan tingkah manis Karina, saat Angela menghancurkannya.
Tunangan tak berakhlak!
Dari tempatnya duduk ia bisa melihat Angela tengah mengobrol dengan Roni sambil tertawa-tawa. Tangan mereka saling bergenggaman di atas meja. Sambil mengamati wajah Roni, Valdy berpikir, mungkin ketika ia seumuran dengan muridnya itu dan pertama kalinya mengenal kata pacaran, begitulah ekspresinya tiap memandang gadis pujaannya. Benar-benar dimabuk cinta.
"Valll…"
Valdy memusatkan kembali perhatiannya pada Karina dan tersenyum, yang seketika lenyap. Gadis itu tengah merekamnya. Valdy sudah mengingatkannya sepanjang perjalanan tadi agar tak memajang foto atau video mereka di media sosialnya yang manapun. Jika pihak sekolah sampai tahu, gawat.
"Ingat, jangan diposting, Karina."
"Iya, Val."
"Dan jangan ditunjukkan ke teman-temanmu juga."
Karina mengerutkan bibir, cemberut mendengar kata-katanya.
"Aku mau nurut, asal kita sering-sering ketemu kayak gini, Val. Nggak cuma lewat video call."
"Karina, kesibukanku banyak, jauh lebih banyak dan padat dibanding mengajar kalian di sekolah." Valdy sudah menjelaskan berulangkali. "Satu minggu sekali masih bisa, lebih dari itu, sulit menemukan jadwal yang kosong."
"Sesibuk apa sih?" Karina masih bertahan.
"Sibuk banget."
Valdy membandingkan betapa kontrasnya antara Angela dan Karina. Angela yang anti padanya, Karina yang maunya lengket terus padanya. Hal ini makin menegaskan bahwa ia dan Angela memang sama-sama ingin memberontak dari perjodohan mereka. Tinggal menemukan satu solusi ampuh untuk mengakhiri semuanya sebelum terlambat.
"Besok jemput aku ya. Rumah kita searah kan kalo ke sekolah?"
"Aku harus mengantar adikku, Karina. Bisa-bisa nanti kamu telat sampai sekolah."
Jika Angela tahu soal ini, tunangan tengilnya itu akan dengan senang hati mundur teratur dan membiarkan Valdy bersama Karina. Tapi konsekuensinya terlalu besar nantinya.
"Memangnya harus kamu yang mengantar adikmu sekolah?"
"Ya. Siapa lagi?"
"Supir? Jangan bilang kamu nggak punya supir pribadi!"
"Mama dan papa punya, aku dan adikku enggak."
"Atau pulangnya aku ikut kamu."
"Mulai minggu depan aku pulangnya sore. Pelatihan basket."
"Bisa antar aku pulang dulu kan?"
"Karina…"
"Sebenarnya kamu serius nggak sih denganku? Kenapa kesannya kamu menghindar terus, Val?" Sikap manisnya mulai luntur dalam sekejap. Valdy menghela napas dalam untuk menahan emosinya.
"Sudah kubilang, semasih aku menjadi gurumu, kita hanya sebatas teman dekat. Nggak mungkin kita lebih jauh dari ini. Kesannya kurang bagus, Karina."
"Aku maunya lebih dari ini." Mata Karina berkilat berbahaya. "Oke, aku bisa terima kalau kamu maunya backstreet aja denganku. Tapi sikapmu yang lebih hangat dong, Val!"
"Aku memang seperti ini, Karina. Tak banyak bicara."
Karina mengerling ke arah Roni dan Angela. Valdy mengikuti arah tatapannya, melihat dua orang itu telah bangkit dari kursi mereka dan beranjak pergi.
"Pak Valdy, Karina, kita pergi duluan." Angela berkata saat mereka mampir di meja Valdy.
Karina hanya melengos dan membuang muka.
"Langsung pulang?" tanya Valdy, lebih pada Angela, memberi kode secara langsung.
"Mau jalan-jalan dulu, Pak." Roni berkata dengan nada ceria. Satu tangannya melingkari pinggang Angela. "Selamat berkencan." Ia menambahkan dengan nada geli.
"Jangan pulang kemalaman ya, Roni."
"Siap, Pak. Kita pergi dulu."
Valdy mengangguk membalas ucapan Roni, lalu berbalas kode melalui gerakan mata dengan Angela. Sambil mengamati kedua orang itu menjauh, ia mengecek jam tangannya, masih jam 8 malam. Ia dan Angela berjanji pulang jam 9 nanti. Semoga saja rencana mereka berjalan sempurna.
***
Tiga puluh menit sebelum jam 9 malam, Valdy mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju arah pinggiran kota untuk mengantarkan Karina kembali ke rumahnya. Berkali-kali ia mengecek jam, memperkirakan waktu yang diperlukannya nanti untuk sampai di rumah Angela yang berlawanan arah dengan rumah Karina. Gadis di sebelahnya cemberut sejak ia memaksanya pulang dan menghentikan kencan mereka. Tapi ia tak punya pilihan lain.
"Kenapa harus buru-buru sih, Val?" tanya Karina ketika mereka telah sampai di depan rumahnya. "Aku masih pingin berduaan sama kamu."
"Sudah malam, Karina. Aku sudah ada janji juga."
"Janji dengan siapa? Cewek lain?" tuntut Karina, menyibakkan rambut panjangnya dan memicingkan mata padanya.
"Teman-teman nongkrongku." Valdy menjawab dengan datar. "Maaf, lain kali kita jalan lagi." Ia mengusap lengan Karina namun gadis itu menepis tangannya dengan jengkel. Dalam suasana remang, Valdy melihat perubahan wajahnya yang sangat kontras dari manis memikat menjadi galak.
"Lebih penting mereka dibanding aku. Iya?"
Valdy memilih tak menjawab, malas mengobarkan amarah Karina yang dapat membuang waktunya yang berharga.
"Nanti kutelpon, Karina. Seperti biasa. Dan minggu depan kita bisa jalan lagi, asal jangan mendadak saja. Setuju?"
Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, Karina akhirnya mengangguk pelan. Ia membuka sabuk pengaman, lalu mengambil tasnya di belakang kursinya.
"Sampai jum…"
Valdy tak melanjutkan ucapannya saat Karina tiba-tiba mencondongkan tubuh ke arahnya, mengecup bibirnya. Kedua lengannya melingkari leher Valdy, menariknya lebih dekat, melumat bibirnya dengan lebih bergairah.
Valdy tak punya pilihan lain selain menyambut apa yang dilakukannya, balas melumat bibirnya dan kedua lengannya mendekap tubuh gadis itu. Ia menikmatinya, merasakan adrenalinnya menggelora seiring dengan debar jantungnya yang berpacu hebat. Suara-suara dari arah Karina membuatnya makin bersemangat, mengulum bibir merah itu makin menggebu.
Suara dari arah ponselnya membuatnya tersadar dan dengan enggan melepaskan diri. Karina menyandarkan kepala di bahunya, terengah kehabisan napas. Valdy meraih ponsel dan membaca pesan dari Angela.
Angela : OTW rumah. ETA 10 menit.
Valdy memaki dalam hati, mengutuki tunangannya itu. Merusak suasana saja! Ia meletakkan kembali ponsel dan memusatkan perhatiannya pada gadis dalam pelukannya. Ia mengusap rambut Karina, yang mendongak memandangnya, lalu kembali menempelkan bibirnya di bibir gadis itu yang setengah terbuka. Mereka berciuman lagi, lebih berhasrat dibanding sebelumnya.
Saat akhirnya Valdy mengemudikan mobilnya kembali menuju pusat kota 10 menit kemudian, dalam kejengkelannya pada Angela yang merusak momen romantisnya malam ini, sebersit rasa lega menjalarinya. Ia bisa hilang kendali dengan mudah tadi, dengan Karina yang begitu menggoda dan sepertinya rela menyerahkan diri untuknya. Sosok Angela seperti siraman air sedingin es yang menyadarkannya. Ia menyugar rambutnya, membayangkan wajah Angela yang belakangan memenuhi kepalanya, menggusarkannya sedemikian rupa. Seandainya dulu ada sosok seperti Angela sebagai pengingatnya, mungkin masa lalunya tak sekelam seharusnya.
Valdy membelokkan mobilnya di jalan depan rumah Angela. Dari kejauhan dilihatnya sebuah citycar putih terparkir, masih dengan lampu menyala, sedikit agak jauh dari rumah gadis itu. Ia menepikan mobilnya di belakang mobil itu, menjaga jarak sekitar lima belas meter, lalu mematikan mesin. Sambil menopang kepala dengan satu lengan di jendela, matanya mengawasi dengan seksama siluet dua orang di dalam mobil. Ia mendengus pelan, rupanya tak hanya dirinya dan Karina yang melewati momen singkat yang panas.
Selama lima menit ia menunggu, sampai pintu penumpang terbuka dan sosok Angela muncul. Angela melirik ke arah Valdy, mengangguk satu kali, lalu berjalan ke arah rumahnya diiringi mobil putih tadi. Saat ia sampai di depan gerbang, mobil Roni melaju lebih cepat dan menjauh, dalam beberapa detik lenyap dari pandangan. Valdy menyalakan kembali mesin mobilnya dan dalam sekejap ia telah mencapai gadis itu, yang menunggunya di depan gerbang. Dalam suasana setengah gelap, ia bisa melihat wajah Angela yang gugup dan merona saat berjalan mendekat.
"Ayo masuk." Angela berbalik dan membuka gerbang.
"Malam yang panas ya, La?" tanya Valdy dengan nada jahil.
"Shut up."
***